Mengenal Aceh dari Museum Aceh

Mengenal Aceh dari Museum Aceh, barangkali salah satu hal yang tepat untuk mengenal Aceh lebih dekat dari kacamata sejarah. Selama ini, kita hanya mengenal Aceh lewat makanan dan wisata yang termegah di Aceh atau mengenal sejarahnya melalui tulisan-tulisan sejarawan Aceh. Nah, agar mengenal Aceh lebih dalam tidak ada salahnya kita coba menyusuri sejarah Aceh melalui Museum Aceh.
Museum Aceh menjadi salah satu tempat wisata penting sebagai wisata edukasi bagi regenerasi Aceh atau pelancong ke Aceh karena banyak sekali informasi yang pasti belum diketahui mengenai Aceh di masa lalu. Dari itu, di Museum Aceh ini kita dapat melihat peninggalan sejarah masa lalu baik masa Kesultanan Aceh, nisan dan peninggalan masa penjajahan Belanda.
Namun sebelum mengupas sekilas soal apa saja isi dari Museum Aceh, READERS.ID akan mengajak pembaca untuk mengetahui sejarah pembangunan Museum Aceh.
Pembangunan Museum Aceh
Menelusuri pembangunan Museum Aceh, dalam catatan sejarah bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada 1915. Selanjutnya, pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A. Swart pada tanggal 31 Juli 1915. Pada waktu itu bangunannya berupa sebuah bangunan Rumah Tradisional Aceh (Rumoh Aceh).
Awalnya Museum Aceh ini diberi nama Atjeh Museum yang dipimpin oleh F.W.Stammeshous dan diresmikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Jenderal Belanda H.N.A. Swart. Sebelumnya, Museum Aceh tidak seperti ini melainkan hanya satu bangunan saja itupun rumah tradisional Aceh atau dikenal dengan Rumoh Aceh.
Bisa kita lihat bahwa cikal bakal Museum Aceh ini berawal dari Rumoh Aceh sehingga bangunan satu tersebut dipertahankan hingga sekarang ini yang berada di halaman Museum Aceh. Bangunan berbahan dasar kayu ini berbentuk rumah panggung dengan sistem konstruksi pasak yang dapat dibongkar pasang secara fleksibel.
Secara tidak langsung, jika wisatawan masuk ke Museum Aceh ini tentu arah pandangan tertuju pada Rumoh Aceh. Artinya, secara tidak langsung Rumoh Aceh menjadi salah satu sejarah dalam pembangunan Museum Aceh hingga saat ini gedung-gedungnya bertambah menjadi beberapa gedung.
Rumoh Aceh ini sebelumnya dipertunjukkan dalam Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) yang berlangsung di Semarang pada tahun sebelumnya. Dalam pameran tersebut, kebanyakan koleksi di Paviliun Aceh merupakan koleksi pribadi Stammeshaus ditambah berbagai koleksi benda pusaka peninggalan kesultanan Aceh.
Dalam pameran ini, Rumoh Aceh memperoleh anugerah sebagai Paviliun terbaik dengan perolehan 4 medali emas, 11 perak serta 3 perunggu untuk berbagai kategori.
Di antara koleksi yang cukup populer dari museum ini adalah sebuah lonceng yang usianya telah mencapai 1400 tahun. Lonceng ini bernama ‘Lonceng Cakra Donya’ yang merupakan hadiah dari Kaisar Cina dari Dinasti Ming kepada Sultan Pasai pada Abad Ke-15, yang dihadiahkan saat perjalanan muhibah Laksamana Muhammad Cheng Ho. Lonceng ini dibawa ke Aceh saat Sultan Ali Mughayat Syah dari Kesultanan Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524 M.
Setelah Indonesia merdeka, operasional Museum Aceh secara bergantian dikelola oleh Pemerintah Daerah Tk.II Banda Aceh (1945-1969), Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis) (1970-1975), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976-2002) dan saat ini pengelolaan Museum Aceh menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 10 Tahun 2002 tanggal 2 Februari 2002, status Museum Aceh menjadi UPTD Museum Provinsi Aceh di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.
Sampai tahun 2019, Museum Aceh memiliki 5.328 koleksi benda budaya dari berbagai jenis dan 12.445 buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan. Dari ke semua koleksi yang ada di Museum Aceh, terdapat beberapa gedung yaitu gedung Pameran Tetap, Pameran Kontemporer, Rumoh Aceh.
Salah seorang mahasiswa sejarah UIN Ar-Raniry Fahmi Rezeki dalam pandangannya mengatakan bahwa Museum Aceh sangat membantu meningkatkan ilmu pengetahuan masyarakat.
"Semoga Museum Aceh terus menjadi kiblat para pelancong dari luar maupun lokal sebagai salah satu icon dan gudang pengetahuan sejarah," pinta Fahmi.
Media Edukasi Pengetahuan
Kehadiran Museum Aceh tentu memberikan edukasi yang baik utamanya bagi pengetahuan sejarah di masa lalu. Dengan hadirnya Museum Aceh ini, akan memberikan wawasan bagi regenerasi Aceh maupun wisatawan dari luar yang datang ke tempat ini.
Selain itu, amatan READERS.ID, tidak hanya wisatawan yang dapat menikmati Museum Aceh tersebut namun sebagai meningkatkan pengetahuan sejarah khususnya sejarah Aceh bagi pelajar, banyak sekolah-sekolah di Banda Aceh mengerahkan siswa/i nya untuk hadir secara langsung melihat pengetahuan di Museum Aceh tersebut bersama para guru-guru.
Di Museum Aceh ini siswa akan berinteraksi langsung dengan pihak UPTD dan menjelaskan pajangan koleksi-koleksi yang kepada siswa maupun wisatawan.
Selain itu juga, di lingkungan Museum Aceh ini juga terdapat beberapa makam seperti makam Sultan Iskandar Muda dan juga makam-makam lainnya. Sisi lain, wilayah Museum Aceh masih menjadi wilayah kerajaan Aceh Darussalam jika dilihat dari kacamata masa lalu Aceh di masa kesultanan.
Lonceng Cakra Donya
Selain makam, wisatawan juga dapat melihat langsung Lonceng Cakra Donya sebagai salah satu peninggalan kerajaan Kesultanan Pasai yang diberikan Dinasti Ming, Tiongkok, karena terjalinnya hubungan yang harmonis antar dua negara.
Seiring harmonisnya hubungan kedua negara tersebut, mendorong Kaisar Yonglee Dinasti Ming menghadiahkan sebuah lonceng besar kepada Kesultanan Pasai yang saat itu dipimpin dan diterima langsung oleh Sultan Zainal Abidin.

Dalam catatan sejarah, hadiah tersebut diberikan Kaisar Yonglee pada tahun 1411 M. Kini, lonceng yang cukup terkenal ini terpajang rapi di depan Museum Aceh.
Pada 2 Desember 1915, Swart memerintahkan prajuritnya agar lonceng tersebut diturunkan dari pohon glundong karna khawatir dahan pohon yang menahan beratnya lonceng tersebut patah dan merusak lonceng tersebut akibat jatuh ke tanah.
Nah, itulah sekilas soal Museum Aceh dan semoga bermanfaat. Dengan hadirnya Museum Aceh, semoga memberikan ketenangan dan pengetahuan soal sejarah Aceh di masa lalu.
Komentar