Presiden Setuju Beri Amnesti ke Saiful Mahdi, Prosesnya Tinggal di DPR

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia, Mahfud MD menyatakan, pemerintah telah selesai memproses permintaan amnesti dosen Universitas Syiah Kuala (USK), Saiful Mahdi.
"Tanggal 24 (September) saya lapor ke presiden, dan bapak presiden setuju untuk memberikan amnesti," kata Mahfud MD, kepada pers di Jakarta pada Selasa (5/10/2021).
Sebelum melaporkan permohonan amnesti, istri beserta para kuasa hukum, didampingi lembaga SAFEnet serta tiga akademisi, yakni Zaenal Arifin Mochtar, Nikmatul Huda, dan Herlambang, pada tanggal 21 September lalu dikatakan Mahfud MD, telah terlebih dahulu berdialog dengannya.
Keesokan harinya, ia mengadakan rapat dengan pimpinan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia dan pimpinan Kejaksaan Agung.
Dirapat tersebut, Mahfud MD mengusulkan permohonan amnesti Saiful Mahdi untuk diajukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Permohonan amnesti telah diterima oleh presiden pada 24 September 2021. Permohonan lalu diajukan ke tahapan selanjutnya, yakni meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), pada 29 September 2021.
Sesuai Pasal 14 ayat 2 dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, presiden harus mendengarkan DPR RI terlebih dahulu bila akan memberikan amnesti dan abolisi.
"Nah, sekarang kita tinggal menunggu, dari DPR apa tanggapannya, karena surat itu mesti dibahas dulu oleh Bamus, lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR, jadi kita tunggu itu. Yang pasti, dari sisi pemerintah, prosesnya sudah selesai," ujar Mahfud MD.
Menko Polhukam mengatakan, pemerintah bekerja cepat dalam kasus ini karena sudah berkomitmen untuk tidak terlalu mudah menghukum orang.
"Kita kan pinginnya restorative justice, dan ini kasusnya hanya mengkritik, dan mengkritik fakultas bukan personal, karena itu menurut saya layak dapat amnesti, makanya kita perjuangkan," tegas Mahfud MD.[mu]
Komentar