OPINI: Mengapa Dana Otsus Aceh Perlu Dipertahankan?

Pemerintah Pusat mesti memperpanjang Dana Otsus bagi daerah-daerah khusus di Indonesia, termasuk Aceh. Dana Otsus menjadi “politik jalan tengah” untuk meredam gejolak politik di Aceh.

Waktu Baca 8 Menit

OPINI: Mengapa Dana Otsus Aceh Perlu Dipertahankan?Haekal Saniarjuna
Haekal Saniarjuna (Foto: Dok. Haekal Saniarjuna)

Oleh Haekal Saniarjuna*

Wacana perpanjangan masa berlaku Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh kembali mencuat. Pasalnya, pada tahun 2023 yang akan datang, dana otsus Aceh akan berkurang sebesar 50% dan akan berakhir pada tahun 2028. Oleh sebab itu, muncul tuntutan agar Pemerintah Pusat mempertahankan Dana Otsus Aceh. Lantas, mengapa Dana Otsus Aceh harus dipertahankan?

Apabila dilihat dari asbabunnuzul lahirnya Dana Otsus Aceh disebabkan Pemerintah Pusat memberikan status Otonomi Khusus kepada Aceh. Dalam hal pelaksanaan Otonomi Khusus Aceh, Pemerintah Pusat tidak membatasi masa waktu berlaku Otonomi Khusus Aceh tersebut. Secara tidak langsung Aceh telah mendapatkan status Otonomi Khusus secara permanen, seperti halnya Yogyakarta.

Akan tetapi, Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh membatasi masa berlaku Dana Otsus Aceh. Seharusnya selama Aceh berstatus daerah Otonomi Khusus, maka selama itu pula Aceh mendapatkan alokasi Dana Otsus.

Aceh pertama kali mendapat status daerah Otonomi Khusus (Otsus) pada tahun 2001. Pemerintah Pusat membentuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kemudian, lima tahun setelah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut berlaku, status otonomi khusus Aceh mengalami perubahan dan perbaikan dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau yang sering dikenal dengan UUPA.

Berbeda dengan UU No 18 Tahun 2001, UUPA mengatur secara jelas dan tegas mengenai jumlah, masa berlaku dan status Dana Otsus yang menjadi salah satu sumber pendapatan dan pembiayaan Aceh. Menurut UUPA, Aceh mendapatkan Dana Otsus selama 20 tahun yakni 2008-2028. Penyaluran Dana Otsus dilakukan melalui dua tahap. Pada tahap pertama selama 15 tahun, Aceh menerima Dana Otsus sebesar 2% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Kemudian, pada tahap kedua tahun ke-16 sampai tahun ke-20, Aceh menerima dana otsus sebesar 1% dari plafon DAU Nasional.

Apabila melihat dari latar belakang lahirnya dana otsus, maka sudah menjadi sebuah keniscayaan Pemerintah Pusat mempertahankan Dana Otsus untuk Aceh. Bahkan, sebuah hal yang sangat wajar apabila Dana Otsus Aceh ditetapkan menjadi permanen. Karena ketika Pemerintah Pusat memberikan status otonomi khusus kepada Aceh, maka di dalamnya sudah termasuk Dana Otsus. Status Otonomi Khusus dan Dana Otsus menjadi sebuah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Selama Aceh berstatus otonomi khusus, maka selama itu pula dana otsus harus ada. Tidak perlu ada pembatasan waktu masa berlakunya dana otsus. Selain itu, apabila melihat dari faktor sejarah, dana otsus merupakan bagian dari resolusi konflik Aceh. Pemerintah Pusat mesti memperpanjang Dana Otsus bagi daerah-daerah khusus di Indonesia, termasuk Aceh. Dana Otsus menjadi “politik jalan tengah” untuk meredam gejolak politik di Aceh. Maka dengan pertimbangan politik dan mengedepankan persatuan bangsa, memperpanjang masa berlaku dana otsus merupakan sebuah pilihan rasional.

Mempertahankan dana otsus Aceh dengan alasan bahwa Aceh merupakan daerah otonomi khusus cukup masuk akal, karena Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga merupakan daerah otonomi khusus mendapatkan Dana Otsus dengan tanpa batasan waktu. Apabila DIY yang mendapatkan Dana Otsus secara permanen, seharusnya Aceh juga mendapatkan hak yang sama. Pemerintah Pusat tidak boleh melakukan diskriminasi antara daerah otonomi khusus Jawa dan Luar Jawa. Setiap daerah otonomi khusus harus memperoleh status dan kedudukan yang sama.

Disisi lain, terdapat beberapa pihak yang menganggap dana otsus tidak perlu lagi untuk diperpanjang. Pasalnya dana otsus Aceh dinilai tidak berhasil menghilangkan kemiskinan dari bumi Serambi Mekah. Hal tersebut disebabkan saat ini Aceh masih menjadi daerah termiskin di Sumatera dan paling miskin ke-6 di Indonesia. BPS mencatat pada tahun 2019 angka kemiskinan di Aceh sebesar 15.32%.

Gagalnya dana otsus mensejahterakan rakyat Aceh diduga disebabkan oleh penyalahgunaan dana otsus Aceh. Pasalnya, pada tahun 2017, dua kepala daerah di Aceh yakni Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus suap alokasi dana otsus untuk Kabupaten Bener Meriah. Akan tetapi, apabila ada anggapan bahwa dana otsus tidak ada manfaatnya juga tidak tepat. Sejak tahun 2008 ketika dana otsus Aceh pertama kali diberlakukan, angka kemiskinan di Aceh sebesar 32 persen. Secara bertahap dan konsisten terus menurun mendekati angka kemiskinan rata-rata nasional.

Selain itu, perlu dipahami bahwa anggaran belanja pemerintah menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Di dalam makro ekonomi, salah satu faktor utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah spending government atau pengeluaran pemerintah.

Tercatat, dari tahun 2008 hingga 2017, total dana otsus yang telah dikucurkan Pemerintah Pusat kepada Aceh sebesar 56.67 T. Kabarnya, pada tahun 2020, Aceh akan menerima dana otsus sebesar 8 T. Dengan dana otsus yang sangat besar, tentunya sangat signifikan menstimulasi pertumbuhan ekonomi Aceh. Oleh sebab itu, solusi yang diperlukan adalah evaluasi yang menyeluruh dan sistemik terhadap pengelolaan dana otsus Aceh, bukan dengan menghilangkan dana otsus itu sendiri.

Pada akhirnya, dana otsus dan status daerah otonomi khusus menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Dana otsus menjadi bagian integral dari kekhususan Aceh. Selama Aceh berstatus daerah otonomi khusus, maka selama itu pula dana otsus terus ada. Terkait implementasi dana otsus yang masih menuai berbagai permasalahan, hal tersebut merupakan tanggung jawab kedua belah pihak yakni antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat untuk membenahi proses penyerapan Dana Otsus agar berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh.

*Penulis merupakan Mahasiswa Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI)

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...