DSI Diminta Mampu Selesaikan dengan Bermartabat dan Berkeadilan

BANDA ACEH, READERS – Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki melalui Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh, M Jafar, mengharapkan kehadiran Dewan Sengketa Indonesia (DSI) mampu membantu dalam menyelesaikan sengketa secara bermartabat dan berkeadilan, untuk menghindarkan gejolak sosial kemasyarakatan maupun pertikaian di tengah-tengah pemerintahan maupun masyarakat. Selasa (29/11/2022).
Hal itu disampaikan M Jafar dalam sambutannya pada Sidang Terbuka Penandatanganan Pakta Integritas, Pengambilan Sumpah/Janji dan Pelantikan Profesi Mediator/ Ajudikator Konsiliator/ Arbiter, di wilayah Aceh. Di Hotel Hermes Palace pada Senin (28/11/2022) kemarin.
M Jafar menerangkan, DSI adalah lembaga masyarakat yang bertujuan memberikan layanan alternatif penyelesaian sengketa tanpa harus sampai ke ranah hukum atau pengadilan, melalui instrumen kelembagaan DSI maupun dengan menggunakan kompetensi/keahlian individu masing-masing mediator ajudikator/ konsiliator/ arbiter yang terdaftar di DSI.
“Mediator non-hakim yang disiapkan dan terdaftar di DSI, punya kemampuan mumpuni. Mereka memiliki kompetensi dan bersertifikat dari Mahkamah Agung dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),” kata Jafar.
Lembaga DSI, lanjut Jafar, terbentuk sejak 2020 lalu, kendati masih berusia muda, DSI selama ini telah menunjukkan andilnya dalam 45 layanan penyelesaian sengketa di tanah air, yang mencakup terkait sengketa properti, konstruksi, tanah, perindustrian, hingga perceraian.
“Apa yang dicita-citakan DSI dalam penyelesaian sengketa patut didukung oleh semua pihak, sebagai semangat dari sila ke 4 Pancasila; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” sebut Jafar.
Menurut Jafar, sistem kerja DSI sangat sesuai dengan kearifan masyarakat lokal Aceh, yaitu menunda musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan berbagai perselisihan. Di mana kondisi itu masih terus berlangsung hingga sekarang di gampong-gampong dengan sistem Peradilan Adat sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Bahkan Aceh mempunya Majelis Adat Aceh (MAA) yang berfungsi untuk membina keberlangsungan hukum adat etika.
“MAA dan DSI telah menempatkan perjanjian kerja yang sama, dengan harapan adanya sinergitas untuk mensosialisasikan alternatif penyelesaian masalah dan penguatan pelaksanaannya melalui pendidikan oleh pelaksana Peradilan Adat Aceh, pada Maret 2022 lalu di Semarang, Jawa Tengah,” ungkapnya.
Karenanya Pemerintah Aceh berharap, DSI harus mampu menyiapkan atau melahirkan mediator/ajudikator/konsiliator/arbiter di Aceh dengan berbagai pengetahuan tentang kearifan lokal, adat istiadat, dan syariat Islam yang berlaku di Serambi Mekkah.
Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Prof. Taufiq Saidi menyampaikan bahwa dengan hadirnya DSI di Aceh akan membantu masyarakat Aceh khususnya dalam pendampingan hukum dalam penyelesaian sengketa.
“Kita berharap ke depan tidak ada lagi tuntutan yang berlanjut di Aceh, serta menjadi kerja sinergi untuk mendukung peningkatan lembaga dan berbagai program pemerintah Aceh,” pungkasnya.
Komentar