Era Disrupsi Momentum Kebangkitan Ekonomi Milenial

Hijrah tidak seharusnya dimaknakan secara sempit, tetapi memiliki makna universal. Bukan hanya berkaitan dengan aqidah, akhlak, spiritul hingga cara berpakaian semata.
Di tengah keterpurukan ekonomi akibat pagebluk Covid-19, dapat juga dimaknakan hijrah memperbaiki ekonomi umat, terutama menciptakan entrepreneur (wirausaha) milenial di tengah pesatnya perkembangan informasi teknologi.
Hijrah juga bisa dimaknakan melawan kemiskinan. Membangkitkan kondisi ekonomi menengah ke bawah menuju ekonomi menengah ke atas. Sehingga bisa memutuskan mata rantai kemiskinan dan pengangguran. Terlebih di era disrupsi ini semua harus memperkaya berbagai literasi untuk melihat celah ekonomi kreatatif yang inovatif.
Bukankah dalam agama, kemiskinan dan penangguran dekat dengan kekufuran. Maka dengan adanya hijrah ekonomi, selain dapat memperbaiki ekonomi, juga bisa memperbaiki aqidah, akhlak serta spiritual menurut kepercayaan masing-masing.
Itulah yang kemudian digagas sejumlah anak muda paska Muktamar Pemuda Islam yang digelar pada 2018 silam. Mereka membentuk semacam komunitas yang diberi nama Rabu Hijrah.
"Sesuai tagline kita yakni kebangkitan ekonomi umat. Cita-cita kita sih sederhana, entrepreneur milenial bisa bertumbuh, perekonomian syariah bisa bangkit," ungkap Chairman Rabu Hijrah, Phirman Rezha dari seberang telepon saat dihubungi readers.ID di Jakarta, Rabu (23/6/2021).
Phirman Rezha mengaku, ada kekhawatiran yang luar biasa yang sedang dihadapi anak-anak muda, utamanya para milenial dan gen Z saat ini, yakni minimnya kemampuan untuk making money atau menciptakan sumber pendapatan agar bisa berdamai dengan masalah finansial, keluar dari keterpurukan ekonomi.
Persoalan ekonomi di kalangan masyarakat utamanya para milenial tidak hanya dianggap penting, tetapi juga menjadi sesuatu yang mendesak saat ini.
Phirman menceritakan, sejarah kebangkitan bangsa ini pun dimulai dari gerakan ekonomi. Seperti Sarekat Dagang Islam yang dipelopori oleh K.H Samanhudi dkk pada 1905. Gerakan itu kemudian bertransformasi menjadi gerakan politik Islam, lalu menjadi partai dan sebagainya. Gerakan seperti ini yang kemudian mulai dilupakan di era sekarang.
"Kalau masalah ekonomi selesai, kriminalitas menurun, dan nggak ada lagi tuh yang namanya nerima sogok misal Rp 200 ribu waktu pemilu. Kalau masyarakat sudah sejahtera, sosial politik kita lebih maju, negara lebih berdaulat," ungkap Phirman.

Indonesia memiliki dua modal penting untuk mengembangkan ekonomi dan pasar syariah, selain pasar yang besar dan juga populasi muslim yang banyak. Ini merupakan potensi besar yang harus dilirik dalam mengembangkan insudtri halal di Tanah Air.
Dengan populasi muslim di Indonesia saat ini sebesar 87,2 persen dan menjadi penduduk mayoritas di Tanah Air. Tidak berlebihan Indonesia memiliki posisi yang baik untuk menjadi pusat produk halal di Asia Tenggara bahkan dunia.
Tak cukup sampai di situ, populasi umat Islam di Nusantara kini mencapai 12,6 persen dari populasi muslim di seluruh dunia. Sedangkan pada 2060 mendatang, umat muslim di Indonesia diperkirakan mencapai 8,5 persen dari populasi umat muslim dunia. Ini merupakan kesempatan di era disrupsi untuk memanfaatkan populasi yang besar untuk berkarya yang kreatif dan inovatif.
Sayangnya, yang terjadi era ini, sebut Phirma, seperti dikemukakan oleh Jusuf Kalla kalau ada 10 penduduk Indonesia, sembilan di antaranya pasti muslim. Namun kalau diurut secara finansial, sembilan dari 10 orang miskin di Indonesia juga adalah muslim.
Ia juga menyebutkan, umat muslim masih sangat kurang di level middle and top management (tingkatan tertinggi dalam sebuah perusahaan). Bahasa lainnya, penduduk muslim masih mendominasi di tingkat buruh kasar.
Atas dasar itulah, Phirman menjelaskan, gerakan ini setidaknya mendorong tiga hal, pertama kebijakan dari pemerintah agar berpihak kepada pertumbuhan ekonomi syariah yang bebas dari aktivitas riba dan segala hal yang diharamkan dalam Islam.
Kedua, mengafirmasi kebijakan dari pemerintah ke masyarakat atau pemuda seperti melakukan edukasi, menyampaikan informasi yang berkaitan dengan program ekonomi yang selama ini digagas pemerintah seperti pembiayaan dan pembinaan, yang informasinya belum didapat atau tersebar luas di masyarakat.
Ketiga, mendorong tumbuhnya entrepreneur (wirausaha) muslim terutama dari kalangan milenial, menuju kemandirian finansial, kuat secara ekonomi, hingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.
"Kita menghindari level teknis. Jadi, ketika bicara ekonomi rill misalnya pelaku UMKM, ada mitra seperti teman-teman Indonesian Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) yang mengerjakannya," jelas Phirman.
Chairman Rabu Hijrah, Phirman Rezha berujar, milenial menjadi kunci kebangkitan ekonomi Islam di masa depan. Diketahui, data BPS (2020) menyebutkan, gen milenial dan gen Z mencapai 145,39 juta jiwa di Indonesia atau lebih dari 50 persen total jumlah penduduk di Tanah Air.
Namun demikian, selama ini utamanya para anak muda masih sulit untuk making money atau mandiri secara ekonomi disebabkan oleh banyak hal, salah satu di antaranya tak mau berproses atau bertumbuh.
"Milenial sekarang ini maunya yang instan saja. Mau kuat secara finansial (kaya) tapi dengan cara yang cepat, nggak mau capek. Padahal mie instan saja perlu diseduh dulu baru bisa dimakan," kata Phirman sambil tertawa.
Milenial, menurut Chairman Rabu Hijrah itu, cenderung terjebak pada glamornya kehidupan melalui media sosial dan sebagainya, tapi tak mau berwirausaha.
"Pikiran kebanyakan milenial, daripada berwirausaha, harus keluar modal dan menghabiskan waktu yang panjang, mending jadi pegawai atau karyawan saja. Biar cepat," ungkap Phirman.
Yang menjadi catatan penting kenapa mayoritas milenial dan gen Z sulit mandiri secara finansial, karena tak mau beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Menurut Phirman, soft skill seperti kemampuan berkomunikasi, negosiasi dan sebagainya, serta hard skill berupa kemampuan tertentu yang bisa menjadi sumber pendapatan, di zaman sekarang merupakan modal utama dan penting dimiliki para anak muda.
"Kita menyebutnya sebagai zaman disrupsi. Terjadi perubahan mendasar yang luar biasa, termasuk cara menjadi mandiri secara ekonomi. Makanya perlu beradaptasi, perlu penyesuaian. Salah satu caranya dengan meningkatkan literasi, banyak membaca, belajar dari YouTube dan sebagainya," ungkap Phirman.
Bila mayoritas milenial mengetahui betapa luar biasanya program pemerintah untuk melahirkan dan menumbuhkembangkan entrepreneur di Indonesia, kata Phirman, niscaya akan semakin banyak orang-orang yang kuat secara finansial dan mandiri secara ekonomi ke depan.
Ia mencontohkan, bank milik negara seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) misalnya, ditargetkan postur pembiayaan untuk UMKM dari BSI setidaknya 20 persen. Ini dianggap sebagai peluang yang harus segera disambut secara antusias.
Setidaknya pada kuartal I/2021, dari total pembiayaan yang disalurkan BSI ada sebesar Rp 159 triliun dengan postur pembiayaan segmen konsumer, yaitu 45 persen atau setara Rp71,6 triliun, kemudian pembiayaan korporasi 14,7 persen atau Rp 37,3 triliun, dan yang segmen kecil-menengah hanya 13 persen atau Rp 20 triliun, segmen mikro lebih kecil lagi 9,4 persen atau Rp15 triliun. Terkhusus untuk Aceh, dana segar itu siap dikucurkan sebesar Rp 4 triliun rupiah.
Selain akses permodalan, pemerintah juga memudahkan dari sisi izin membuat usaha berbadan hukum hingga kemudahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang semuanya dilakukan melalui satu pintu atau Online Single Submission (OSS).
Lahirnya Gerakan Rabu Hijrah, lanjutnya, diharapkan bisa menjembatani itu. Kedepan semakin banyak entrepreneur terutama dari kalangan anak muda yang melek secara finansial, dan semakin banyak umat muslim yang bangkit dan mulai kuat secara ekonomi.
Kemudian, lanjutnya, perlu kolaborasi antar para pihak seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan berbagai elemen bangsa untuk membangun pertumbuhan ekonomi nasional melalui lahirnya entrepreneur dengan membuka mata para milenial agar berwirausaha.
Rabu Hijrah memandang kebangkitan ekonomi ini tidak hanya penting, tapi juga sebagai sesuatu yang mendesak. Perlu perhatian semua pihak, mulai dari pemerintah, pemuda dan ormas untuk menjadikan ini sebagai salah satu agenda yang harus dikerjakan segera.
Rabu Hijrah lahir melalui acara perdananya "Tausiah Kebangsaan" yang digelar pada 6 Februari 2019 dengan menghadirkan TGB atau M Zainul Majdi yang pernah menjabat sebagai Gubernur NTB periode 2008-2018 dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Rabu Hijrah pun tancap gas.
Adapun penggagas gerakan ini yakni eks Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Razikin Juraid, Eks Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PB-HMI) M Arief Rosyid Hasan dan Sekjen Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Phirman Rezha yang kini menjadi Chairman Rabu Hijrah. [acl]
Komentar