Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat di Aceh akan Dimulai, Ini Kata OMS dan KKR Aceh

BANDA ACEH, READERS – Tepat pada Juni 2023 ini, Pemerintah Indonesia (pusat) akan menggelar kick-off soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu di Aceh secara non-yudisial. Kamis (8/6/2023).
Dilansir dari Kumparan, pada Kamis (8/6/2023) kegiatan tersebut akan turut dihadiri oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo yang akan dilangsungkan di Aceh.
Menyikapi soal penyelesaian kasus masa lalu di Aceh itu, turut menjadi perhatian dari penggiat Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Aceh bersama Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Ketua KKR Aceh Masthur Yahya dalam sambutannya mengatakan selain menyikapi tindak lanjut penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh, juga terkait kebijakan Tim Pelaksana PPHAM (Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu) atas rekomendasi data KKR Aceh.
Disampaikan, tim Pelaksana yang dimaksud dibentuk sesuai Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, bertugas melaksanakan rekomendasi yang telah diberikan oleh Tim PPHAM. Hal ini diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
"Saat ini Tim Pelaksana PPHAM bersama lintas kementerian sedang bekerja di Aceh untuk memulai pemulihan korban atas tiga Pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui Negara. Tiga pelanggaran HAM berat tersebut adalah; peristiwa Jambo Keupok di Aceh Selatan, tragedi Simpang KKA di Aceh Utara, dan Rumoh Geudong (Pos Sattis) di Pidie," kata Masthur.
Pihaknya mengharapkan data yang diverifikasi oleh Tim Pelaksana PPHAM haruslah tepat sasaran dan bisa ditambah lagi, dengan cara berkoordinasi dengan CSO setempat, apalagi di Aceh sudah ada lembaga yang memiliki tugas dan mandat non-yudisial yaitu KKR Aceh yang sudah memiliki 5.000 data.
Sebelumnya, KKR Aceh telah menyerahkan 5.000 data tersebut kepada Menkopolhukam, Mahfud MD pada awal Maret lalu. Melalui data tersebut pihaknya mengharapkan dapat menjadi kebijakan bagi pemerintah pusat atau presiden.
“Supaya menjadi kebijakan selanjutnya oleh pemerintah pusat atau presiden sebagaimana halnya terhadap tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh yang sudah diakui,” katanya.
Sementara itu Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri menyampaikan bahwa OMS Aceh secara umum masih mempertanyakan mekanisme dan prosedur dalam pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang dinilai jauh dari prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik.
Salah satunya berkaitan dengan ketidakpastian data terkait korban yang berpotensi memunculkan konflik sosial di kalangan masyarakat di Aceh.
“Juga terkait pendataan kebutuhan bagi korban, yang mensyaratkan pemulihan utuh baik fisik, psikologi, sosial, politik dan ekonomi serta budaya, ini masih mengambang dan perlu diperhatikan serius oleh semua pihak dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh,” kata Raihal.
Pertemuan OMS dan KKR Aceh berlangsung di kantor KKR Aceh, pada Rabu (7/6/2023) lalu. Pertemuan ini turut dihadiri oleh Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya dan komisioner lainnya; Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri; Direktur Paska Aceh, Faridah; Perwakilan RPUK Aceh, Azriana Manalu; Direktur Koalisi NGO HAM, Khairil, perwakilan KontraS Aceh, perwakilan ACSTF, dan sejumlah penggiat HAM lainnya.
Komentar