Reaktualisasi Prinsip dan Nilai Adat Sebagai Ciri dan Karakter Urang Gayo

Dalam menata hidup dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi bermakna serta bermartabat, maka dalam adat Gayo telah dirumuskan suatu konsep tentang kehidupan yang dikenal dengan prinsip dan nilai adat.

Waktu Baca 21 Menit

Reaktualisasi Prinsip dan Nilai Adat Sebagai Ciri dan Karakter Urang Gayo
Turham AG, S. Ag., M. Pd

Oleh : Turham AG, S. Ag., M. Pd*

Prinsip merupakan asas kebenaran yang dijadikan sebagai dasar dalam berpikir dan bertindak. Sementara nilai adalah suatu hal paling penting dan sangat berharga yang harus dijaga oleh setiap manusia sebagai tolak ukur dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan akhir. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, prinsip dan nilai merupakan dasar pokok dari suatu kebenaran yang paling berharga untuk dijadikan sebagai landasan dalam berfikir dan bertindak untuk mengambil keputusan akhir.

Dalam menata hidup dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi bermakna serta bermartabat, maka dalam adat Gayo telah dirumuskan suatu konsep tentang kehidupan yang dikenal dengan prinsip dan nilai adat yang menjadi asas kebenaran yang paling berharga sebagai pokok dasar berpikir dan bertindak serta menjadi tolak ukur dalam mengambil suatu keputusan akhir yang harus dijaga, dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh masyarakat Gayo secara pribadi maupun kelompok. 

Prinsip dan nilai luhur dimaksudkan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Gayo karena menyangkut harkat, martabat, harga diri, serta menjadi acuan atau pedoman hidup dan kehidupan bermasyarakat serta sebagai ciri maupun karakter bagi urang Gayo.

Prinsip dan nilai adat Gayo bukan hanya untuk dipelajari, diketahui dan dilestarikan tetapi diperlukan upaya untuk penanaman kembali (reaktualisasi) prinsip dan nilai adat Gayo kepada generasi muda, terutama kepada anak-anak di sekolah sehingga tertanam dalam pikiran dan menjadi pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.

Reaktualisasi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dalam konsep local wisdom di sekolah/madrasah, pembuatan dan penerapan qanun kampung sehingga prinsip dan nilai adat Gayo dapat menjadikan seseorang mempunyai sifat, tabiat, kepribadian dan akhlak sebagai pengontrol prilaku sebagai urang Gayo.

A. Prinsip

Prinsip yang diapakai menjadi asas kebenaran dan pokok dasar berpikir serta bertindak dalam adat Gayo menyangkut dengan harga diri seseorang maupun kelompok, terdiri dari empat prinsip yaitu denie terpancang, nahma teraku, bela mutan dan malu tertawan. Keempat prinsip dimaksud terkonsep dalam istilah mukemel (merasa malu), artinya urang Gayo merasa malu dan terhina apabila keempat prinsip itu terjadi kepada mereka secara pribadi maupun kelompok. 

Mengingat prinsip adat Gayo yang juga dinamakan kemalun ni edet (pantangan adat) dewasa ini semakin terkikis dan sebagai bahan pemikiran bersama dalam upaya aktualisasi dan melestarikan adat Gayo, berikut akan diuraikan tentang empat prinsip dimaksud, yaitu:

1.  Denie Terpancang

Denie terpancang adalah harga diri menyangkut hak atas wilayah yang dimiliki setiap orang maupun kampung yang telah mendapat pengakuan secara adat dan apabila batas-batas wilayah dimaksud mendapat gangguan atau dirusak orang atau kelompok lain itulah yang dinamakan dengan denie terpancang.

Oleh karena itu setiap individu dan kelompok masyarakat akan tetap menjaga, merawat, mempertahankan dan meluruskan serta menyelesaikan dengan segera batas-batas wilayah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam bahasa lain dapat dikemukakan bahwa dinie terpancang merupakan gangguan terhadap batas wilayah yang wajib dipertahankan karena menyangkur harga diri.

2.  Nahma Teraku

Nahma teraku yaitu harga diri menyangkut kedudukan dan nama baik seseorang atau kelompok yang difitnah dan dicemarkan, sehingga yang bersangkutan merasa terganggu, terusik dan merasa tidak nyaman. Seseorang atau kelompok yang difitnah dan dicemarkan tersebut tentu akan melakukan pembelaan terhadap dirinya dan harus segera mendapat pemulihan atau klarifikasi

3.  Bela Mutan

Bela mutan maksudnya harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya yang disakiti atau diganggu kelompok lain dan ketika melakukan upaya pembelaan mendapat rintangan karena digagalkan orang sehingga tidak dapat dipulihkan lagi.

4.  Malu Tertawan

Malu tertawan artinya harga diri yang terusik karena kaum wanita dari kelompoknya diganggu, difitnah atau dilarikan kelompok lain, karena itu para laki-laki khususnya pemuda setiap kelompok mempunyai kewajiban menjaga dan melindungi perempuan terutama para gadis. Demikian juga halnya perempuan (para gadis) wajib menaruh hormat dan patuh kepada yang melindunginya, sebab bisa jadi lantaran ketidak patuhan perempuan atau para gadis menyebabkan para lelaki khususnya pemuda akan berkelahi dengan kelompok yang mengganggu.

Berdasarkan empat prinsip di atas, maka setiap orang Gayo harus menegakkan dan saling menjaga serta melindungi harga dirinya maupun harga diri orang lain dengan tidak melakukan penyerobotan terhadap batas wilayah yang menjadi hak orang lain, tidak mengganggu atau merusak nama baik orang lain sehingga menjadi tercemar. Tidak mengusik dan mengganggu orang lain dalam melakukan pembelaan serta tidak mengganggu wanita kelompok lain. Sebagai orang Gayo harus menjaga dan melaksanakan prinsip adat tersebut sebagai ciri dan karakter yang dikatakan sebagai orang beradat.

Sebab inti dari adat Gayo adalah mukemel (memiliki rasa malu) sebagai harga diri dan ciri serta karakter bagi orang Gayo, sebaliknya orang yang tidak memiliki rasa malu termasuk orang yang tidak mempunyai harga diri, tidak mempunyai karakter sebagai orang Gayo bahkan dapat dikatakan tidak beradat, dalam istilah Gayo orang seperti itu disebut gere mukemel yang akhirnya dipandang rendah oleh masyartakat. Mukemel dalam sistem nilai adat Gayo adalah nilai yang sangat penting dan paling utama karena berkaitan dengan akhlak seseorang dalam masyarakat. 

Oleh sebab itulah prinsip adat Gayo ini lebih dikenal dikalangan masyarakat dengan sebutan kemalun ni edet (pantangan adat), artinya sudah menjadi prinsip bagi orang Gayo agar tidak melakukan hal-hal yang telah menjadi pantangan adat karena orang yang melanggar kemalun ni edet dapat dikatakan akan menjadi aib bagi dirinya.

B. Sistem Nilai

Sistem nilai adalah keterkaitan antara keseluruhan konsep nilai yang saling mempengaruhi antara satu dengan lainya, berkenaan dengan ukuran baik buruk sebagaimana 9 (sembilan) konsep nilai yang telah dirumuskan para leluhur sehinga menjadi adat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap orang Gayo secara individu dan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hidupnya menjadi bermakna dalam masyarakat, agama dan negara. Adapun sistem nilai adat Gayo dimaksud yaitu:

1. Mukemel

Mukemel yaitu memiliki rasa malu sebagai harga diri bagi orang Gayo. Kata mukemel berasal dari kata mu dan kemel, mu merujuk kepada arti yang bersifat kepunyaan atau kepemilikan. Sementara kemel secara umum berarti malu, namun malu yang dimaksud dalam kata kemel yang dirangkai dengan kata mu sehingga menjadi mukemel bermakna harga diri.

Dalam adat Gayo nilai yang paling tinggi dan sangat utama adalah mukemel karena menyangkut dengan kesopanan (adab) dalam pergaulan dan kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan terutama tentang berbicara, berjalan, berpakaian, berbuat dan penempatan diri dalam pergaulan dan halayak ramai.

Dengan pengamalan nilai mukemel sebagai urang Gayo akan terus berusaha menjaga harga diri dengan mengontrol tindakan, ucapan maupun perbuatan dan pergaulan sesuai dengan norma-norma agama dan adat istiadat, oleh karena mukemel sebagai nilai luhur maka dipatrikan dalam perimestike Gayo (ungkapan yang mengandung konsep) yaitu dari pada kemel nguken mate (dari pada malu lebih baik mati), perimestike dimaksudkan untuk menjaga dirinya sehingga tidak terlena yang dapat menyebabkan hilangnya harga diri seseorang

2.  Tertip (tertib)

Tertip (tertib) adalah teratur/mengikuti aturan/patuh dan komitmen terhadap aturan yang telah ada atau yang telah disepakati bersama melalui genap mupakat (musyawarah) sebagaimana ungkapan dalam perimestike tertip bermejelis umet bermulie (keteraturan pribadi atau kelompok yang akan menjadikan hidup mulia).

Tertip sebagai nilai penunjang dalam rangka terwujudnya nilai mukemel sebagai nilai utama, berkaitan dengan keteraturan dan komitmen, maka diperlukan sikap kehati-hatian dalam mengambil tindakan yang sesuai dengan konteksnya. Ungkapan tertip bermejelis, umet bermulie menunjukan adanya eksistensi seseorang dalam interaksi sosial harus sesuai dengan penempatan sehingga masyarakat menjadi mulia karena bersama-sama.  

Eksistensi seseorang dalam interaksi sosial sesuai dengan penempatan terungkap dalam warus barang kapat, wajib atas tempat (yang tidak wajib bisa dilakukan dimana saja, namun berkenaan dengan yang wajib harus sesuai tempat dan keadaan). Artinya penting untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai ketentuan dan keadaan, penempatan dimaksud dalam seluruh kehidupan masyarakat, mulai dari penempatan diri, pembicaraan, berjalan, duduk, memberi, maupun pergaulan. Kurang kontrolnya seseorang terhadap nilai tertip dapat menyebabkan timbulnya asumsi sebagai orang kurang waras.

Dalam nilai tertip dikenal beberapa ungkapan adat seperti remalan bertungket (berjalan memakai tongkat sebagai tuntunan), peri berabun (berbicara sesuai aturan), becerak enti sergak (berbicara tidak boleh kasar), remalan enti begerdak (berjalan jangan menyentak), mujangko enti munulak (menerima jangan seperti cara tidak puas) mujurah enti munyintak, (memberi tidak bersikap congkak).

3.  Setie (setia)

Setie (setia) merupakan sikap komitmen atau teguh pendirian dalam menjalankan seluruh kehidupan bermasyarakat untuk memperjuangkan dan mencapai tujuan bersama. Nilai setie sangat diperlukan dalam kelompok, keluarga dan masyarakat dalam memperjuangkan hak maupun dalam menegakan kebenaran secara bersama-sama. Setie juga berlaku dalam menjaga kesinambungan komitmen yang telah disepakati bersama sebagaimana ungkapan setie murip, gemasih papa, patal terlis tauhi uren aku gere rejen betudung tetemi, bier murense tubuh orom beden aku gere rejen munubah janyi.

Kesemua uangkapan tersebut mengandung pengertian tentang kesetian hidup bersama bukan berdasarkan kepentingan pribadi melainkan demi kepentingan bersama. Ungkapan-ungkapan itu sangat perlu disampaikan kembali terutama kepada generasi muda untuk membangkitkan dan menanamkan nilai kesetiaan yang saat ini sudah mulai luntur.

4.  Semayang Gemasih

Semayang dalam nilai ini yang berarti sayang merupakan sifat yang tulus seseorang untuk menyayangi. Sementara gemasih adalah kepribadian seseorang yang suka berbagi atau memberi kepada orang lain. Jadi semayang gemasih dapat dimaknai sebagai sifat dan kepribadian seseorang dalam mengasihi dan menyayangi antara sesama dengan tingkat sosial yang tinggi dan tulus serta berlaku bagi semua orang tanpa pilih kasih.

Dengan adanya nilai semayang gemasih ini tentu akan menafikan sifat dan kepribadian bakhil dan kikir alias pelit bagi orang Gayo. Semayang gemasih didasari oleh ketulusan hati sesuai kemampuan, kebutuhan dan waktu untuk memberi bantuan sebagaimana ungkapan, kasih enti lanih, sayang enti lelang, maksudnya dalam mengasihi jangan sampai terlambat dan menyayangi tidak tanggung-tanggung.

Ungkapan kasih enti lanih, sayang enti lelang menunjukan betapa pentingnya tindakan kasih sayang diberikan pada saat dan sasaran yang tepat dengan model serta cara kasih sayang.

5.  Mutentu (bekerja keras, ulet, rajin)

Nilai mutentu bukan hanya sekedar bekerja keras maupun sekedar melaksanakan tugas yang diberikan atau dikerjakan untuk menggugurkan kewajiban, tetapi nilai mutentu dimaksudkan lebih kepada pembentukan sikap dan menekankan agar seseorang dalam bekerja betul-betul sesuai dengan ketentuan dan sebagai pengejewantahan hati nurani dalam bekerja. 

Pengejewantahan nilai mutentu akan menjadi sikap seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaan sebagaimana ungkapan lisik (mengerjakan sesuatu dengan tujuan dan target yang jelas), bidik (cepat dalam mengerjakan), mersik (kuat secara fisik dan psikis, tabah, dan berani menanggung resiko), dan cerdik (cerdas dalam bekerja).

Ungkapan lisik, bidik, mersik dan cerdik memberikan gambaran bahwa dengan adanya nilai mutentu dalam diri seseorang akan mampu menyelesaikan dan menempatkan persoalan-persoalan yang timbul dalam pekerjaan secara cepat dan tepat.

6.  Amanah (jujur)

Nilai amanah dapat dipahami sebagai suatu kesatuan antara ucapan dan perbuatan menjadi suatu nilai kejujuran. Nilai amanah lebih menekankan pada aspek pribadi agar selalu berprilaku jujur sehingga dapat dipercaya, terutama dalam ucapan dan ketika berjanji sebagaimana ungkapan yang menggambarkan nilai amanah, koro i amat talie (kerbau dipegang talinya), jema i amat leng e (orang dipegang janjinya), akang i amat bekas e (rusa ditelusuri jejaknya) dan kukur i amat guk e (burung ditandai dari suaranya).

7.  Genap Mupakat (musyawarah)

Genap Mupakat (musyawarah) lazim disebut keramat-mupakat adalah satu nilai dalam adat Gayo yang menganjurkan kepada masyarakat agar selalu mengutamakan musyawarah mupakat dalam mencari penyelesaian yang terbaik dan mengormati serta melaksanakan hasil musyawarah yang telah disepakati. Sangking pentingnya nilai musyawarah bagi masyarakat sehingga genap-mupakat masuk dalam struktur pengelolaan pemerintahan adat yaitu keramat mupakat, behu berdedele (mulia karena mufakat, kuat karena bersama).

8.  Alang Tulung (tolong menolong, solidaritas)

Alang Tulung (tolong menolong, solidaritas) sebenarnya alang berasal dari kata sayang sementara tulung dari tolong yang dirangkai dengan kata beret (berat) berbantu (dibantu) dengan demikian menjadi alang tulung, beret berbantu yang dimaknai karena sayang maka perlu pertolongan dan karena berat perlu dibantu.

Nilai alang tulung berat-berbantu sebagai penegasan adat kepada setiap individu dalam masyarakat agar memiliki prinsip dan sifat kasih sayang serta berprilaku suka membantu dan menolong atau memiliki perasaan solidaritas di antara sesama. Nilai alang tulung menjadi perekat ikatan dalam interaksi satu kelompok sosial masyarakat sehingga muncul istilah sara kekemelen (satu harga diri).

Begitu kuat dan mengakarnya nilai alang tulung yang direkat dengan sara kekemelen, membuat solidaritas semakin tinggi bahkan melebihi saudere (saudara), namun dewasa ini nilai alang tulung semakin memudar. Pertolongan dan bantuan yang diberikan sudah mengarak kepada pamrih.

9.  Bersikekemelen (kompetitif)

Nilai bersikekemelen merupakan nilai penunjang dan menjadi motivasi kepada masyarakat untuk terus melakukan sesuatu hal secara positif tanpa harus menghalangi satu sama lainya sehingga masyarakat semakin berkembang sampai mencapai hasil yang gemilang.

*Penulis merupakan Dosen IAIN Takengon, Aceh Tengah

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...