Kisah Penyintas Covid-19: Dini Hari Itu, Isoman Dimulai (1)

Waktu Baca 8 Menit

Kisah Penyintas Covid-19: Dini Hari Itu, Isoman Dimulai (1)
Vaksin Sinovac | Hotlisimanjuntak | readers.ID

"Ibu Endah, berdasarkan hasil swab antigen menyatakan ibu terkonfirmasi positif Covid 19," kata Dokter Jono, dokter IGD RS Siloam Bogor yang bertugas 15 hari lalu.

Kisah ini dituliskan kembali oleh readers.ID Senin (12/7/2021), seperti diceritakan Endah Lismartini, penyintas Covid-19 melalui akun facebooknya setelah 11 hari melakukan isolasi mandiri (Isoman) di kediamannya di Jakarta. Ia juga bingung dari siapa tertular virus tersebut, selama ini telah cukup ketat menerapkan protokol kesehatan sebagaimana dianjurkan pemerintah.

Akhirnya Endah Lismartini, seorang jurnalis di ibu kota Indonesia dan juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menuliskan pengalaman ini pertama kali pada tanggal 8 Juli 2021, setelah 11 hari Isoman di rumahnya.

Selama isoman, dia tak main Facebook dan Instagram, tapi hanya memilih menonton TikTok sebagai hiburan. Hampir 9 hari dia tak kuat membaca, dan tak kuat duduk dan berdiri berlama-lama. Hanya tiduran, sambil sesekali menonton TikTok.

Akhirnya, dia dan suami menjadi salah dua dari mereka yang terpapar virus ini. dia tak tahu persis di mana dan oleh siapa terpapar. Hal yang ia ingat sekarang, sebelum terpapar, dia memang kurang tidur dan tak mengonsumsi vitamin seperti yang biasa dlakukan setelah Covid-19 menggila.

Hari pertama, gejala yang  ia rasakan muncul di malam hari. Kepala pusing dan telinga berdenging, namun beberapa pekerjaan yang belum selesai membuat dia menunda tidur. Setelah ada kesempatan tidur, sepertinya sudah terlambat. Hari kedua, suhu tubuh mulai naik, berbarengan dengan pilek dan sakit tenggorokan. Dia mencoba mengatasinya dengan meminum parasetamol dan obat flu. Minum air hangat, makan dan tidur. Sayangnya, tak berpengaruh.

Hari ketiga, dia merasa lemas dan terus memejamkan mata meski tak ingin tidur. Jam dua siang, suaminya Wanda Faisal Aziz rupanya izin pulang dari kantor.  Wanda memaksanya pergi ke dokter. Siang itu, nyaris semua klinik di Bogor penuh dan antre.

“Satpam yang kami tanya bilang, itu gabungan antara yang ingin berobat dan ingin tes antigen. Melihat kondisi saya yang lebih banyak diam dan terus memejamkan mata, beliau berinisiatif membawa ke IGD RS Siloam Bogor,” tulis Endah di akun facebooknya.

Baru masuk ruang IGD, petugas langsung mendatangi. Menanyakan keluhan, ketika Endah menyampaikan keluhannya ada batuk dan pilek, langsung diarahkan masuk IGD isolasi. Ruangan tertutup dan hanya satu kasur. Perawat laki-laki lalu datang, menyebutkan nama, jabatan dan tindakan apa yang akan mereka lakukan sambil menunggu dokter memeriksa. “Melihat saya yang lemas dengan nafas yang pendek-pendek, saya diberi oksigen, dan infus vitamin. Alhamdulillah, saturasi oksigen masih 97,” jelasnya.

Tak sampai 15 menit dokter datang, kata Endah, dengan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, tapi terlihat sepertinya usianya masih muda. Dengan nada tegas dan cekatan, dokter menjelaskan selain memerintahkan pasang oksigen dan infus vitamin, dia sudah meminta perawat untuk melakukan tes antigen, dan pengambilan darah lengkap. Dia juga menanyakan riwayat kesehatan saya dengan detil.

Sepanjang sore hingga malam, saya dan suami mendengar dan menyaksikan, bagaimana gaduhnya ruang IGD. Tak hanya menangani pasien dengan gejala batuk pilek demam atau gejala Covid lainnya, tapi juga pasien yang datang dalam kondisi tak sadar.

 Ada  anak yang lidahnya tergigit hingga nyaris putus, pasien kecelakaan yang patah kaki, dan lain lain. Beberapa kali saya mendengar, mereka menolak pasien karena tak ada lagi bed yang kosong. Juga mengajak keluarga pasien yang datang untuk melihat bed yang dipenuhi pasien yang terbaring dengan berbagai keluhan.

Sekitar jam 9 malam, dokter kembali datang. Meminta maaf karena membuat saya menunggu terlalu lama, menjelaskan dan menceritakan bagaimana penuhnya IGD dan betapa dia belum beristirahat sejak bertugas di pagi hari sampai akhirnya menemui saya lagi malam itu.

Dokter lalu membacakan hasil tes. "Ibu Endah, berdasarkan hasil swab antigen, saya Dokter Jono, dokter IGD RS Siloam Bogor yang bertugas hari ini, menyatakan ibu terkonfirmasi positif Covid 19."

Lalu saya bertanya, apakah saya perlu tes PCR? Dokter Jono bilang tak perlu. "Karena ibu bergejala, dan tes antigen reaktif, maka sudah pasti ibu positif. Kalau ibu bergejala, tapi tes antigen non reaktif, maka PCR sangat diperlukan untuk memastikan. Karena bisa jadi non reaktifnya adalah semu.

“Nah, karena ibu sudah positif Covid, maka saya sarankan suami dan anak-anak untuk PCR. Supaya langsung terdeteksi tanpa menunggu gejala," ujar dokter.

Dokter mengatakan, karena bergejala ringan maka saya boleh isoman di rumah selama 10 hari. Tapi jika ditengah isoman saturasi oksigen turun hingga di bawah 92, maka saya wajib mencari rumah sakit terdekat.

Begitu juga jika saya merasakan sesak nafas. Dokter juga menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan selama isoman. Lalu perawat datang, memberikan obat dan vitamin yang harus saya konsumsi.

Banyak juga ternyata. Sebelum keluar ruangan, dokter melihat ke suami, lalu mengatakan, "dugaan saya, bapak juga positif Covid. Segera cek ya pak. PCR ya,” pesan dokter.

Saya memutuskan memberitahu keluarga dan beberapa rekan terdekat, termasuk beberapa yang ada kontak dengan saya sejak saya mulai bergejala. Sengaja tak memberitahu banyak orang, saya hanya ingin sedikit privasi karena tak yakin akan baik-baik saja secara fisik.

Hampir jam 12 malam kami akhirnya keluar dari ruangan IGD. Sebelumnya saya sudah mengontak anak-anak, meminta agar kamar Adlan dikosongkan untuk saya. Dini hari itu, isolasi mandiri di mulai. [Bersambung]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...