Konferensi Pelokalan Indonesia Digelar di Aceh, Angkat Tema 20 Tahun Tsunami

Waktu Baca 7 Menit

Konferensi Pelokalan Indonesia Digelar di Aceh, Angkat Tema 20 Tahun TsunamiFoto: Fadlan/Oxfam
Puji Pujiono, Chairman of Steering Committee untuk NEAR Global Localisation Lab bersama rekan-rekan AP-KI meluncurkan Indonesian Localisation Lab dalam Gala Dinner di Konferensi Pelokalan Indonesia.

BANDA ACEH, READERS – Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia (AP-KI) dan Network for Empowered Aid Response (NEAR) menyelenggarakan Konferensi Pelokalan Indonesia dan Asia-Pacific Local Leaders Summit pada 19-22 Agustus 2024 di Hotel Hermes, Banda Aceh.

Konferensi bertajuk “Merapatkan Barisan untuk Penguatan Pelaku Lokal Respon Kemanusiaan dan Membangun Ketangguhan” ini dihadiri 50 lembaga lebih dari dalam dan luar negeri.

Puji Pujiono dari Pujiono Centre, salah satu pemrakarsa Localisation Lab di Asia-Pasifik menjelaskan, “konferensi nasional dan pertemuan tingkat tinggi ini merupakan momentum untuk memastikan pemenuhan komitmen global terhadap pelokalan dari pihak para pelaku internasional dan penguatan posisi dan kapasitas para pelaku dan jaringan pada pihak organisasi dan jaringan masyarakat sipil lokal.” 

Dia menyebutkan konferensi ini digelar untuk menjadi ruang berbagi pengalaman, praktik terbaik, tantangan dan peluang dalam mendekatkan bantuan kemanusiaan kepada komunitas dan memastikan respons yang komprehensif, efektif, dan berlandaskan prinsip kemanusiaan terhadap krisis kemanusiaan.

"Tujuan utama konferensi ini adalah untuk menjawab tantangan kemanusiaan, baik di tingkat nasional maupun regional, dengan memastikan pemenuhan kebutuhan dan perlindungan dasar, serta meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi krisis yang berkepanjangan," sebutnya. 

Dalam acara ini, para peserta berdiskusi tentang langkah-langkah yang dapat diambil guna mengkonsolidasikan sektor kemanusiaan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Salah satu rekomendasi utama yang dihasilkan dari konferensi ini adalah kesepakatan membentuk National Reference Group (NRG) atau Kelompok Referensi Nasional di Indonesia. 

Grup ini akan menjadi wadah bagi berbagai aktor kemanusiaan, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil (OMS), organisasi perempuan, lembaga donor, PBB, LSM internasional, pelaku lokal, dan komunitas terdampak, untuk duduk bersama dalam suasana sejajar dan mencari solusi bersama atas tantangan kemanusiaan yang dihadapi. 

"Dengan NRG ini, diharapkan ekosistem kemanusiaan Indonesia dapat diperkuat melalui koordinasi dan kolaborasi yang lebih baik antar seluruh pemangku kepentingan," kata Puji.

Dilandasi semangat hari kemanusiaan sedunia dan kebangkitan Aceh dari tsunami Samudra Hindia 2004, konferensi ini menegaskan semangat dan pemaknaan sistem kemanusiaan dengan peran sentral pelaku lokal. 

Termasuk diantaranya menyepakati definisi pelokalan, mendukung pengakuan dan penguatan kepemimpinan lokal, dan memberikan berkolaborasi secara inklusif melalui penguatan jaringan organisasi masyarakat sipil lokal dan pembentukan NRG.  

Di tengah kondisi demokrasi Indonesia yang terus berkembang, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lokal termasuk organisasi kemanusiaan dan organisasi perempuan telah memainkan peran yang sangat penting dalam respons kemanusiaan. 

Sejak pandemi COVID-19, OMS Indonesia telah berhasil meningkatkan efektivitas kemanusiaan di seluruh negeri. Kolaborasi dan jaringan sektor kemanusiaan merupakan kunci dalam memperkuat kapasitas organisasi lokal untuk merespons krisis kemanusiaan dengan lebih baik.

"Pelokalan respon kemanusiaan ini menjadi penting karena dengan dukungan komunitas lokal, para aktor kemanusiaan lokal diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di sekitarnya," kata Jemilah Mahmood selaku Grand Bargain Ambassador. 

Selain itu, sebutnya, inklusivitas juga perlu didorong dalam mencapai kepemimpinan lokal dalam kemanusiaan. Gender dalam situasi kemanusiaan adalah hal yang niscaya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. 

"Pertimbangan gender dalam situasi kemanusiaan sangatlah penting. Di lain sisi, penguatan peran dan pengkapasitasan aktor lokal pun masih perlu terus digagas untuk membangun infrastruktur kemanusiaan yang semakin mapan ke depan,” ujarnya.

Khotimun Sutanti dari Asosiasi LBH APIK yang merupakan salah satu tim kerja inti dari Women Local Humanitarian Leaders Consortium menambahkan, “pelokalan tidak hanya tentang mendekatkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, tetapi juga tentang memastikan perspektif dan pengalaman perempuan diakui." 

Dia mengatakan perempuan merupakan salah satu kelompok dengan resiko berganda pada saat situasi krisis. Dia mencontohkan saat tsunami Aceh 2004, jumlah korban perempuan 4 kali lipat dibanding laki-laki. 

"Juga menajamnya kekerasan berbasis gender kita bisa temukan di berbagai dampak kejadian bencana, seperti di Palu, dan Cianjur, juga saat pandemi COVID-19. Dalam krisis kemanusiaan di belahan dunia lain seperti di Palestina, korbannya 75% adalah perempuan, dan di Ukraina 60% dari demografi pengungsi yang tersebar adalah perempuan," jelasnya. 

Hal ini kata Khotimun membuktikan sebagai kelompok masyarakat yang seringkali paling terdampak, perempuan memiliki peran kunci dalam memimpin respon dan pemulihan bencana. 

Disisi lain, telah banyak inisiatif yang lahir dari kepemimpinan perempuan dan memberikan dampak pada resiliensi masyarakat maupun sebagai non-humanitarian actors yang melakukan first responder. 

"Maka penguatan kepemimpinan perempuan dalam kerja kemanusiaan dapat menjadi motor utama perubahan yang lebih inklusif dan berkelanjutan," tegasnya.[]

Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...