Kisah Mahasiswa Aceh Rayakan Idul Fitri di Korsel saat Pandemi

"Yang paling dirindukan biasanya sebelum lebaran, belanja dan buat kue sama mamak. Biasanya kue bawang sama seupet dan bolu," ungkap Khiththati, mahasiswa asal Aceh yang kini sedang menyelesaikan Pascasarjana (S-2) di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) Seoul, Korea Selatan.
Wanita yang akrab disapa Tati ini sudah dua tahun menjalankan puasa Ramadan dan Idul Fitri di Negeri Ginseng itu. Mirip-mirip di Indonesia, karena kondisi pandemi Covid-19, lanjut Tati, lebaran di Korea Selatan tidak boleh dirayakan dengan cara kumpul-kumpul semisal makan bersama di restoran atau tempat lain yang memicu kerumunan.
"Sebenarnya beberapa tahun lalu pernah juga Idul Fitri di Korea sekali. Saat itu kondisinya lebih ramai dan lebih seru. Bisa lebaran juga ke rumah teman dan makan-makan. Kalau sekarang, karena peraturan dilarang berkumpul lebih dari lima orang, jadi kalau mau makan-makan di restoran misalnya, siap salat ya nggak bisa ramai-ramai," kata Tati menceritakan suasana lebaran di Korea Selatan kepada readers.ID, Minggu (16/5/2021).
Tak ada persiapan khusus yang dilakukan Tati pada H-1 Idul Fitri. Terlebih pada puasa terakhir, mahasiswa Pascasarjana Departement International and Area Study di HUFS Seoul, Korea Selatan, ini masih masuk kuliah pada pagi dan malam harinya.
"Buka puasanya juga di kampus, karena ada kelas. Jadi otomatis nggak ada persiapan apa-apa. Sampai di rumah sudah jam 10 malam lebih, jadi cuma siapin tidur cepat agar bisa salat Id besok paginya. Beruntung sore sih (kuliahnya besok), kalau pagi mungkin nggak salat Idul Fitri," tuturnya.
Mahasiswa asal Aceh yang merupakan alumnus Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry ini menceritakan, perbedaan lebaran di Aceh dengan Korea Selatan yakni masjidnya yang jauh, sekitar satu jam perjalanan menggunakan kereta bawah tanah.
"Kalau biasanya dari rumah ke masjid sama mamak nggak sampai 10 menit sambil dengar takbir. Lebaran di Korea, masjid jauh dan harus naik kereta bawah tanah. Mana rumah dan masjid kurang lebih satu jam perjalanan dan perginya sendiri aja, jadi lebaran di sini terasa sepi aja," ungkap Tati.
Tati menceritakan, salat Idul Fitri di Masjid Besar Itaewon atau Seoul Sentral Mosque, banyak jamaah yang salat di luar karena terbatasnya kuota salat dalam masjid di tengah pembatasan protokol kesehatan saat pandemi Covid-19.
"Banyak jamaah yang salat di luar (masjid), gelar sajadah di jalan. Awalnya karena nggak punya sajadah besar, mau salat agak jauh aja di tempat yang lebih lapang. Eh tiba-tiba ada yang datang kasih sajadah sambil bilang 'sister take this'. Tapi pas selesai salat, udah nggak jumpa lagi sama orangnya," ujarnya.
Ia juga bercerita, umat muslim di Korea Selatan saling mengucapkan "Eid Mubarak" walau tidak saling mengenal antara satu sama lain ketika lebaran tiba.
Rindu Lebaran di Aceh
Tati yang kini sudah dua kali puasa Ramadan dan Idul Fitri di Korea Selatan mengaku rindu dengan suasana lebaran di Aceh. Yang paling dirindukan menurutnya, belanja dan buat kue bersama sang ibu saat menjelang lebaran.
"Biasanya kue bawang sama seupet dan bolu. Karena kami nggak suka daging, biasa mamak masak rendang kacang merah," ungkap Tati mengenang suasana lebaran di Aceh.
"Kangen juga masakan sie aweh teulhe buatan Nyak Ngoh. Siap salat biasa kami kumpul di rumah Nyak Ngoh dan ke kuburan nenek sama-sama. Pulangnya makan. Sering gangguin Nyak Ngoh sama anaknya buat minta uang jajan lebaran. Kalau ingat lucu aja, tapi tetap dikasih walaupun udah gede juga," tambah Tati sembari tertawa.
Mahasiswa asal Aceh yang kini sedang menyelesaikan Pascasarjana di HUFS Seoul, Korea Selatan itu juga mengaku rindu suasana berburu lontong saat hari lebaran tiba.
"Jam 11-an (biasanya) sudah ngumpul di rumah teman-teman kecil buat ke rumah masing-masing sambil berburu lontong. Kangen lontong pasti," pungkasnya sambil tertawa di balik ujung sambungan telepon.
Komentar