Milenial Aceh Berburu Cuan di Pasar Saham

Waktu Baca 14 Menit

Milenial Aceh Berburu Cuan di Pasar Saham
Gedung BEI Aceh - Roni readersID

Masuk pasar saham sejak 2019 lalu, Ikhsanul Huda (25) punya impian besar bisa bebas finansial di usia mudanya. Jalan itu kemudian dipilih dengan berinvestasi membeli aset yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Bebas finansial (financial freedom) dapat diartikan sebagai kondisi di mana terbebas dari segala bentuk utang serta punya penghasilan pasif (passive income) yang mampu membiayai seluruh kebutuhan dan gaya hidup tanpa harus bekerja banting tulang, itulah cita-cita Huda di usia mudanya.

Terinspirasi dari investor legendaris asal Omaha Amerika Serikat, Warren Buffett dan Lo Kheng Hong yang juga kerap dipanggil Warren Buffett-nya Indonesia, Huda pun memberanikan diri terjun ke pasar modal dengan membeli beberapa kepemilikan aset (saham) dari 738 emiten atau perusahaan terbuka yang tercatat di bursa efek per 27 Juli 2021.

"Mereka adalah inspirasi saya, dan saya terus belajar (mengenai pasar saham) sampai sekarang," ungkap Huda kepada readers.ID, Rabu (1/12/2021).

Menjadi investor, milenial asal Aceh yang kini menetap di Bireuen itu berujar, tantangannya adalah minimnya komunitas khusus untuk berinvestasi dan semangat jual beli (trading) saham secara bersama-sama di Aceh.

Hal itu, lanjut Huda yang kemudian menjadi penyebab masyarakat Aceh cenderung lebih senang menggandakan uang dengan cara-cara tidak resmi, alih-alih berinvestasi ke pasar saham.

Meski demikian, keterbatasan tak memupuskan semangat Huda untuk berinvestasi walau tinggal di Aceh. Ia berujar, selama ini yang dilakukannya mempelajari pasar saham dengan membaca buku-buku seperti The Intelligent Investor (Benjamin Graham), The Calm Investor (Teguh Hidayat) dan buku Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal (Joeliardi Sunendar).

Ia mengungkapkan, berinvestasi di pasar saham dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi, terus belajar dan mengasah kemampuan menganalisa sebuah emiten (perusahaan) sebelum membeli sahamnya.

"Sebelum membeli sebuah saham, harus benar-benar teliti dengan membaca laporan keuangan perusahaannya," kata Huda.

Sebagai anak muda yang kerap terjebak fomo (fear of missing out) atau takut tertinggal saat harga naik dan ikut-ikutan orang di media sosial dalam membeli saham, Huda pun sempat merasakan hal yang sama.

Ia berpesan, anak-anak muda khususnya di Aceh harus mulai melek finansial dengan memaksimalkan pendapatan dan sebisa mungkin menekan jumlah pengeluaran.

"Ayo sama-sama kita pelajari secara mendalam tentang investasi saham. Dan investasikan saja uang hanya di perusahaan yang bervalue bagus," ajaknya.

Cerita lainnya diungkapkan oleh Hadathaical (26). Milenial yang menetap di Aceh Besar ini masuk ke pasar modal karena sering ikut-ikutan diskusi mengenai dunia saham. Melihat jadi potensi jangka panjang, ia pun memulai investasi walau dengan modal tipis di awal.

Hadat mengungkapkan, selama ini belajar tentang dunia pasar saham didapatnya melalui forum-forum diskusi dan media pesan singkat semisal grup WhatsApp dan Telegram, hingga media sosial seperti TikTok.

"Baru jalan satu tahun, masih pemula," ungkap Hadat kepada readers.ID yang masuk ke pasar saham sejak 2020 lalu.

Sama seperti Huda, kendala yang dihadapi Hadat menjadi investor pasar saham di Aceh adalah kurangnya mentor berkompeten dalam mengajarkan analisa suatu emiten atau perusahaan yang memiliki kinerja bagus dan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang.

Menurutnya, seorang mentor, terlebih di pasar saham haruslah mereka yang benar-benar senior dengan segala pengalaman asam garamnya, agar anak-anak muda yang baru masuk ke dunia investasi pasar modal ini terarah mental dan kemampuannya dalam melakukan jual beli saham.

Hadat juga mengaku saham yang dibelinya kerap mengalami penurunan harga atau portofolio merah. Meski demikian, ketika memulai investasi di pasar modal menurutnya, pelajari dulu emiten atau perusahaan yang akan dibeli, misal saham-saham berkapitalisasi besar dengan fundamental yang baik (saham blue chip) dan layak dijadikan investasi.

"Jadi kalau pun boncos (turun), biarin aja dulu. Tunggu kepanikan selesai, nanti juga naik lagi," ungkap Hadat.

Ia berujar, kondisi pasar tidak selalu baik, meski demikian anak-anak muda terutama di Aceh bukan berarti tidak bisa menjadi investor di pasar saham mengingat keuntungan jangka panjangnya yang disebut lipat berlipat atau bunga berbunga (compound interest saham).

Dengan perencanaan yang tepat dan matang, lanjutnya, semua orang berhak mendapatkan keuntungan terlepas di mana ia berasal dan apa latar belakangnya.

"Kita semua bisa cuan kok. Simpan saham yang berfundamental baik, pegang dana likuid (dana mudah cair), insya Allah akan cuan pada waktunya," pungkas Hadat.

Pasar Saham di Aceh Meningkat

Kepala Perwakilan Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Aceh, Thasrif Murhadi mengatakan, terjadi tren positif terhadap peningkatan jumlah investor dari Aceh di bursa efek.

Ia merincikan, total sebanyak 11.929 investor pada 2019, kemudian meningkat menjadi 19.523 investor (naik 63,66 persen) pada 2020 dan meningkat tajam menjadi 37.710 (naik 93,16 persen) investor dari Aceh di bursa efek per Oktober 2021.

"Tren investasi untuk pasar modal dari Aceh cukup positif, ada peningkatan setiap tahunnya," ungkap Thasrif saat ditemui di Kantor BEI Aceh, Banda Aceh, Jumat (3/12/2021).

Kepala Perwakilan Kantor BEI Aceh itu bercerita, selama pandemi ada banyak kegiatan khususnya di Aceh yang bersifat tatap muka harus dibatalkan dan digantikan ke pertemuan virtual.

Meski demikian, lanjutnya, beralih ke daring membuat BEI Aceh lebih leluasa menjangkau calon investor ke tempat-tempat yang lebih jauh dari perkotaan dalam hal edukasi investasi di pasar modal.

Bila selama ini kegiatan edukasi dilakukan di kantor BEI Aceh dengan kapasitas sekitar 70-an peserta, saat daring pihaknya mampu menjangkau ratusan bahkan ribuan orang hingga ke daerah-daerah terpencil seperti Simeulue dan Aceh Tengah.

Thasrif juga mengungkapkan, pandangan masyarakat Aceh terhadap dunia investasi di pasar saham pada dasarnya positif. Hanya saja selama ini kurangnya edukasi dan informasi yang sampai kepada mereka membuat masyarakat takut dan mengira-ngira investasi saham termasuk riba bahkan judi.

"Terlebih kultur masyarakat Aceh yang masih sangat kental dengan syariatnya, tentu keraguan seperti ini bukan tidak mungkin dan selalu ada. Tapi setelah kita edukasi, biasanya malah mereka yang semangat invest di saham," ungkapnya.

Dalam setiap pertemuan, Thasrif menyampaikan, investasi saham bukanlah judi. Sebab, lanjutnya, membeli saham sama dengan membeli kepemilikan aset yang jelas dari sebuah perusahaan terbuka yang tercatat di BEI.

Ia mencontohkan, saat seseorang membeli saham Telkom, tentu jelas ada produk dan kantornya, kemudian saham BSI jelas ada banknya, begitupun saham Indofood yang setiap hari dapat dilihat dari produknya berupa indomie dan lain sebagainya.

Dengan demikian, kata Thasrif, membeli saham dan aset perusahaan-perusahaan besar adalah hak semua orang, termasuk masyarakat Aceh. Ia berujar, jangan sampai investasi hanya dilakukan oleh orang-orang di perkotaan besar saja misal di Jakarta dan Pulau Jawa.

"Masyarakat Aceh juga berhak dan punya kesempatan yang sama memiliki aset perusahaan-perusahaan besar. Masa kita jadi konsumen terus, gak beli aset perusahaannya. Padahal produknya kita pakai dari bangun tidur sampai tidur kembali lho," ungkap Thasrif.

Milenial harus Melek Investasi

BEI Aceh mencatat, jumlah investor pasar modal tahun 2021 dengan rentang usia 18-25 tahun sebanyak 15.030 investor atau sebanyak 39,85 persen dari total investor di Aceh per Oktober 2021.

Kepala Perwakilan Kantor BEI Aceh itu menyampaikan, anak-anak muda di Aceh harus melek investasi. Menurunnya, inflasi akan terjadinya setiap tahunnya yang membuat nilai mata uang terus tergerus.

Dengan berinvestasi, lanjut Thasrif, nilai uang yang dimiliki dan dibelikan aset berupa saham akan melindungi investornya dari inflasi dan mendapatkan keuntungan (return) dari imbal hasil perusahaan yang berkinerja baik.

"Nilai uang kita turun terus karena inflasi, itulah kenapa kita harus menempatkan dana kita ke instrumen keuangan yang imbal hasilnya lebih tinggi, salah satunya melalui investasi di pasar saham," jelasnya.

Thasrif juga menyampaikan, masyarakat perlu mempelajari baik itu dari sisi kinerja maupun izin sebuah instrumen tempat berinvestasi, agar tidak terjebak investasi bodong. Meski demikian, di pasar modal lanjutnya, tidak perlu ragu berinvestasi karena semuanya sudah dijamin.

Lembaga penjamin dimaksud, kata Thasrif seperti Securities Investor Protection Fund (SIPF) yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tempat disimpannya dana investor secara aman.

"Pasar modal juga sangat transparan dan berintegritas. Gak pernah tuh ada kejadian beli saham misal Telkom, dikasih Unilever. Kemudian beli sekian lot, nyampenya di kita kurang. Gak pernah terjadi itu," ungkapnya.

Anak muda juga, lanjut Thasrif, harus terus menggali ilmu dan jangan sesekali berinvestasi hanya karena ikut-ikutan. Saat membeli aset melalui instrumen investasi, harus punya analisa terkait saham yang akan dibeli.

Membeli saham secara tebakan-tebakan, tanpa analisa, hal itulah yang menurutnya yang disebut dengan judi. Kepala Perwakilan Kantor BEI Aceh itu mengimbau, bertransaksi di pasar modal harus belajar bagaimana mengetahui kinerja dan produk perusahaan yang akan dibeli agar tidak mengalami kerugian alih-alih mendapat imbal hasil di masa depan.

"Dan pesan yang paling penting buat anak muda itu, gak ada yang menjadi kaya secara instans dari produk investasi apapun. Seperti kita dari lahir sampai dewasa, semuanya perlu proses dan waktu, begitu juga dalam berinvestasi," tutupnya. [acl]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...