Presiden Pertama Singapura Seorang Jurnalis dan Keturunan Minangkabau-Melayu
Kesempatan dirinya menjadi seorang presiden dimulai dari seorang jurnalis, kemudian melanjutkan ke berbagai kegiatan organisasi dan akhirnya menggeluti dunia perpolitikan.

BANDA ACEH, READERS – Siapa sangka, ternyata berprofesi sebagai jurnalis tidak menyurutkan langkah untuk bisa menjadi seorang kepala negara terlebih di Luar Negeri.
Namun ada seorang berketurunan Minangkabau dan Melayu mampu menduduki jabatan sebagai Presiden Singapura yang berdarah Minangkabau dan Melayu. Dari itu, orang minang mesti tahu presiden pertama Negara Singapura merupakan asli berdarah minang dan melayu.
Tun Haji Yusof bin Ishak atau akrab dikenal dengan Yusof, merupakan presiden pertama Negara Singapura atau (Yang di-Pertuan Negara) Singapura pada 1 Desember 1959.
Walaupun pernah menempuh karier tertingginya sebagai Presiden Singapura, namun Yusof tidak lepas dari beragam aktivitas dan karier yang ia geluti, termasuk sebagai seorang jurnalis.
Kesempatan dirinya menjadi seorang presiden dimulai dari seorang jurnalis ini, kemudian melanjutkan ke berbagai kegiatan organisasi dan akhirnya menggeluti dunia perpolitikan.
Tun Haji Yusof bin Ishak atau akrab dipanggil Encik Yusof bin Ishak lahir di Perak, Malaysia pada 12 Agustus 1910. Ayahnya bernama Ishak bin Ahmad berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia, sedangkan ibunya bernama Aishah binti Tun Haji Aminuddin yang berasal dari Langkat, Sumatera Utara, Indonesia. (Holopis.com)
Yusof bin Ishak sendiri merupakan anak sulung dalam keluarganya dari 9 orang bersaudara. Sebelum meniti karir pada kejayaan tertingginya menjadi seorang Presiden Singapura, Yusof kecil masih mengikuti irama keluarga terlebih sang ayah merupakan Ketua Penyuluh Perikanan Negeri-Negeri Selat dan Persekutuan Tanah Melayu.
Pada umur 11 tahun atau pada 1921, Encik Yusof bin Ishak menempuh pendidikannya di King Edward VII School. Tiga tahun setelahnya, tepatnya pada 1924 Yusof kembali melanjutkan pendidikan di Raffles Istitution. Ia berhasil meraih kelulusan dengan ulus Cambridge School Certificate selama tiga tahun. Selesai dari sekolah ini, kemudian melanjutkan study melalui program Queen's Scolarship.
Nah setelah menyelesaikan pendidikannya, Yusof Ishak mengawali kariernya dengan mengitari berbagai kegiatan. Salah satu karir yang sempat ia tekuni adalah dengan menjadi seorang jurnalis.
Yusof mengambil profesi kuli tinta sebagai jurnalis yang dianggap menjadi salah satu jembatan, dan akhirnya mengembangkan ide hingga membangun kerja sama dengan dua orang temannya.
Buah dari pertemenannya itu kemudian mereka bertiga membangun dunia usaha dalam bentuk penerbitan majalah atau menerbitkan majalah khusus yaitu majalah olahraga.
Pada kesempatan selanjutnya, Yusof Ishak bergabung dengan Warta Malaya pada 1932. Saat itu perusahaan pers ini merupakan salah satu perusahaan surat kabar di Negara menara kembar itu (Malaysia).
Tidak tanggung-tanggung, di Warta Malaya, Yusof Ishak mengisi posisi sebagai Asisten Pengurus dan Penanggung Jawab Suntingan. Keberlangsungan Yusof di warta Malaya tersebut memang tidak berjalan lama melainkan hanya beberapa tahun saja, hingga akhirnya memutuskan mengundurkan diri pada 1938.
Ada alasan tertentu dirinya mengundurkan diri dari perusahaan perst tersebut, lantaran Yusof Ishak mendirikan Utusan Melayu Press Ltd. bersama dengan para petinggi Malaysia yang ada di Singapura. Bakat jurnalisnya ia tuangkan di perusahaan pressnya ini.
Namun pada saat Jepang datang ke wilayah Singapura pada 1942 hingga 1945, Yusof Ishak menarik diri dan menetap di Semenanjung Malaya. Namun ketika Jepang kalah atas Sekutu, Yusof Ishak kemudian kembali lagi ke Singapura.
Yusof melanjutkan kariernya di Utusan Melayu. Pada saat inilah Yusof Ishak banyak dipercaya untuk menduduki berbagai posisi penting, salah satunya Komite Perfilman hingga menjadi Komisi Organisasi Malaya.
Pengaruh besar yang mengitarinya diberbagai posisi dan bidang mendorong Yusof semakin naik famor dan dikenal banyak orang hingga masuk di dunia perpolitikan.
Dan karir yang tertinggi yang diemban Yusof bin Ishak inilah saat berada menjadi seorang Presiden Negara Singapura melalui dunia politik tersebut [ada 3 Desember 1959.

Pada waktu itulah puncak karir tertinggi Yusof bin Ishak mencapai puncak kejayaannya karena diangkat menjadi Kepala Negara Singapura yang pertama pada 3 Desember 1959.
Kesempatan itu menjadi jalan terbaik dan kesempatan besar bagi Yusof karena saat itu Singapura memisahkan diri dari Malaysia pada 9 Agustus 1965.
Artinya, pada 9 Agustus 1965, tatkala Singapura keluar dari Federasi Malaysia dan merdeka, statusnya berubah menjadi presiden negara kepulauan tersebut hingga tahun 1970. Sejak saat itu Yusof Ishak menjabat sebagai Presiden Singapura selama satu periode yaitu 1965-1970.
Pada tahun 23 November 1970 Yusof dinyatakan meninggal dunia pada usia 60 tahun dan dimakamkan di taman Makam Negara Bagian Kranji. Kemudian jabatan digantikan sementara oleh Yeoh Ghim Seng (Penjabat) sebelum akhirnya dipilih kembali tahun 1971 oleh Benjamin Sheares (12 Januari 1971-12 Mei 1981).
Walau demikian, Yusof dianggap menjadi salah satu tokoh yang amat berjasa dalam kehidupan Kebangsaan Singapura, sehingga pemerintah Singapura sangat menghormati jasa-jasa Encik Yusof bin Ishak.
Cara pemerintah Singapura menghargai jasa-jasa Yusof pun dimulai dengan mengabadikannya nama Yusof bin Ishak sebagai nama sebuah masjid di Woodlands.
Kemudian nama Yusof Ishak juga diabadikan sebagai nama institutsi riset yang mengkaji negara-negara di Asia Tenggara, yakni ISEAS-Yusof Ishak Institute. Dan terakhir jasa-jasa Yusof diabadikan dalam uang dolar Singapura.
Demikian soal kehidupan sisi Presiden pertama Negara Singapura yang berdarah Minangkabau dan Melayu. Mengawali karir sebagai Jurnalis hingga membawanya ke puncak karir politik tertingginya menjadi seorang presiden Singapura yang saat ini sebagai salah satu negara industri yang besar di dunia.
Komentar