Masjid Awaluddin Ketol, Salah Satu Bukti Sejarah Jejak Islam di Aceh Tengah
Terkait masjid pertama di Ketol (Masjid Awaluddin), menurut Prof. Tajuddin, perlu dilihat sejarah masuknya Islam ke Gayo secara keseluruhan. “Melalui jalur mana dan pembawanya. Termasuk, dengan melihat sejarah masuknya Islam ke pesisir Aceh. Sampai ke Gayo, melalui aliran sungai. Biasanya, dari pesisir dulu,” sebut Tajuddin.

BANDA ACEH, READERS – Pusat Kajian Kebudayaan Gayo (PKKG) menggelar Webinar Sejarah Seri Dua terkait jejak-jejak Islam, eksistensi habib dan situs-situs bersejarah di Ketol Kabupaten Aceh Tengah.
Diskusi secara virtual tersebut menghadirkan empat narasumber, yaitu Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Universitas Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc, yang merupakan putra Ketol, Aceh Tengah.
Kemudian anggota DPRK Aceh Tengah Susilawati, keturunan Habib Syarif/perintis pembangunan Masjid Quba Bebesen, T. Said Lidansyah, dan peneliti Masjid Quba Bebesen, Yusradi Usman al-Gayoni, dan dimoderatori Kudri Temas Miko, S.K.M., M.Kes.
Prof Tajuddin dalam diskusi tersebut mengungkapkan serba serbi Ketol kepada puluhan peserta webinar. Salah satunya adalah cerita mengenai Ketol tersebut perlu di dalami kembali lebih lanjut.
“Cerita rakyat tentang Ketol perlu dikaji lagi untuk menguatkan pemahaman tentang Ketol, termasuk peranan ulama asal Mekkah yang menguatkan syiar Islam ke Ketol,” kata Prof. Tajuddin pada Webinar tersebut, Sabtu (16/4/2022).
Alumnus The University of Queensland Australia itu, menyebut, Ketol terisolasi sampai dengan tahun 1980-an, pekerjaan utama masyarakat petani yaitu menanam padi, palawija, dan perkebunan. Selain itu dari segi perkampungan juga berada dalam enklaf perkebenunan pinus.
“Sumber daya manusia juga lemah, setidakya sampai tahun 2000. Perekonomian membaik secara lokal dengan terbukanya akses jalan, tahun 1990-an. Alat transportasi utama (sampai tahun 1980-an): truk PNP, bus PT Aceh Tengah masih jarang, dan masih jalan kaki,” sebutnya.
Komoditas utama Ketol, sambungnya, tebu, kopi, dan padi. “Talenta lokal (SDM unggul) tidak berkembang karena keterbatasan akses, pengaruh luar sangat besar, kearifan lokal memudar, dan situs sejarah di Ketol tidak dipelihara dengan baik,” tuturnya.
Terkait masjid pertama di Ketol (Masjid Awaluddin), menurut Prof. Tajuddin, perlu dilihat sejarah masuknya Islam ke Gayo secara keseluruhan. “Melalui jalur mana dan pembawanya. Termasuk, dengan melihat sejarah masuknya Islam ke pesisir Aceh. Sampai ke Gayo, melalui aliran sungai. Biasanya, dari pesisir dulu,” sebut Tajuddin.
Sementara itu peneliti Masjid Quba Bebesen, Yusradi Usman al-Gayoni, mengatakan, antara Masjid Ketol dengan Masjid Bebesen memiliki kesamaan bahkan berkaitan erat.
“Sama-sama dibangun sebelum Belanda masuk ke Gayo (1902) dan sama-sama dibangun ulama dari Mekkah. Satu sumber, menyebutkan dibangun Syeh Abdur Rauf, tahun 1890. Sumber lain, menyebutkan, dibangun Habib Syarif, sebelum akhir 1700 atau sebelum awal 1800,” kata Yusradi.
Habib Syarif, lanjutnya, perintis pembangunan Masjid Bebesen, sebelum ke Bebesen, tinggal di Ketol, bercocok tanam, ikut mendirikan Masjid Ketol dan turut serta menguatkan syiar Islam di Ketol. Saat itu, orang dari Bebesen dan banyak tempat di Aceh Tengah, salat Jumat ke Ketol, jalan berhari-hari, membawa bekal, menyusuri Sungai Pesangan, untuk sampai ke Ketol. Selain salat Jumat, orang ingin mengenal Habib Syarif, dan mendalami agama Islam.
Habib Syarif, sambungnya, meninggal tahun 1850 dan anaknya, Habib Muhammad, pendiri masjid di Jalung, Rakal, Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, meninggal tahun 1887.
“Model Masjid Ketol, Masjid Bebesen, perkiraan saya sama seperti Masjid Isaq, Masjid Asal, Masjid Asir-Asir, Masjid Kebayakan, Masjid Demak. Model awalnya seperti itu, sebelum pengembangan,” tegas Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo tersebut.
Terkait perbedaan waktu dan nama ulama pendiri Masjid Ketol, tegasnya, perlu diteliti lebih lanjut. Termasuk, meneliti situs-situs bersejarah terkait di Ketol, masjid dan makam-makam ulama asal Mekkah dan keturunannya.
Narasumber selanjutnya Tgk. T. Said Lidansyah, menuturkan, Habib Syarif adalah orang Arab, berasal dari Mekkah. “Habib Syarif, istri, dua anaknya (Habib Muhammad Jalung dan Habib Yusuf) dan seorang pengikut, penghafal Quran, Syeh Mahmud, hijrah ke Aceh, tepatnya, di Ie Leubeu, Pidie. Setelah menguasai bahasa Aceh, Habib Syarif dan rombongan ke Ulim, Paya Tui, Pidie Jaya. Kemudian, meneruskan perjalanannya sampai ke Peudada. Lalu, mengikuti aliran sungai Peudada, sampai ke Pantan Lah, terus ke Jalung (sebelumnya bernama Kala Ali-Ali), sampai ke Serempah, Ketol,” kata Lidansyah.
Di Serempah, tambahnya, Habib Syarif lama menetap dan sempat bersawah. Karena ada warga dan pemukiman, Habib Syarif kemudian membangun masjid, untuk lebih menyiarkan Islam. Akibatnya, orang berdatangan ke Ketol dari berbagai tempat di Aceh Tengah, untuk lebih mengenal Habib Syarif dan belajar agama Islam, sebelum Habib Syarif pindah, merintis pembangunan Masjid Bebesen, dan menguatkan keislaman di Bebesen.
Sementara dari seorang anggota DPRK Aceh Tengah, Susilawati dalam pertemuan virtual itu mengaku selama ini memang sebatas mendengar dari orang tua dulu.
“Saya banyak mendapat informasi dari Webinar hari ini. Sebelumnya, sebatas mendengar cerita dari orang-orang tua di Ketol terkait masjid pertama di Ketol, Masjid Awaluddin. Makanya, saya meminta Panitia Pembangunan Masjid Awaluddin yang juga ikut Webinar ini untuk mengakomodir temuan ini dalam arsitektur Masjid Awaluddin,” ujar Susilawati.
Meski tidak sama 100 persen, lanjutnya lagi, seperti masjid yang dibangun pertama dulu, paling tidak mendekati. Ini penting, buat identitas sejarah dan kebanggaan masyarakat Ketol.
“Saya sudah memasukkan dua masjid di Kute Gelime, termasuk Masjid Awaluddin dalam pokok pikiran (pokir) saya,” kata Susilawati, anggota DPRK Aceh Tengah, daerah pemilihan III Aceh Tengah (Celala, Ketol, Celala, Rusip Antara, dan Silih Nara).
Komentar