Jalan Sempit Karir Sarjana Baru

Sebagai seorang sarjana baru, Putri  punya impian besar untuk karirnya. Ia mengaku, sebuah intansi tempat ia pernah melaksanakan magang semasa kuliah sempat menawarinya pekerjaan sebagai tenaga kontrak/honorer. Namun, tak berselang lama, Putri mendapat kabar bahwa perekrutan tenaga kontrak di instansi pemerintah harus distop.

Waktu Baca 11 Menit

Jalan Sempit Karir Sarjana Barupixabay
Ilustrasi Wisuda (Credit photo by Pixabay)

"Ada lah lebih sepuluh kalau ngelamar, tapi yang sampai ke tahap online tes cuma empat. Itupun gagal lagi," ucapnya kepada Readers.ID melalui sambungan pesan WhatsApp, Sabtu (5/2/2022).

Gadis itu adalah Putri Purnama Sari, sarjana sosial dengan predikat cumlaude dari salah satu Universitas ternama di Aceh. Putri resmi dinyatakan lulus pada tanggal 13 Agustus 2021 lalu. Sejak hari itu, ia mulai giat melayangkan belasan lamaran ke beberapa perusahaan. 

"Rata-rata ngelamar ke BUMN (Badan Usaha Milik Negera), ya itu cuma empat yang sampai tahap online tes, lainnya tenggelam di email," ujarnya.  

Sebagai seorang sarjana baru, Putri  punya impian besar untuk karirnya. Ia mengaku, sebuah intansi tempat ia pernah melaksanakan magang semasa kuliah sempat menawarinya pekerjaan sebagai tenaga kontrak/honorer. Namun, tak berselang lama, Putri mendapat kabar bahwa perekrutan tenaga kontrak di instansi pemerintah harus distop.

"Apalagi dengar kabar tenaga kontrak nggak ada lagi," ujarnya.

***
Hal itu memang telah diwacanakan oleh pemerintah. Melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menyatakan, status tenaga honorer atau kontrak di instansi pemerintahan bakal dihapus pada 2023 nanti. Pemerintah diketahui hanya akan fokus merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2022. 

Nantinya setelah honorer dihapus, status pegawai pemerintah mulai tahun 2023 hanya ada dua: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Keduanya disebut Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sejak saat itu, ia semakin merasa sulit mencari pekerjaan. Tak jarang, rasa malu turut menghantui dirinya sebagai sarjana penyandang predikat cumlaude.  

"Asli, susah kali. Malu juga dengan predikat cumlaude tapi belum kerja," sebutnya. 

Putri amat menyayangkan kebijakan tersebut. Padahal menurutnya, hampir kebanyakan tenaga kontrak diisi oleh generasi milenial, biasanya mereka akan lebih berkontribusi dalam mengembangkan instansi pemerintah, terlebih di era serba modern.

"Kalau dilihat-lihat, pekerjaan di instansi pemerintah lebih banyak dikerjakan oleh tenaga kontrak, bahkan terkadang skill anak kontrak lebih dinilai mampu untuk bersaing di era modern, karena lebih kreatif," kata Putri.

Bukan tanpa sebab, Putri melihat, sejauh ini ide-ide kreatif kerap muncul dari kalangan tenaga kontrak yang mayoritas diisi oleh milenial, bahkan sarjana baru. 

"Bukan mau menjatuhkan, tapi kadang kalau diliat-liat, apalagi pas aku magang, anak kontrak atau anak magang yang muda-muda justru lebih banyak berperan kasih ide-ide kreatif," katanya.

Menurutnya, PNS didominasi oleh kalangan yang sudah lumayan berumur. Sehingga kerap masih menggunakan metode kerja lama.  

"PNS juga kan biasanya sudah lumayan berumur, sehingga kinerjanya masih menggunakan metode lama, bahkan terkadang banyak yang susah mengaplikasikan komputer," jelasnya.

Pendapat lain datang dari Cut Della Razaqna, Ia merupakan sarjana baru dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu Universitas di Aceh. Gadis yang akrab disapa Della ini mengaku, meski merasa jalan karir sarjana baru kian sempit, namun ia terbilang cukup tenang dan tidak terlalu khawatir. 

"Nggak perlu khawatir, pasti ada jalan. Apalagi kebijakan pemerintah ini sering berubah. Bisa jadi dengan pengurangan tenaga honorer, kuota PNS ditambah. Atau mungkin ada kebijakan lain yg bakal membantu kita. Gimana pun, rezeki kita nggak bakal ke mana," katanya.

Namun, Della tak menampik, fakta bahwa penghapusan tenaga honorer serta tidak diselenggarakannya CPNS tahun ini akan sangat berpengaruh pada sarjana baru, terlebih mereka dari lulusan pendidikan. 

"Iya sih. Memang katanya nggak ada lagi CPNS untuk guru, sekarang cuma PPPK dan itu pun syaratnya harus sudah ada nomor dapodik (biasanya setelah 2 tahun honor di sekolah) atau lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG)," sebutnya,

Della menambahkan, kebingunan sarjana pendidikan seperti dirinya saat ini adalah melanjutkan S2 atau PPG dengan biaya yang jauh lebih mahal. 

"Sekarang mau lanjut PPG takutnya nanti udah berubah lagi kebijakan pemerintah, biaya kuliah PPG juga lumayan mahal. Bingung mau lanjut S2 atau PPG, tapi lebih bingung lagi karena nggak ada biaya," ujar Della.

Tak hanya Putri dan Della, hal serupa juga dialami Nurhaliza, sarjana baru yang satu ini bahkan masih bingung akan memulai karirnya dari mana. Selain CPNS yang juga kabarnya tidak diselenggarakan tahun ini, Liza bahkan lebih dulu merasa bahwa tes seleksi posisi tersebut tentu tidak mudah.

"Kalau katanya intansi pemerintah cuma akan ada PNS dan PPPK, emangnya gampang lulus PNS/PPPK?. Bahkan sebenarnya kontrak pun sulit lulus, kecuali ada kerabat alias orang dalam, sama aja sih kalau kita tes tapi nggak ada privilege," katanya.

Sejak lima bulan yang lalu, Liza masih bergelut dengan impian dan izin orang tua. Liza mengaku, orang tuanya lebih setuju jika ia bisa bekerja di instansi pemerintah. 

"Sebenarnya jujur, dari dalam hati pengen jadi wartawan atau kerja di penyiaran, tapi izin orang tua tidak bisa saya dapatkan. 70% orang tua Indonesia kayaknya bakal senang anaknya PNS," ujarnya.

Mereka sepakat memberikan pendapat, bahwa penghapusan tenaga kontrak akan mempersempit jalan karir sarjana baru.

"Lapangan kerja udah sempit makin sempit," kata Liza.

Setelah mengetahui kebijakan tersebut, Liza berencana akan melanjutkan pendidikannya hingga S2, sambil tetap mencoba mencari pekerjaan lain.

"Let it flow aja, usaha ada, doa ada, tapi nggak mau memaksakan keadaan. Karena memang niatnya juga setelah S1 mau langsung lanjut S2," pungkasnya. 

Sementara Della, dirinya akan terus belajar sambil mengerjakan pekerjaan sampingan. Della yakin, rezeki tidak akan salah jalan.

"So, sekarang Dela kerjakan apa yg bisa sambilan terus belajar. Dela ingat kata dosen pembimbing, coba aja jalan yg mungkin, nanti bakal temukan jalan yang terbaik, bakal temukan rezeki kita. Jadi khawatir, tapi nggak terlalu," katanya. 

Putri justru lebih ekstrem, ia mengaku akan terus melamar di BUMN jika peluang di intansi pemerintah semakin berkurang, di samping ia juga membuka usaha kecil-kecilan.

"Ke depan ya paling bakal tes-tes lagi dimana ada lowongan, terkhusus BUMN sih. Cuma sambil nunggu lowongan itu ya sambil ngembangin usaha juga, jadi nggak fokus ke satu aja," ujarnya. 

Putri berharap, setidaknya tenaga kontrak tetap diadakan dengan proses rekrutmen yang sama ketatnya dengan PNS/PPPK. 

"Kalau disuruh buka lapangan kerja lain, kayaknya nggak mungkin, ya paling tetap diadakan saja tenaga kontrak dengan proses rekrutmen, atau kuota PNS ditambah, dan balik lagi ke diri sendiri gimana caranya malah kita yang membuka lapangan pekerjaan buat orang lain, supaya angka pengangguran nggak semakin bertambah," pungkasnya. 

Untuk diketahui, per-Agustus 2021, berdasarkan sumber data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, jumlah pengangguran di Aceh sebanyak 159 ribu orang. Namun, bila dibandingkan Agustus 2020 saat awal Covid-19 masuk ke Indonesia, jumlah pengangguran Agustus 2021 menurun sebanyak 8 ribu orang. Pada Agustus 2021, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 31,55 persen. Sedangkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi yaitu diploma dan Universitas hanya sebesar 18,32 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa, masih sangat sedikit sarjana yang bekerja di Aceh.[]

Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...