Dana Melimpah di Aceh yang Belum Tepat Sasaran
Provinsi Aceh beberapa waktu lalu mendapat predikat daerah termiskin di Sumatera berdasarkan data dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Senin (15/2/2021), yaitu berada pada 15,43 persen atau sebanyak 833,91 ribu orang, ada terjadi penambahan 19 ribu jiwa.
Dibandingkan sebelumnya, pada bulan Maret 2020, jumlah orang miskin di Aceh 814,91 ribu orang atau 14,99 persen. Pada 2017 silam Aceh juga pernah menjadi termiskin di Sumatera, artinya selama 4 tahun terakhir sudah dua kali menjadi ‘juara’ termiskin.
Fakta lainnya, berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Bappeda Aceh. Pada tahun 2000 lalu angka kemiskinan berada pada posisi 15,20 persen dan saat itu Aceh sedang berkecamuk konflik antara GAM dan Pemerintah Indonesia.
Baca Juga:
Tak dinafikan Aceh pernah mengalami puncak angka kemiskinan cukup tinggi mencapai 32,60 persen pada 2005 silam. Tetapi saat itu Aceh dalam kondisi titik nol. Selain masih berkonflik antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, Aceh baru saja dilanda musibah tsunami dan gempa pada 26 Desember 2004.
Setelah itu angka kemiskinan berhasil terus diturunkan paska tsunami dan gempa yang memporak-poranda Aceh dengan hadirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR).
Kucuran dana untuk rehab-rekon Aceh saat itu mencapai Rp 106 triliun lebih yang dikelola oleh BRR. Angka kemiskinan pun perlahan dapat ditekan dan turun hingga 2008 sebesar 23,53 persen dari sebelumnya 32,60 persen.
Setelah itu kucuran dana ke Aceh terbilang cukup fantastis. Ada Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) sejak 2017 hingga 2020 mencapai Rp 8 triliun lebih setiap tahunnya dikucurkan. Belum lagi Pendapatan Asli Aceh (PAD) dengan total Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020 mencapai Rp 17,2 triliun. Namun mirisnya angka kemiskinan terjun bebas dan nyaris sama dengan 20 tahun lalu.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Syafriadi, menyebutkan, untuk pengentasan kemiskinan di Aceh, pada dasarnya ada lima komponen anggaran nasional yang dapat didorong untuk membantu mengurangi atau menekan problem kemiskinan di Aceh.
Menurut Syafriadi, ke lima sumber anggaran tersebut, yaitu, anggaran APBN yang ada di Kantor Kementerian dan Lembaga di Aceh yang berjumlah Rp 14,21 triliun untuk tahun 2021. Kemudian anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa.
Sejauh ini menurut Syafriadi, anggaran tersebut belum berjalan secara optimal untuk menekan problem kemiskinan di Aceh.
Karenanya, perlu kerja keras pemerintah daerah untuk mempercepat pencairannya, sehingga dapat segera dimanfaatkan untuk pembangunan yang secara langsung akan berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Hal itu dikatakan Syafriadi, dalam rapat bersama antara Sekda Aceh dan Sekda Kabupaten/Kota di Aceh dengan sembilan Kepala Instansi Vertikal dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh ( SKPA) terkait. Terkait strategi percepatan pengurangan kemiskinan kabupaten/kota se-Aceh, di Kantor Gubernur Aceh, Selasa, (6/4/2021).
Rapat yang dipimpin Sekda Aceh, Taqwallah, itu merupakan tindak lanjut dari upaya pengentasan kemiskinan Aceh yang dibahas Pemerintah Aceh bersama sembilan kepala instansi vertikal di Aceh.
Kesembilan pimpinan instansi vertikal di Aceh itu, yaitu Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Kakanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kakanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepala Perwakilan Bank Indonesia Aceh, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh.
Pada bagian lain, Syafriadi menambahkan, Pemerintah Pusat juga mengucurkan anggaran pembiayaan ultra mikro (UMi) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha yang ada di Aceh.
Ia mengatakan, penyaluran KUR di Aceh pada tahun 2020 lalu baru mencapai Rp 2,77 triliun atau 1,43 persen dari total penyaluran Rp193, 27 triliun.
“Perlu upaya dari Pemda untuk mendorong pelaku usaha di Aceh utamanya UMKM agar dapat memanfaatkan program pembiayaan ini,” kata Syafriadi.
Selanjutnya, dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19, Pemerintah Pusat juga mengucurkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebanyak Rp 666,43 triliun.
Syafriadi meminta agar Pemkab dan Pemkot di Aceh dapat mengoptimalkan keberadaan anggaran tersebut dengan cara menariknya ke Aceh sehingga manfaatnya dirasakan masyarakat.
Ada sejumlah sektor yang disasar oleh program PEN tersebut, di antaranya adalah penguatan bidang kesehatan di masa pandemi, kemudian perlindungan sosial yang meliputi, dana bansos, sembako, dana PKH, kartu pra kerja dan BLT Dana Desa.
Kemudian, program PEN juga menyasar program padat karya untuk membuka lapangan kerja, dan penguatan pangan nasional. “Ini bisa kita akselerasi dan kita manfaatkan bila bapak ibu mempunyai komunikasi yang baik dengan kementerian lembaga,” kata Syafriadi.
Butuh Keterlibatan Banyak Pihak
Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah menjelaskan, permasalahan kemiskinan di Aceh merupakan tanggungjawab bersama. Karena itu, koordinasi dan kekompakan antar pemangku kepentingan mulai dari kabupaten, provinsi hingga pusat harus terus dibangun dan dijaga dengan baik.
Ia meminta kepada Sekda kabupaten/Kota untuk memantau di mana saja letak kantong kemiskinan di masing- masing daerah.
Ada lima komponen yang harus dipantau, yaitu, mengatasi beban pengeluaran masyarakat, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kualitas SDM, mengurangi biaya transaksi ekonomi, menjaga stabilitas pangan dan mengatasi dampak bencana.[]