Masjid Bersejarah yang Bisa Dikunjungi Selama Ramadan di Aceh

Ramadan menjadi bulan yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat muslim di tanah air. Meski masih di tengah wabah pandemi Covid-19, tak menyurutkan langkah warga, untuk mengisi hari-harinya dengan berbagai kegiatan ibadah termasuk menikmati wisata Ramadan.
Bagi kamu yang ingin menikmati wisata religi, Aceh merupakan salah daerah yang menyuguhkan ragam cerita. Mulai dari tradisi unik masyarakat di tengah bulan puasa, hingga kisah-kisah sejarah menarik di balik beberapa masjid megah yang ada di tanah Seulanga itu.
Dikutip dari berbagai sumber, readers.ID telah merangkum beberapa masjid bersejarah di Banda Aceh dan Aceh Besar, yang bisa kamu kunjungi untuk menambah ilmu pengetahuan selama bulan Ramadan.
1. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman (MRB) yang berada di tengah-tengah Kota Banda Aceh ini, selain menjadi masjid kebanggaan masyarakat juga merupakan ikonnya Ibu Kota Provinsi Aceh. MRB merupakan salah satu masjid yang pernah menjadi pusat pembelajaran ajaran Islam di nusantara.
Masjid yang dibangun pada masa Kesultanan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M, mempunyai sejarah panjang pada masa penjajahan Belanda. MRB pernah dibakar oleh tentara Belanda kedua pada bulan Safar 1290/April 1873 M.
Dalam peristiwa tersebut menewaskan pimpinan pasukan tentara Belanda Mayjen Kohler. Untuk meredam kemarahan orang Aceh, kemudian tahun 1877 Belanda kembali membangun Masjid Raya Baiturrahman. Pada saat Aceh berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan, yang merupakan Sultan Aceh terakhir.
MRB juga menjadi salah masjid yang masuk dalam catatan sejarah peristiwa bencana tsunami 24 Desember 2004 silam. Masjid yang memiliki tujuh kubah itu, tetap berdiri kokoh saat diguncang gempa dan dilumat tsunami.
Ribuan masyarakat yang lari ke dalam masjid juga ikut terselamatkan dari amukan gelombang tsunami. Saat ini, MRB menjadi objek wisata religi yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Dengan keindahan arsitekturnya, menjadikan pilihan utama bagi setiap pengunjung setiba di kota Banda Aceh.
2. Masjid Baiturrahim Ulee Lheue
Masjid Baiturrahim Ulee Lheue juga merupakan salah satu masjid bersejarah peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Pada saat itu masjid Baiturrahim bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu.
Pada 1873 ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jamaah masjid terpaksa melaksanakan shalat Jumat di Ulee Lheue. Sejak saat itulah masjid ini berganti nama menjadi Masjid Baiturrahim.
Dulunya bangunan masjid ini terbuat dari kayu, hingga pada tahun 1922 Pemerintah Hindia Belanda membangun Masjid Baiturrahim dengan material permanen berarsitektur Eropa dan berkaligrafi ejaan Arab Jawi.
Masjid Baiturrahim terletak di sudut kota Banda Aceh, Ulee Lheue, kecamatan Meuraxa. Masjid ini juga menjadi catatan sejarah dalam tsunami Aceh 24 November 2014 silam.
Dimana masjid yang terletak di bibir pantai laut Ulee Lheue itu selamat dari amukan gelombang tsunami. Hingga saat ini, Masjid Baiturrahim juga menjadi masjid kedua yang paling banyak dikunjungi wisatawan setelah Masjid Raya Baiturrahman.
3. Masjid Teungku Di Anjong
Masjid Teungku Di Anjong didirikan oleh Sayyid Abu Bakar bin Husein Bafaqih, pada abad ke-18 sekitar tahun 1769 M. Ia merupakan seorang ulama dari Arab, yang mengembara untuk mendakwahkan ajaran Islam. Dirinya dianggap sebagai orang keramat oleh masyarakat, lalu mendapatkan gelar Teungku di Anjong.
Masjid Teungku Di Anjong berada di Gampong Peulanggahan, Kecamatan Kutaraja atau di lembang Krueng (sungai) Aceh. Di pekarangan masjid ini dulunya juga didirikan pondok pesantren, untuk para santri yang menuntut ilmu bersamanya. Para santri tersebut tidak hanya berasal dari Aceh, tetapi juga berasal negeri jiran Malaysia.
Selain tempat menimba ilmu pengetahuan Islam, juga dijadikan sebagai manasik haji bagi jamaah yang datang dari berbagai wilayah di nusantara. Dulunya, bangunan masjid Teungku Di Anjong dibangun dengan memakai bahan kayu, berbentuk segitiga memanjang ke atas, dan mempunyai tiga lantai.
Pada 24 Desember 2004, masjid yang berada sekitar 2,50 M dari bibir pantai itu rusak akibat gelombang tsunami. Pasca peristiwa tersebut, masjid ini kemudian
dibangun kembali warga Peulanggahan tanpa menghilangkan bentuk aslinya.
Di sekitar pekarangan masjid, juga dibangun monumen untuk mengenang para warga gampong Peulanggahan yang terkena korban tsunami 10 tahun silam.
4. Masjid Tuha Ulee Kareng
Masjid ini hampir menyerupai masjid Tengku Di Anjong Peulanggahan, dan Masjid Tuha Indrapuri. Hanya saja masjid ini memiliki perkarangan kecil dibanding dengan kedua masjid tersebut.
Masjid Tuha Ulee Kareng didirikan oleh Sayyid Al Mahalli, seorang ulama dari Arab. Ia datang bersama anaknya dan Teungku Di Anjong untuk menyiarkan ajaran Islam. Setiba di Aceh, Sayyid Al Mahalli memilih Lamreung sebagai tempat menyiarkan ajaran Islam, sedangkan Teungku Di Anjong memilih Peulanggahan.
Masyarakat Aceh pada umumnya masih sedikit mengetahui tentang sejarah dan keberadaan masjid bersejarah ini. Lokasinya berada di kawasan Simpang 7 Ulee Kareng, memasuki sebuah lorong kecil atau tepat berada di depan MIN 1 Ulee Kareng.
Anak-anak kayu berwarna coklat menjadi dinding masjid ini, di sekitar perkarangan masjid terdapat pula beberapa makam, yang katanya adalah makam para ulama dan tengku di desa Ulee Kareng dulunya.
Bangunan masjid ini masih berkonstruksi kayu, dengan delapan tiang yang menjadi penopang. Bangunannya juga masih berarsitektur alami. Masjid ini sangat tepat untuk dijadikan salah satu objek wisata Ramadan, bernuansa klasik dan berada di kawasan pedesaan.
5. Masjid Tuha Indrapuri
Masjid Tuha Indrapuri dulunya merupakan Candi yang didirikan oleh orang Hindu di Aceh, kemudian dihancurkan setelah masuk dan berkembangnya agama Islam. Di atas reruntuhan Candi, selanjutnya dibangun masjid yang diberi nama Masjid Indrapuri oleh Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1607-1636.
Masjid Tuha Indrapuri terletak di Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Masjid beratap tiga lapis tersebut menjadi bukti sejarah yang masih utuh hingga saat ini.
Bangunan masjid dibangun di area seluas 33.875 meter, seluruh bangunan berkonstruksi kayu dengan beberapa ukiran tradisional bernuansa arab. Denah masjid ini berbentuk bujur sangkar berukuran 18,80 meter x 18,80 meter dengan tinggi bangunan 11,65 meter.
Indrapuri adalah kerajaan yang pernah didirikan oleh orang-orang Hindu di Aceh. Asal mula kerajaan ini berawal dari adik perempuan Putra Harsha yang pada tahun 604 M, melarikan diri dari kerajaannya ke Aceh. Indrapuri merupakan bagian Kerajaan Hindu Indrapurwa, termasuk Indrapatra.
Masjid beratap tumpang ini dibangun di atas tembok undakan empat lapis yang terbuat dari batu kapur bercampur tanah liat. Tinggi tembok rata-rata mencapai 3 meter. Sementara bangunan masjid dikelilingi tembok undakan ke empat dengan ketinggian 1,48 meter.
Untuk masuk ke dalam masjid, para jamaah atau pengunjung harus melewati pintu utama di sebelah timur masjid. Di depan pintu masuk terdapat kulah atau kolam tempat penampungan air yang digunakan untuk berwudhu.









Komentar