KontraS Aceh Kritik Tim Penyelesaian Masalah Tempat Ibadah di Singkil

Waktu Baca 4 Menit

KontraS Aceh Kritik Tim Penyelesaian Masalah Tempat Ibadah di Singkil
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra. [Readers.ID | Fuadi]

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mempertanyakan kinerja Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Tempat Ibadah di Aceh Singkil.

Pasalnya, tim dibentuk November 2020 lalu oleh Pemerintah Aceh bersama Pemerintahan Aceh Singkil itu hingga kini, keberadaan dan kinerjanya tak menunjukkan hasil memadai.

Pernyataan itu disampaikan Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra menanggapi polemik yang muncul usai viralnya foto salah satu gereja di Aceh Singkil baru-baru ini.

Kejadian itu dinilai sebagai dampak dari berlarutnya upaya penyelesaian masalah pendirian tempat ibadah di daerah tersebut.

"Jadi foto yang beredar beberapa hari yang lalu, harusnya dilihat sebagai situasi dampak dari lalainya pemerintah Aceh melalui tim terpadu dalam upaya mendorong penyelesaian kasus rumah ibadah, sehingga membiarkan hal ini terus berpolemik," kata Hendra, Minggu (18/7/2021).

Ia menyampaikan, tanpa peran aktif pemerintah untuk menyelesaikannnya, isu ini akan terus jadi bola liar yang memicu sentimen di tengah-tengah publik.

Di sisi lain, ada persoalan substansial yang hingga kini masih menjadi momok, yakni terabaikannya hak warga negara untuk bisa menjalankan ibadah dengan aman dan nyaman.

Tim yang dibentuk melalui Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.2/1573/2020, tersebut mengemban beberapa tugas.

Salah satunya, membangun kesepakatan dengan para pihak, menyusun kajian komprehensif terkait masalah ini, serta melakukan analisis alternatif solusi dan melakukan sosialisasi terhadap hasil kajian tersebut.

"Umat kristen di Aceh Singkil, perlu dipenuhi haknya dalam beribadah dengan aman dan nyaman sebagaimana diamanahkan dalam kontitusi Republik Indonesia," ujar Hendra.

Pihaknya juga memandang, seharusnya peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh sebagai koordinator tim lapangan dalam penyelesaian permasalah rumah ibadah di Aceh Singkil lebih terlihat dan bisa dirasakan oleh semua pihak.

FKUB harus menjadi leading sector pertama dalam upaya mendorong penyelesaian kasus rumah ibadah di Aceh Singkil.

Organisasi itu juga harus mampu memfasilitasi pertemuan antarumat beragama, mendengar pendapat dari kedua pihak --baik muslim dan kristen--, serta menengahinya dengan solusi terbaik.

"Peran tersebut harus dijalankan dengan netral, independen serta mengedepankan langkah mediasi antar pihak," jelas Hendra.

Untuk menyelesaikan masalah ini, KontraS Aceh menekankan pemerintah perlu menempuh jalur dialog, ketimbang pendekatan hukum semata.

Sebab, pemberlakuan syarat pendirian tempat ibadah mengacu pada Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, akan sangat sulit dipenuhi oleh umat kristen.

"Karena itu pendekatan dialog harus ditempuh sebagai jalan yang terbaik di antara kedua pihak, FKUB harus berperan aktif," ujar Hendra.

Pendekatan kemanusiaan dikatakan koordinator KontraS Aceh itu, harus lebih diutamakan. Dikarenakan setiap umat beragama butuh beribadah dengan nyaman.

"Pemerintah harus melihat ini sebagai bagian dari pemenuhan hak warga negara, jadi tak melulu soal pemenuhan aturan hukum," ucap Hendra.

"Orang menjalankan ibadah itu adalah hal yang baik, bagaimana mungkin harus dibatasi? Mereka butuh tempat. Pemerintah harus bijak melihat ini," imbuhnya.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...