17 Juni 2022-1948: Memori Masa Lalu Aceh dan RI, Rakyat dan Pesawat 

Sekilas mengulas masa lalu Aceh dengan RI (waktu itu), dilansir dari Tempo.co, tepat pada 17 Juni 1948, Rakyat Aceh menyumbangkan emas untuk mendanai pembelian pesawat terbang Republik Indonesia (RI).

Author

Waktu Baca 6 Menit

17 Juni 2022-1948: Memori Masa Lalu Aceh dan RI, Rakyat dan Pesawat Keluyuran.com
Replika Pesawat R-001 Seulawah di lapangan Blang Padang Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh. (keluyuran.com)

“Daerah modal”, merupakan kata yang sering didengar oleh kalangan masyarakat khususnya di Aceh. Mendengar kata ini, tentu akan mendorong seseorang kepada kisah masa lalu Aceh, salah satunya hari ini 17 Juni 2022 dan 17 Juni 1948.

Sekilas mengulas masa lalu Aceh dengan RI (waktu itu), dilansir dari Tempo.co, tepat pada 17 Juni 1948, Rakyat Aceh menyumbangkan emas untuk mendanai pembelian pesawat terbang Republik Indonesia (RI). 

Pesawat tersebut diberi nama Seulawah Air. Tahap selanjutnya berubah menjadi Indonesia Airways. Dari Indonesia Airways ini lah sebagai awal lahirnya pesawat Garuda Indonesia.

Tepat hari ini 17 Juni 2022-1948, Presiden Soekarno meminta sumbangan kepada rakyat Aceh untuk dibelikan Indonesia pesawat terbang yakni Seulawah Air (hari ini Garuda).

Permintaan itu Soekarno sampaikan saat dirinya berpidato di Kutaraja (kini Banda Aceh) pada 16 Juni 1948. Ia meminta rakyat Aceh menyumbang untuk Republik Indonesia, yaitu pesawat terbang. 

Atas bantuan Tengku Muhammad Daud Beureueh, beberapa saat kemudian terkumpul emas sebanyak 20 kilogram. Dari sumbangan yang terkumpul itu, kemudian dibelikan dua unit pesawat C-47 Dakota di Singapura oleh Wieweko.

Sebagai wujud tanda terima kasih kepada rakyat Aceh, RI menamai pesawat tersebut dengan Seulawah R-001 dan Seulawah R-002. Seulawah merupakan nama dari sebuah gunung di Aceh Besar. Seulawah sendiri berarti gunung emas. 

Dua pesawat itu menjadi cikal bakal maskapai Garuda Indonesia. Kabar selanjutnya pesawat tersebut dioperasikan oleh Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) sebagai alat transportasi bagi pejabat negara. 

Tugas pertama dari AURI ini membawa Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam kunjungan kerja (kunker) ke berbagai wilayah di Indonesia, seperti Sumatera dengan rute dari Yogyakarta ke Jambi, Payakumbuh, Kutaraja Payakumbuh, dan kembali ke Yogyakarta. 

Pada awal Desember 1948, Seulawah Air diterbangkan ke Calcutta, kini Kolkata, India untuk mendapatkan servis penambahan kapasitas tangki bahan bakar. Perawatan tersebut diperkirakan menghabiskan waktu tiga minggu lamanya.

Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta yang kala itu merupakan ibu kota RI diserang dan diduduki tentara Belanda dalam agresi militer kedua. Sehingga Seulawah Air tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia.

Akibat gejolak itu, hubungan antara pemerintah pusat di Yogyakarta dengan awak pesawat terputus. Selanjutnya untuk membiayai hidup personel serta perawatan pesawat, dibentuklah perusahaan penerbangan Indonesia Airways yang diawaki personel AURI.

Dilansir dari laman garuda-indonesia.com, lantaran karena tak dapat kembali ke tanah air Indonesia, AURI menyewakan Seulawah Air yang dinamai Indonesian Airways kepada pemerintah Burma, kini Myanmar, pada 26 Januari 1949. 

Layanan “Garuda Indonesian Airways” di Burma berakhir setelah disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Seluruh awak dan pesawatnya akhirnya bisa kembali ke Indonesia pada 1950. Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya dikembalikan kepada AURI ke dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer.

Untuk diketahui juga, Garuda Indonesian Airways merupakan cikal bakal Garuda Indonesia yang sebenarnya merupakan perusahaan patungan Indonesia-Belanda yang dibentuk bersamaan dengan pengakuan hasil KMB. 

Bentuk kerja sama ini dipilih pihak Indonesia lantaran keterbatasan keuangan dan personel. Nama Garuda diusulkan oleh Presiden Soekarno karena Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu.

Meskipun sudah terbang sebelumnya selama dioperasikan di Burma, akta pendirian perusahaan ini baru dibuat pada 31 Maret 1950. Kemudian pada 24 Maret 1954 perusahaan ini dinasionalisasikan, sehingga kepemilikan Garuda Indonesia sepenuhnya milik pemerintah Indonesia hingga saat ini.

Pada 1948 itulah, Presiden Soekarno berkunjung ke Aceh guna mencari dana untuk pembelian pesawat pertama setelah Indonesia merdeka. 

Selanjutnya, “Nyak Sandang” yang kala itu berusia 23 tahun bersama orang tuanya menjual sepetak tanah dan 10gram emas. Hartanya yang dihargai Rp100 pun diserahkan kepada negara.

Demikianlah sekilas ulasan dari bagian masa lalu Aceh dan RI pada 17 Juni 1948. Dengan kata lain, hari ini mengingatkan Rakyat Aceh dalam mengulang memori masa dulu. Dengan mengingat sejarah, manusia akan lebih tau siapa diri dan bangsanya.

Seorang sejarawan Ibnu Khaldun (seorang sejarawan dunia) mengatakan, sejarah sebagai catatan penting bagi umat manusia tentang peradaban dunia. Dengan sejarah, manusia akan mendorong kesadaran perubahan-perubahan yang terjadi sebagai penyempurna kehidupan.

“Sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau tentang peradaban dunia, yakni tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat.” (bobo.grid.id).

Dengan penjelasan tersebut, memori masa lalu dapat mengantarkan manusia untuk berpikir mendalam. Tidak hanya itu, manusia terdorong untuk mengulas dan mendalaminya sebagai bentuk pembenaran referensi kehidupan.

Sumber:Tempo.co

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...