Kampus di Aceh Harus Miliki Pusat Studi Penanganan Pengungsi

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Abdul Rani Usman menyampaikan, Perguruan Tinggi khususnya di wilayah Provinsi Aceh harus membentuk Pusat Studi Lintas Negara (PSLN) atau Pusat Studi Penanganan Pengungsi (PSPP).
Lembaga tersebut dinilai menjadi penting di kampus dalam rangka meneliti tentang komunikasi antar budaya, perilaku dan hal lain dari kehidupan masyarakat dari berbagai Negara.
Menurut Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu, Indonesia merupakan negara yang digunakan untuk transit oleh para pengungsi atau pencari suaka, seperti yang telah terjadi di Aceh beberapa kali dari etnis Rohingya.
“Selama ini pengungsi etnis Rohingya yang terdampar dan tinggal di Aceh dalam jangka waktu yang lumayan lama, sebelum mereka dipindah tempatkan ke wilayah Sumatera Utara. Selama di Penampungan mereka belajar tentang komunikasi antar budaya, adat istiadat, keagamaan, mereka juga belajar tentang sopan santun atau etika kehidupan masyarakat aceh,” kata Abdul Rani, dalam keterangan tertulis, Rabu (28/4/2021).
Oleh sebab itu, kata Rani, ke depan setiap kampus harus ada Pusat Studi Lintas Negera, atau lebih dikhususkan kepada Pusat Studi Penanganan Pengungsi. Lembaga tersebut nantinya akan meneliti dan mengkaji berbagai hal dari perspektif akademisi, dalam rangka melahirkan format yang baik dalam memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan terhadap pengungsi.
“Akademisi memerlukan konsentrasi pembinaan pengungsi, sebab di Aceh hampir setiap tahun ada pengungsi, terutama wilayah yang rawan bencana dan juga pengungsi yang datang dari luar. Akademisi dari berbagai perguruan tinggi, terutama UIN Ar-Raniry perlu membentuk suatu lembaga atau pusat Studi Lintas Negara atau Pusata Studi Penanganan Pengungsi,” ujarnya.
Dikatakannya, banyak hal yang dapat dikaji tentang penanganan pengungsi, antara lain pola komunikasi yang dilakukan, pembinaan bagi korban, trauma healing bagi anak-anak serta pendampingan yang dapat dilakukan bagi pengungsi.
Rani menambahkan, selama ini para pengungsi dari Rohingya sangat nyaman berkomunikasi dengan orang Aceh, karena ada beberapa kesamaan, kepercayaan, budaya dan juga dari segi makanannya. Sehingga mereka sangat akrab dengan masyarakat sekitar terutama dengan lembaga dan para aktivis kemanusiaan yang selama ini telah menjaga mereka.
“Kami berkesempatan mengunjungi para pengungsi pada acara perpisahan mereka dengan lembaga terkait seperti UNHCR, IOM, Yayasan Getanyo, PMI, ACT, Tim dari Pemerintah serta masyarakat sekitar, pada kesepatan itu juga kami mengantar paket bantuan dari Pensiunan Bank Aceh,” kata Rani.
Komentar