Pakar Penyakit Menular Khawatir Bakal Terjadi "Bom Waktu Covid-19" di Indonesia

Melakukan pemeriksaan swab antigen bagi masyarakat yang kedapatan tidak memakai masker. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID
Penulis:

Seorang pakar penyakit menular mengaku khawatir bahwa Indonesia kemungkinan akan mengalami ledakan 'bom waktu Covid-19' dalam dua hingga tiga pekan mendatang, jika pemerintah gagal mengantisipasinya.

Kekhawatiran ini dilatari beberapa fakta, seperti kembali melonjaknya kasus Covid-19 di beberapa daerah, menipisnya ketersediaan tempat tidur, hingga memburuknya jumlah pelacakan dan pengujian.

"Kemungkinan terburuknya adalah lonjakan kasus yang sangat besar. Tidak pada akhir Juni ini, tapi setelahnya, terutama jika (antisipasi) tidak dipersiapkan," kata ahli penyakit menular dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, kepada Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/6/2021).

Dia juga menganggap kebijakan yang tidak tepat kemungkinan akan memperburuk situasi, di mana pandemi semakin lama, serta kemungkinan terburuk berupa lonjakan kasus yang diperkirakan mencapai ratusan ribu per hari.

Pemerintah pusat, melalui Satgas Penanganan Covid-19, telah mengimbau pemerintah daerah saling bekerja sama mengenai pemindahan pasien, logistik, serta penambahan kapasitas di rumah sakit.

"Saya minta pemerintah daerah untuk segera konversi tempat tidur semaksimal mungkin dan buka tempat isolasi terpusat jika memungkinkan, untuk menjaga beban rumah sakit dan tenaga kesehatan agar tidak kewalahan," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, Jumat (11/06/2021).

Data Satgas menunjukkan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) di Pulau Jawa selama 10 hari belakangan melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Lia Gardenia, mengakui sejumlah daerah mulai melaporkan lonjakan temuan kasus Covid-19 yang ditandai kenaikan drastis tingkat keterisian tempat tidur.

Di Jawa Tengah misalnya, BOR isolasi menyentuh angka 66,89 perse, sementara di DKI Jakarta tercatat 62,13 persen.

Bisa Ratusan Ribu Sehari

Dalam beberapa hari berakhir, grafik kasus infeksi virus corona merangkak naik, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit menembus 60 persen dan, klaster-klaster bermunculan di pelbagai daerah.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, jika pemerintah gagal mengantipasi lonjakan kasus itu, dia mengkhawatirkan terjadi lonjakan yang sangat besar.

Hal itu dia utarakan berdasarkan beberapa fakta, seperti kembali melonjaknya kasus Covid-19 di beberapa daerah, menipisnya ketersediaan tempat tidur, hingga memburuknya jumlah pelacakan dan pengujian.

"Kemungkinan terburuknya adalah lonjakan kasus yang sangat besar. Tidak pada akhir Juni ini, tapi setelahnya, terutama jika (antisipasi) tidak dipersiapkan.

"Dan terutama lagi, tidak terkendalinya varian baru yakni khususnya Delta, yang ditemukan di India, atau mungkin ada varian baru lain yang lebih merugikan," ungkap Dicky kepada Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/06/2021).

"Ini artinya kita bisa punya potensi, kalau seperti India, saya belum bisa melihat. Tapi setidaknya mendekati skala besar, kasusnya besar, ratusan ribu sehari, ya bisa. Itu bisa terjadi untuk Indonesia," lanjut Dicky.

Data Satgas Penanganan Covid-19 dalam 10 hari terakhir di Pulau Jawa menunjukkan kasus di DKI Jakarta meningkat hingga 302 persen. Lonjakan kasus juga terjadi di Yogyakarta yang melejit 107 persen serta Jawa Timur meningkat 89 persen.

Lingkaran merah juga tampak pada peta sebaran kasus Covid-19 di Indonesia. Tiga daerah dengan tingkat penyebaran virus corona paling tinggi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Angka penambahan kasus harian selama dua hari berturut selalu menembus delapan ribu orang.

Rinciannya pada 10 Juni terdapat 8.892 kasus dan 11 Juni ada 8.083 kasus. Adapun pada Sabtu (12/6/2021) sempat di angka 7.465 kasus dan Minggu (13/6/2021) kembali naik mencatatkan 9.868 kasus.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, selain adanya penambahan kasus harian, indikator lain yang disebutnya patut dijadikan pertanda menyalakan alarm kegawatan pandemi adalah tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit.

Data Satgas menunjukkan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau BOR di Pulau Jawa selama 10 hari belakangan melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen.

Di Jawa Tengah, misalnya, BOR isolasi menyentuh angka 66,89 persen, sementara di DKI Jakarta tercatat 62,13 persen.

Itulah sebabnya, Wiku pun mengimbau pemerintah daerah untuk saling bekerja sama bukan hanya soal pemindahan pasien, melainkan juga perbantuan operasional serta logistik.

Ia juga meminta kepala daerah mengupayakan penambahan kapasitas.

"Saya minta pemerintah daerah untuk segera konversi tempat tidur semaksimal mungkin dan buka tempat isolasi terpusat jika memungkinkan, untuk menjaga beban rumah sakit dan tenaga kesehatan agar tidak kewalahan.

"Mohon kerja sama tiap kabupaten/kota untuk saling bahu-membahu secara aktif," kata Wiku dalam konferensi pers pada Jumat (11/06/2021).

Bom waktu Covid-19

Sekalipun data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19 seolah-olah menunjukkan situasi genting, akan tetapi menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, angka itu tak menggambarkan data sesungguhnya kasus di Indonesia.

"Yang terjadi justru jauh lebih besar," kata Windhu Purnomo kepada Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/06/2021).

Bertolok pada rendahnya angka tracing atau pelacakan dan testing atau pengetesan, ia meyakini angka sebenarnya boleh jadi delapan kali lipat lebih tinggi dibanding data yang kini dikumpulkan pemerintah.

Dia mengibaratkan kondisi ini seperti bom waktu pandemi yang menunggu waktu untuk meledak. Sebab, ia meyakini, banyak kasus yang belum terdeteksi.

"Itu bisa saya buktikan dengan hitung-hitungan saya, bahwa jumlah kasus aktif yang dilaporkan itu seperdelapan dari yang sesungguhnya.

"Dan itu tidak khas Jawa Timur ya, tapi seluruh Indonesia. Ya itulah, resultante dari semua itu yang menyebabkan bom waktu," ucap Windhu.

Laju angka positif juga terlihat terus meningkat di Provinsi Aceh. Dalam sepekan ini, jumlah angka positif terus meningkat di atas 100 kasus. Bahkan pusat provinsi Aceh, Kota Banda Aceh sekarang sudah masuk zona merah.

Data kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 di Aceh seperti dilaporkan Satgas Covid-19 Aceh. Pada Jumat (11/6/2021) sebanyak 284 kasus. Meskipun keesokannya, Sabtu (12/6/2021) pasien positif turun menjadi 108 kasus. Namun kembali naik menjadi 159 kasus data per Minggu (13/6/2021).

Juru Bicara Covid-19, Saifullah Abdulgani melaporkan, secara akumulatif kasus Covid-19 di Aceh, per  13 Juni 2021, telah mencapai 17.376 kasus/orang.

Rinciannya, para penyintas yang sudah sembuh dari Covid-19, sebanyak  12.959 orang. Penderita yang sedang dirawat 3.734 orang, dan kasus meninggal dunia secara akumulatif sudah tercatat 683 orang.

Data pandemi Covid-19 di atas sudah termasuk kasus positif baru yang dilaporkan hari ini sebanyak 159 orang. Penderita baru Covid-19 itu meliputi warga Banda Aceh 52 orang, Pidie 22 orang, Bireuen 20 orang, Aceh Besar 18 orang, Aceh Tengah 17 orang, dan warga Lhokseumawe sebanyak 11 orang.

Kemudian warga Pidie Jaya dan Simeulue sama-sama empat orang. Selanjutnya warga Bener Meriah tiga orang, warga Aceh Utara, Aceh Jaya, Nagan Raya, dan warga Aceh Selatan, masing-masing satu orang. Sisanya, empat warga dari luar daerah.

Sementara itu, pasien Covid-19 yang dilaporkan sembuh bertambah 38 orang, yakni warga Banda Aceh 24 orang, Pidie lima orang, warga Aceh Tamiang, Sabang, dan warga Aceh Barat Daya, sama-sama tiga orang.

“Pasien Covid-19 yang dilaporkan meninggal dunia bertambah lagi enam orang, sehingga secara akumulatif sudah mencapai 683 orang meninggal di Aceh,” katanya.

Para penderita Covid-19 yang dilaporkan meninggal tersebut, lanjut SAG, meliputi warga Aceh Barat Daya dua orang, warga Aceh Timur, Aceh Besar, Banda Aceh, dan warga Simeulue, masing-masing satu orang.

Lebih lanjut SAG memaparkan data akumulatif kasus probable, yakni sebanyak 833 orang, meliputi 732 orang selesai isolasi, 21 orang isolasi di rumah sakit, dan 80 orang meninggal dunia.

Kasus probable yakni kasus yang gejala klinisnya menunjukkan indikasi kuat sebagai Covid-19, jelasnya. 

Sedangkan kasus suspek secara akumulatif tercatat sebanyak 9.517 orang. Suspek yang telah usai isolasi sebanyak 9.287 orang, sedang isolasi di rumah 190 orang, dan 40 orang sedang isolasi di rumah sakit.[acl]