Peran Aceh Sebagai Serambi Mekah

Tgk Azhari menyebutkan, kehadiran kerajaan Islam di Aceh berpengaruh besar terhadap agama dan budaya Islam dalam penerapan kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh hingga daerah ini mendapat julukan “Serambi Mekah”. 

Author

Waktu Baca 12 Menit

Peran Aceh Sebagai Serambi MekahReaders.ID
Masjid Baiturrahman Banda Aceh. (Readers.ID/Junaidi)

BANDA ACEH, READERS – Provinsi Aceh merupakan daerah pertama masuknya agama islam di Indonesia. Menurut catatan sejarah, Aceh merupakan awal munculnya kerajaaan Islam di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara melalui dua Kerajaan Islam Peurelak dan Pasai. 

Demikian awal Khatib Jum’at Baiturrahman Banda Aceh yang disampaikan oleh Tgk. H. Azhari, yang merupakan Kepala Bidang (Kabid) Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Provinsi Aceh.

Menurutnya, kehadiran Islam di Aceh menjadikan wilayah semakin luas hingga sebagian besar pantai barat dan timur Sumatera hingga semenanjung Malaka. Kehadiran daerah ini semakin bertambah kokoh dengan terbentuknya kesultanan Aceh yang mempersekutukan kerajaan kerajaan kecil dan mencapai kejayaannya pada masa Sultan Iskandar Muda pada abad 17.

Tgk Azhari menyebutkan, kehadiran kerajaan Islam di Aceh berpengaruh besar terhadap agama dan budaya Islam dalam penerapan kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh hingga daerah ini mendapat julukan “Serambi Mekah”. 

“Keyakinan dan keteguhan hati bangsa Aceh dalam menjalankan syariat Islam sangat kuat, karena senantiasa berpedoman kepada kitab suci Al Quran sebagai pedoman dan meyakini bahwa segala sesuatu sudah dijelaskan di dalam Al quran,” katanya. 

Hal ini, lanjutnya, sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surat An Nahlu ayat 89; Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab [Al Quran] untuk menjelaskan segala sesuatu.” 

“Menurut Prof. Mahmud Syaltut bahwa Al-Quran terdapat segala pokok petunjuk yang mencakup kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu segala sesuatu yang telah di atur dalam Al Quran bagi masyarakat Aceh sangat di jaga dan di junjung tinggi. Sehingga peran Aceh dalam berbagai hal untuk kebaikan dan kemaslahatan di negeri ini sangat menentukan,” ujarnya. 

Masa Penjajahan

Selain itu Azhari juga tampak menguak sekilas keberadaan Aceh dengan masa lalu penjajah Belanda pada 26 Maret 1873. Peran Aceh sebagai Serambi Mekah masa itu ialah Belanda menyatakan perang dengan sultan Aceh. 

Maka terjadilah perang yang memakan korban jiwa dan harta yang sangat besar dan perang tersebut di namakan dengan perang fi sabilillah (perang di jalan Allah) yang berlangsung selama 30 tahun. 

“Kenapa disebut perang sabil? Karena peperangan membela agama Allah dan bangsa dari penjajah yang ingin menguasai aceh dan Indonesia. Kemudian peperangan terjadi silih berganti dan kemudian peperangan berakhir melawan jepang yang datang pada tahun 1942,” ujarnya. 

Peperangan ini, lanjutnya Tgk Azhari, berakhir dengan menyerahnya jepang kepada sekutu pada tahun 1945. Banyak para pahlawan yang gugur sebagai kesuma bangsa dalam membela agama, negara dan bangsa dari penjajah yang hendak menguasai negeri. 

Disampaikan, para pejuang memiliki keyakinan bahwa berperang membela agama dan bangsa adalah berperang fi sabilillah, hal ini sesuai dengan fi rman Allah surat Al Baqarah ayat 190; Artinya; “Perangilah di jalan Allah orang orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melewati batas. Sesunggunya, Allah tidak menyukai orang orang yg melampoi batas.” 

Ia menyebutkan, Syeh M. Ali As Shabuni dalam menafsirkan ayat tersebut menjelaskan bahwa jihat atau perang adalah jalan darurat dan alternatif terakhir. “Oleh karena itu para pejuang negeri ini tidak pernah takut dan gentar walau pun harta dan jiwanya harus korban demi membela negara, agama dan bangsa, para pejuang memiliki komitmen yang sangat tinggi dengan motto ‘Hidup mulia mati syahid’,” ujarnya.

Masa kemerdekaan

Sementara itu pasca kemerdekaan Indonesia, Aceh memiliki peran yang sangat strategis dan penting. Ia menyebutkan, masa itu masyarakat Aceh menyumbangkan beragam kebutuhan pemerintah Republik Indonesia termasuk pesawat terbang untuk kelancaran hubungan dan perkembangan Indonesia ke luar negeri. 

“Sumbangan the black speed buat (kapal laut) dengan nomor regestrasi ppb 58 lb.sumbangan saudagar Aceh, bantuan pembangunan monas dan yang tidak kalah penting adalah informasi ke luar negeri bahwa Indonesia masih ada melalui siaran Radio Rimba Raya dan disiarkan pada saat Indonesia sangat genting yaitu agresi Belanda kedua. Radio Rimba raya terus berperan aktif sampai saat pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tgl 27 Desember1949 di Den Haag,” ulasnya. 

Karena keikutsertaan dan peran Aceh sangat besar, lanjutnya, baik masa penjajahan maupun di era kemerdekaan sehingga presiden pertama RI, Ir. Soekarno menjuluki Aceh sebagai daerah modal. 

Penyebaran Islam dan Pendidikan 

Tgk Azhari juga memberikan pandangan bahwa Kerajaan Aceh menjadi pusat penyebaran Islam karena lokasinya yang sangat strategis, kemudian Kerajaan Islam Aceh menjadi kerajaan yang mempertahankan Islam dari penjajahan.

"Kerajaan Aceh menjadi pusat Pendidikan islam dengan adanya Ulama ulama besar seperti Hamzah Fanshuri, Syamsuddin As Sumtrani, Abdurrauf As Singkili, Nuruddin Ar Raniry, dan masih banyak ulama ulama besar lainnya yang berperan aktif baik di masa penjajahan, era kemerdekaan dan masa sekarang," ujarnya.

Dikatakan, para pendahulu negeri ini sudah berjuang membela negara, agama dan bangsa dari musuh-musuh negara dan bangsa/penjajah. Maka tugas kita sekarang menjaga, memelihara, melaksanakan dan mengembangkan warisan tersebut.

"Bagaimana kita mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang mencakup agama, ekonomi, Pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan menjaga keutuhan negeri ini!"

Kita sebagai warga negara yang beragama, tambahnya, maka wajib mempertahankan agama sesuai keyakinan dan agama yang kita anut, kita sebagai umat islam wajib menjaga memelihara dan mengamalkan ajaran agama dengan baik dan sempurna. Bahwa untuk menjaga agama yang utuh sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasul-Nya.

Maka perlu menjaga dan membina generasi muda, sebagaimana pendahulu kita menjaga dan berperan untuk mejaga negeri ini, maka kita sekarang juga memiliki kewajiban yang sama walaupun bentuk dan praktenya berbeda. Melalui mimbar khutbah ini khatib mengajak hadirin semua; 

Mari kita atur barisan untuk mendidik generasi muda / anak-anak yang terintegrasi terencana, terfokus, terukur dan istiqamah dan berkelanjutan, sehingga generasi kedepan dapat terselamatkan dan menjadi harapan dan dambaan kita semua.

Suatu keniscayaan dan tidak bisa di tawarkan lagi untuk menyelamatkan generasi muda dari berbagai pengaruh budaya, penyakit masyarakat dan lingkungannya.

"Kalau dulu penjajah merusak dan merebut negeri ini untuk mengambil hasil bumi dengan peperangan dengan senjata dan tipu daya. Hari ini kita dan generasi kita di serang dengan chip, narkoba, sabu, media, yang tidak perlu senjata meriam, bom, tapi cukup dengan jaringan yang disiapkan sedemikian rupa, sehingga generasi kita rusak lebih bahaya daripada bom atom di Hiroshima. Bila bom atom menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima tapi narkoba, chip dan sabu dapat menghancurkan generasi ke seluruh nusantara bahkan dunia," tegasnya. 

Dari sekian banyak peran yang sudah diberikan Aceh kepada agama, negara dan bangsa ini begitu banyak tantangan yang sedang dan akan di hadapi. Dari itu ia mengajak untuk ambil peran sesuai dengan kemampuan masyarakat masing-masing dengan bentuk sebagai berikut.

1. Serahkan / titipkan anak-anak kita ke pesantren, dayah, sekolah, madrasah yang senantiasa membentuk anak anak dengan aqidah dan akhlak yang baik. 

2. Bagi yang tidak kepesantren/ dayah/sekolah/madrasah bording, mari kita ajak mereka untuk mengaji ba’da maghrib di masjid, menasah, balai balai pengajian dan rumah rumah masyarakat. 

3. Mari kita hidupkan Kembali pengajian ba’da maghrib di meunasah, masjid, balee, untuk anak usia sekolah SD/MI, SMP/MTsN, SMA/MA. Bagi yang tidak belajar di sekolah boarding dengan sistem terintegrasi antara pimpinan, dinas terkait, guru camat, geusyik, serta seluruh imam masjid. 

“Sehingga anak-anak kita terjaga dan terkontrol, minimal sudah dapat melaksanakan shalat magrib dan isya secara berjamaah di tempat pengajian. Bila hal ini dapat kita laksanakan secara Bersama sama maka pengaruh chip, sabu sabu, narkoba dan berbagai bentuk kerusakan lainnya secara bertahap dapat di minimalisir. Semoga Allah swt senantiasa memberikan petunjuk dan melindungi kita semua. Amin,” tutupnya.

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...