Gelar FGD, ARD Bahas Peran Fungsi Lembaga Wali Nanggroe dalam Kekhususan Aceh

BANDA ACEH, READERS — Lembaga Aceh Resource Development (ARD) mengelar Focus Group Discusion (FGD) membahas peran dan fungsi Kelembagaan Wali Nanggroe Aceh sebagai lembaga khusus yang menyatukan tatanan persepsi masyarakat Aceh, Sabtu (15/10/2022).
FGD yang digelar di Hotel Kryad Banda Aceh ini diikuti sekitar 20 peserta dan menghadiran beberapa narasumber seperti Taufik Abda dari Aktifis Adat, Nurzahri dari Jubir Partai Aceh, Munawar Liza Zainal dari eks anggota juru runding MoU Helsinki dan Prof Syahrizal Abbas dari Tuha Peut Lembawa Wali Nanggroe Aceh.
Ketua ARD, Misdarul Ihsan mengatakan, tujuan digelarnya diskusi ini ialah guna memperkuat lembaga Wali Nanggroe lewat masukan dan dorongan-dorongan yang disampaikan oleh sejumlah narasumber. Sehingga lembaga khusus yang terbentuk pasca konflik ini semakin khusus ke depannya.
“Bagaimana kita memperkuat lembaga yang hadir pasca perdamaian yakni Lembaga Wali Nanggroe Aceh. Jadi bagaimna ke depan lembaga ini harus lebih kuat, karena ini lembaga khusus ini harus menjadi lebih khusus lagi ke depannya,” kata Ihsan.
Seorang narasumber dari mantan anggota Juru Runding MoU Helsinki, Munawar Liza Zainal menjelaskan, Lembaga Wali Nanggroe merupakan salah satu lembaga khusus yang diusul oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk dimasukkan ke dalam salah satu poin MoU Helsinki.
Sehingga, kata Munawar, saat ini seluruh rakyat Aceh memiliki kewajiban untuk memberi masukan dan penguatan-penguatan Lembaga Wali Nanggroe.
“Karena tidak ada cerita protes kepada institusi dan eksistensinya, tapi yang kita lakukan adalah penguatan-penguatan karena barang itu sudah ada,” ujar Munawar.
Sedangkan, Nurzahri dari Juru Bicara Partai Aceh mengakui Lembaga Wali Nanggroe merupakan salah satu hal yang masih asing bagi sebagian besar masyarakat Aceh. Terkecuali bagi beberapa kalangan yang terlibat dalam proses perdamaian.
“Nomenklatur Wali Nanggroe ini sesuatu yang asing sebetulnya, Proses lahirnya Wali Nanggroe itu banyak masyarakat Aceh yang tidak tahu. Bahkan kalangan akademisi pun tidak pernah ada yang membuat penelitian terhadap permasaalahan ini,” kata Nurzahri.
Padahal, menurutnya, salah satu lembaga keistimewaa Aceh itu merupakan sebuah fakta sejarah yang tercatat dalam proses perjuangan Aceh.
“Ketidakpahamam inilah yang membuat kita berputar-putar terhadap mencari sebuah konsep bagi yang namanya Wali Nanggroe,” katanya.
Komentar