“Pacu Kude” Event Akbar Kebudayaan Tradisional Gayo

BANDA ACEH, READERS – “Pacu Kude” merupakan bahasa lain dari pacuan kuda yang dikenal dalam bahasa Gayo. Event “Pacu Kude” ini merupakan kegiatan akbar tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang ada di dataran tinggi Gayo.
Pada dasarnya, aktivitas tradisional ini biasanya dilaksanakan di tiga kabupaten di dataran tinggi Gayo yakni, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Namun belakangan, event tradisional ini juga diadakan di Aceh Besar, tepatnya di Pantai Lampuuk, Aceh Besar.
Sebagai bentuk budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat, event ini tidak pernah ditinggalkan melainkan secara terus-menerus digelar setiap tahunnya. Biasanya agenda ini akan ada dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) daerah masing-masing. Awal 2023 ini, event pacuan kuda tradisional Gayo ini sedang dilaksanakan di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah selama seminggu.
Dikutip dari tribungayo.com, sebanyak 288 ekor kuda akan berlaga di Lapangan H Muhammad Hasan Gayo Blang Bebangka Pegasing, Aceh Tengah tersebut. Perhelatan yang melibatkan peserta dari empat kabupaten itu dalam rangka memperingati HUT Takengon yang ke 446 tahun.
Jika ditilik dari segi ekonomi, jelas event budaya ini akan mendorong peningkatan ekonomi masyarakat banyak, baik yang berjualan di lingkungan sekitar maupun pendatang.
“Untuk masyarakat serta meningkatkan industri pariwisata yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi di daerah kita pada hadirnya berbahagia untuk membangun kota Takengon," kata Pj Bupati Aceh Tengah, T. Mirzuan saat membuka event tersebut.
Soal meningkatkan ekonomi masyarakat memang menjadi dorongan dari Pemerintah Aceh sekaligus sebagai akses membangkitkan ekonomi masyarakat pasca hadirnya covid-19. Meski demikian, kehadiran event kebudayaan ini memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Gayo.
Dalam catatan sejarahnya, event pacuan kuda tradisional Gayo ini sudah dilaksanakan sebelum tibanya Belanda ke Aceh. Tradisi pacu Kuda di masyarakat pribumi Gayo diyakini telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu tepatnya sekitar tahun 1850-an.
Kegiatan ini pertama sekali dihelat Kampung Bintang, Aceh Tengah. Sebuah daerah yang berada di bangian timur danau Lut Tawar. Rute Pacuan kuda pada saat itu hanya berjarak 1,5 KM dengan menempuh rute kawasan Wikip ke Menye kawasan ini disebut pasir Bintang.
Dalam catatan buku Aman Pinan, “Pesona Tanoh Gayo” misalnya, event Pacuan kuda ini telah dijumpai oleh kolonial Belanda tahun 1962 yang dilangsungkan di Bintang Aceh Tengah.
Waktu itu Belanda menilai bahwa event besar tersebut sebagai wadah mempersatukan masyarakat Gayo. Kemudian pihak Belanda memindahkan event tersebut ke pusat Kota Takengon, di Blang Kolak atau Musara Alun Aceh Tengah. Demikian juga era penjajah Jepang juga menemukan tradisi masyarakat Gayo sebagai kebudayaan yang melekat pada masyarakat dataran tinggi tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, posisi di Bintang pun kemudian di ubah yakni ke pusat kota Takengon, kemudian ke Musara Alun dan terakhir dilangsungkan di Lapangan H Muhammad Hasan Gayo Blang Bebangka Pegasing, Aceh Tengah. Sementara di Bener Meriah dilangsungkan di lapangan Sengeda kabupaten setempat.
Sekilas hadirnya pacuan kuda karena sebagai bentuk hiburan masyarakat Gayo. Pacu kude baru dapat digelar setelah masyarakat memanen padi di lokasi dekat pantai masa itu di Bintang. Kuda-kuda tersebut dipacu di atas air danau Lut Tawar. Menariknya lagi bahwa kuda yang keluar dari air pada saat perlombaan akan dinyatakan kalah.
Setelah Indonesia merdeka, agenda akbar ini dihelat pada 17 Agustus 1945. Kemudian berubah menjadi diperingati pada setiap HUT daerah masing-masing di tiga kabupaten itu.
Nah, Itulah sekilas dari event pacuan kuda Tradisonal Gayo yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh Pemerintah kabupaten masing-masing. Untungnya, awal tahun 2023 ini, event akbar tersebut dilaksanakan di Aceh Tengah sebagai bentuk peringatan HUT Takengon ke 446 tahun.










Komentar