Cerita Bripka Rahmat, Pengemban Misi Damai di Afrika Tengah

Waktu Baca 9 Menit

Cerita Bripka Rahmat, Pengemban Misi Damai di Afrika Tengah
Bripka Rahmat (kanan) saat menjalani misi perdamaian sebagai Pasukan Garuda di Afrika. [Dok. Ist]

Menjadi bagian abdi negara bukanlah pekerjaan yang mudah, berbagai tantangan dan ujian harus dihadapi dengan mental baja, apalagi untuk menyandang peran sebagai Pasukan Garuda.

Bergabung dalam satuan Pasukan Garuda, bukan perkara singkat. Berbagai tahap seleksi harus dihadapi satu per satu. Hanya prajurit unggul dan berprestasi yang mampu bergabung dalam garda tersebut. Seperti halnya Bripka Rahmat Saputra, satu dari enam prajurit Indonesia yang mampu menjadi anggota Pasukan Garuda.

Selama penugasan, pria kelahiran Gampong Lambung, Banda Aceh itu, bertugas menjalankan misi perdamaian bersama dengan prajurit asal Indonesia lainnya serta juga tergabung dengan prajurit lain dari berbagai negara.

Selain menjalankan misi perdamaian, Rahmat juga bertugas dalam menjalankan berbagai mandat dari PBB, salah satunya ialah melakukan proteksi sipil (melindungi warga sipil).

Meski punya risiko yang cenderung besar dalam bertugas, menjadi bagian dari Pasukan Garuda adalah hal yang diimpikannya.

Ia bercerita, untuk misi tersebut, ia bakal menghadapi proses seleksi yang dilakukan oleh personel dari New York, AS sendiri. Mereka mengadakan seleksi terhadap sekitar 400 anggota polisi dari Indonesia.

“Seleksi sendiri terbagi dari 4 tahapan seleksi, yang pertama seleksi bahasa, kemudian wawancara, seleksi mengemudi dan terakhir seleksi menembak. Berangkat ke sana emang keinginan sendiri,” kata Rahmat saat berbincang dengan readers.ID, Selasa (23/2/2021).

Rahmat berangkat menuju Afrika Tengah bersama kontingen Pasukan Garuda pada 2019 lalu. Sebenarnya misi yang tengah dijalankan ini merupakan misi keduanya, setelah tahun 2012 silam ia juga menjalankan misi PBB di Sudan.

Ia menjejaki setiap kariernya dengan cermat. Aktif sejak Januari 2006 di kepolisian, praktis Rahmat sudah 15 tahun menjadi anggota Polri.

Bripka Rahmat saat berbaur melakukan sosialisasi ke murid sekolah setempat. [Dok. Ist]

“Sementara awal bergabung menjadi Pasukan Garuda itu tahun 2012 pada misi PBB di Sudan. Kemudian pada tahun 2019 misi kedua saya pada misi PBB di negara Sentral Afrika,” ujar Rahmat.

Menjalankan Mandat PBB

Bersama dengan prajurit lain dari berbagai negara, Pasukan Garuda yang bertugas di Afrika Tengah memiliki tugas yang berbeda-beda. Rahmat sendiri bertugas melaksanakan mandat-mandat PBB, seperti melindungi warga sipil, melakukan pengamanan fasilitas hingga melakukan pengamanan bagi staf-staf dari United Nation (UN).

...selanjutnya



Tidak selalu melakukan tugas di bidang kemiliteran. Di sela-sela tugas, mereka juga turut berbaur bersama masyarat setempat, baik saling berkomunikasi maupun memberikan berbagai pemahaman tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Tidak hanya itu, di sana mereka juga kerap melakukan kegiatan santai, seperti bertanding dengan prajurit dari negara lain dalam laga persahabatan sepak bola.

Untuk tugas tambahan lainya, mereka juga melakukan koordinasi dengan kepolisian-kepolisian lokal untuk menyusun perencanaan pelatihan.

“Selain tugas pokok di sana kami juga memberikan materi tentang pentingnya HAM bagi warga sipil maupun kepolisian di kota setempat. Apalagi masa pandemi Covid-19 seperti ini, kami juga mengampanyekan protokol kesehatan bagi warga negara di sana,” tutur Rahmat.

Di kamp-nya yang berdampingan dengan tempat penduduk, Rahmat sering berbaur dengan kaum ibu untuk berbagi keterampilan, seperti menjahit, memasak.

“Sehingga ibu-ibu di sana jadi punya keterampilan yang bisa dijual, jadi tidak hanya bergantung pada suami mereka,” tambahnya.

Menurut Rahmat, selama mengemban misi perdamaian di area konflik, pihak yang paling dirugikan ialah para penduduk sipil, terutama wanita dan anak-anak. Sebab itu, selain menjalankan tugas kemiliteran, mereka memberikan masukan dan melakukan berbagai aktivitas sosial bersama warga setempat.

Pasukan Garuda saat berkoordinasi dengan kepolisian lokal. [Dok. Ist]

Selama bertugas hampir dua tahun, Rahmat mengaku belum pernah terlibat langsung dengan insiden kontak tembak, tetapi pernah berjumpa dengan para pemberontak secara langsung.

“Kita juga saling tegur sapa, yang penting kita bisa menjaga kesopanan juga dengan mereka,” katanya.

Diterima Warga Setempat

Dikatakan Rahmat, para personel Indonesia yang bertugas di sana mendapat perlakuan yang hangat dari warga setempat. Kendati memiliki perbedaan budaya dengan penduduk di sana, mereka tetap menerima kedatangan Pasukan Garuda dengan sangat baik.

“Awal-awal bertugas kita merasa canggung, tetapi setelah berjalan dua hingga tiga bulan, kita sudah bisa beradaptasi dengan baik bersama warga lokal. Mereka bisa menerima kita dengan baik, seperti adat orang Aceh peumulia jame,” ungkapnya.

Meski menjalankan misi penting, Pasukan Garuda juga diberi jatah cuti. Setiap bulannya mereka mendapat cuti sembilan hari.

...selanjutnya



Namun, mengingat jarak yang jauh serta butuh biaya besar untuk kembali ke Indonesia, sebagian mereka memilih untuk tidak kembali ke Indonesia, melainkan memanfaatkan waktu cuti setiap bulan untuk digabung menjadi satu waktu.

“Setiap bulan kita mendapat jatah cuti selama 9 hari, tapi karena jaraknya yang jauh dan ongkosnya yang tergolong mahal saya mengambilnya rapel. Jadi setiap 3 bulan sekali saya pulang ke Indonesia, jadi bisa dapat 27 hari,” kata Rahmat.

Mempekenalkan Budaya Aceh

Di tengah kesibukan yang dijalaninya di sana, Rahmat tidak lupa akan budaya Aceh. Di kamp tempat ia bertugas, Rahmat kerap memperkenalkan tarian Saman kepada warga setempat. Tarian Saman tersebut diperkenalkan dengan cara menampilkan video saman yang dicarinya lewat Youtube.

Terkesan tidak sia-sia, video yang ditunjukkannya itu menarik perhatian warga setempat. Masyarakat merasa terhibur dan meminta untuk diajarkan Tari Saman.

“Setiap saya melaksanakan patroli, saya selalu membubuhi budaya-budaya Indonesia maupun budaya-budaya Aceh. Saya juga mempertontonkan tari Saman kepada mereka, ternyata mereka cukup senang dan cukup fanatik menyaksikan video yang saya berikan. Bahkan hingga saat ini masih berlangsung tari Saman ini,” tutur Rahmat.

Pengalaman tugas itu sangat berkesan untuknya. Selain berbaur dengan budaya yang berbeda, ia juga mengerti situasi sosial dan betapa berharganya makna perdamaian, khususnya bagi Afrika Tengah.

“Itu sangat berharga,” tandasnya.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...