Mendobrak Ekspor Produk UMKM Aceh ke Pasar Global

Penulis:

Keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19 melanda dunia yang berimbas hingga ke Aceh. Tak membuat M Ichwan Saputra (32) patah arang. Bermodal nekad dan percaya diri, dia sukses mengangkat derajat produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan produk unggulan Aceh naik kelas ke pasar global melalui perusahaan yang dirintasinya PT Boymaxwell Indojaya Grup.

Tak sia-sia, bermodal kejelian melihat peluang, mau belajar dan berusaha membangun jaringan internasional, Ichwan yang tak punya pengalaman di dunia ekspor-impor berhasil melakukan ekspor perdananya berupa hand bag atau tas tangan motif Aceh seberat 1 kontainer 40 feet FCL ke Los Angeles, Amerika Serikat melalui Pelabuhan Belawan pada Kamis (1/7/2021).

Walau masih seumur jagung, kemauan dan tekad yang kuat untuk membangkitkan ekonomi Aceh, pelan-pelan digagas Ichwan melalui perusahaan yang dibangunnya. Kendati usia perusahaan baru tiga bulan, PT Boymaxwell Indojaya Jaya Grup yang selanjutnya disebut Boymaxwell Group berhasil 'pecah telur' melalui ekspor perdana ke AS. 

"Covid-19 adalah bencana bagi semua orang, namun di balik sebuah bencana pasti ada peluang," begitulah kalimat yang selalu diulang-ulang anak muda sekaligus putra asli Aceh yang lahir dan menetap di Banda Aceh itu saat ditemui readers.ID di salah satu kafe, Sabtu (3/7/2021).

Cita-cita Ichwan sederhana, meningkatkan nilai jual produk UMKM dan komoditas unggulan Aceh, meninggalkan gelar provinsi termiskin dan kembali menjadi pemain utama di pasar global sebagaimana mengulang kejayaan Aceh di masa lalu.

"Aceh pernah berjaya di masa lalu karena pendahulu kita adalah eksportir rempah-rempah yang mendunia. Sekarang kenapa tidak? Saya dan kita semua punya kesempatan untuk memasarkan kembali produk Aceh kepada dunia," ungkapnya.

Saat tas motif Aceh dipasarkan di Amerika, lanjut Ichwan, dipakai sama artis-artis Hollywood, tentu ada perasaan bangga bagi dirinya sebagai putra asli Aceh. "Dan ini juga berdampak terhadap UMKM kita, karena hasil produksi mereka naik kelas hingga 700 persen di AS," ungkap Ichwan.

Ia berujar, sudah saatnya anak-anak muda Aceh memanfaatkan teknologi digital untuk mendobrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh, di tengah situasi yang tak baik-baik saja bagi provinsi ujung barat Indonesia ini.

"Selama ini kita selalu bicara potensi, tapi lupa mengubahnya menjadi konversi (penghasilan)," kata Ichwan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Mohd Tanwier mengapresiasi pencapaian tersebut dan berharap anak-anak muda lainnya di Aceh bisa mengikuti jejak Ichwan dalam dunia ekspor yang nantinya berdampak pada pertumbuhan perekonomian Aceh di masa yang akan datang.

"Kalau bisa ajak teman-teman yang lain, minimal bisa menjadi pemasok buat beliau supaya bisa ekspor ke luar negeri. Dan ini tentu berdasarkan kualitas kontrol dan standarisasi di bawah pengawasan beliau, supaya diterima pasar global," ujar Tanwier.

Kadisperindag Aceh itu juga meminta agar anak-anak muda yang sudah melakukan debut ekspor ke luar negeri untuk merekrut dan ikut membimbing para calon-calon eksportir lainnya di Aceh ke depan.

"Ajak teman-temannya supaya melakukan hal yang sama seperti yang beliau lakukan. Yang lain mungkin belum punya kesempatan, dengan gabung-gabung bersama beliau pada akhirnya bisa ekspor sendiri nanti," harap Tanwier.

Diketahui, salah satu komoditas unggulan yang sudah mendunia dari Aceh adalah kopi. Terlebih Indonesia merupakan eksportir kopi ke-4 terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu perhatian CEO dan Founder Boymaxwell, M Ichwan Saputra.

"Ini kesempatan sebenarnya. Apalagi Aceh terkenal dengan kopi Gayonya yang sudah mendunia, tinggal bagaimana kita memasarkannya di market global. Kita harus membuka pasar ke negara tujuan ekspor yang baru yang selama ini belum tahu keunggulan kopi Gayo," ungkap Ichwan.

Selain kopi, perusahaan trading produk komoditas asal Aceh itu juga membuka kesempatan pada produk lainnya untuk dipasarkan di market global.

Syarat utamanya, kata Ichwan, pertama kapasitas produksi per bulan memenuhi satu kontainer 20 feet atau setara 19,2 ton. Kedua, ada kontinuitas dan produksinya bukan bersifat musiman dengan catatan stabil selama minimal setahun. Ketiga, produknya lulus uji laboratorium sesuai dengan standar internasional.

"Produk komoditas apapun, kalau sudah memenuhi ketiga variabel itu, yuk kita bekerjasama untuk pasarkan produk teman-teman ke market global. Ingat, harga tas motif Aceh saja seperti yang kita ekspor kemarin, kalau harga pasarannya di Aceh berapa, diekspor ke AS sudah naik harga berkali lipat. Lebih untung," kata Ichwan.

Meski demikian, bila para UMKM belum siap dengan standar kualitas kontrol internasional, pihaknya akan bekerjasama dengan stakeholder untuk melakukan edukasi berupa pelatihan dan bimbingan mencapai standar tersebut.

"Kunci agar produk kita mau diterima di luar negeri, setidaknya harus memenuhi strategi 3R yakni repackaging, rebranding dan respositioning. Semua itu bisa dipelajari," jelas Ichwan.

Menurutnya, UMKM khususnya di Aceh selama ini berusaha menjual produk ke semua orang tanpa memahami segmen atau target market yang jelas. "Harusnya tak boleh begitu. Harus tersegmentasi (tertentu/terpisah) target pasarnya," jelas CEO dan Founder Boymaxwell Group itu.

Saat diminta bagaimana tips menjangkau pasar global melalui aktivitas ekspor, Ichwan menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan di antaranya yakni riset pasar, riset produk, kemasan menarik, penguatan brand, saluran distribusi, promosi dan marketing serta konversi (penjualan).

"Kemudian kita juga mendorong pemanfaatan media digital sebagai sarana promosi dan networking," ungkapnya.

Penduduk muslim di Tanah Air mencapai 87,2 persen sekaligus menjadikan status Indonesia sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Tak heran bila bangsa ini diproyeksi sebagai kiblat ekonomi dan halal tourism dunia di masa depan.

"Melihat potensi pangsa pasar syariah Indonesia yang begitu besar, kita harus curi start lebih awal. Sebab bicara ekonomi syariah dan halal tourism, selalu terpusat pada Aceh, sebab Aceh sebagai daerah satu-satunya yang menerapkan syariat Islam. Ini kesempatan," ungkap CEO dan Founder Boymaxwell Group itu.

Menyahuti potensi ini, pihaknya kini sedang merancang food supply chain management berbasis blockchain yang secara sederhana diartikan sebagai sistem yang memudahkan para konsumen melacak sebuah produk mulai dari siapa petani dan pengepulnya, hingga distributor sampai yang menyeduh produk tersebut ke konsumen.

"Misalnya kita minum kopi nih, kita bisa lacak melalui QR code di produk itu mulai dari siapa petaninya, distributor hingga baristanya. Dengan begini harga produk bisa terjual lebih mahal, karena konsumen tidak ragu lagi dari hulu ke hilirnya (traceability and transparency)," jelas Ichwan.

"Kemudian kalau kopinya enak, konsumen di Amerika sana bisa kasih uang tips ke petani kopi melalui barcode tadi, begitu sistem yang ingin kita bangun ke depan, sehingga dapat mensejahterakan pertani kopi," tambahnya.

Ia mencontohkan, di London, Inggris ada perusahaan yang namanya FoodHub. Mereka mau membeli produk dengan lebih mahal di atas 15 persen, bila produk yang dijual kepadanya punya traceability dan transparency (kemampuan melacak) melalui sistem blockchain ini.

Melalui sistem blockchain ini, konsumen punya gambaran yang jelas terkait proses produksi sebuah produk, termasuk kandungan nutrisi serta kehalalan sebuah produk mulai dari petani, hingga pengelolaan dan sampai ke tangan konsumen.

"Sederhananya, apa yang kita makan itu kita tahu asal-usulnya dari mana. Blockchain ini akan jadi teknologi di masa depan," ungkap Ichwan.

Diketahui dalam lima tahun terakhir (2016-2020), rata-rata perubahan nilai ekspor Aceh sebesar 41,26 persen ke pasar global. Sementara berdasarkan publikasi BPS per 1 Juli 2021, nilai ekspor Aceh pada bulan Mei 2020 (y on y) menunjukkan peningkatan sebesar 42,38 persen.

http://public.flourish.studio/visualisation/6696396/

Kebangkitan ekonomi daerah dalam mendukung pembangunan nasional menjadi salah satu konsen Ichwan, caranya melalui aktivitas ekspor impor perusahaan yang dirintisnya. CEO dan Founder Boymaxwell Group ini berupaya ambil bagian dalam proses pemulihan ekonomi nasional melalui sektor ini.

Tak hanya sampai di situ, lebih penting lagi menurut Ichwan adalah mendorong status Aceh sebagai provinsi termiskin se-Sumatera, menuju daerah yang mandiri dan sejahtera, kuat berdiri di atas kakinya sendiri tanpa harus bergantung dana Otonomi Khusus (Otsus) setiap tahunnya dari pusat di masa yang akan datang.

"Kita harus berupaya mengembalikan kejayaan Aceh sebagaimana di masa lalu, saat orang-orang masih sibuk berwacana, kita sebagai anak muda harus memiliki optimisme dan spirit yang kuat untuk bergerak selangkah menuju aksi nyata," ungkap Ichwan.

Salah satu caranya, lanjut putra asli Aceh ini, adalah membangun pipa (jaringan) ke market global melalui perusahaan yang dirintisnya, dengan memasarkan produk komoditas unggulan Aceh berdasarkan standarisasi yang diakui secara internasional, agar diterima oleh konsumen dunia.

"Inilah saatnya Aceh berjaya dan kembali berdiri kuat di atas kakinya sendiri. Salah satu caranya melalui pasar global dan aktivitas ekspor impor. Masa pandemi harus dilihat sebagai peluang, bagaimana caranya? Ya harus ada anak-anak muda yang berani mendobrak, insya Allah yang lain akan ikut ambil bagian nantinya," pungkasnya.[acl]

Reporter : Sara Masroni