Pengamat Ekonomi Sorot Pertumbuhan Ekonomi Aceh Hanya 2,82 Persen

Waktu Baca 3 Menit

Pengamat Ekonomi Sorot Pertumbuhan Ekonomi Aceh Hanya 2,82 Persen
Kawasan pemukiman padat di bantaran sungai Krueng Daroy, Aceh Besar. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas berdasarkan publikasi BPS pada triwulan III tahun 2021 sebesar 2,82 persen (y-on-y). Hal ini diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 47,51 triliun dan PDRB atas harga konstan (riil) Rp 34,34 triliun.

Pengamat Politik dan Ekonomi, Taufiq Abdul Rahim mengatakan, kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021 yang demikian besar yakni Rp 16,4 triliun setelah mengalami rasionalisasi keuangan negara dan revisi realisasi anggaran yang diusulkan sebelumnya Rp 17,1 triliun.

"Ini sangat memprihatinkan, Aceh ada uang yang diberikan pemerintah pusat sebagaimana aturan anggaran keuangan negara, tetapi tidak mampu menghabiskannya untuk kepentingan ekonomi dan perubahan kehidupan rakyat Aceh," kata Taufiq kepada readers.ID, Selasa (9/11/2021).

Akademisi Ekonomi Politik Internasional Universitas Muhammadiyah Aceh itu mengungkapkan, secara makro ekonomi Aceh menunjukkan siklus ekonomi antara masyarakat, swasta, pemerintah dan luar negeri tidak berjalan normal.

Kondisi ini juga, lanjutnya, bisa mengganggu perekonomian yang akan menjadi stimulus berbagai sektor lainnya yaitu sektor riil dan basic seperti pertanian, perikanan atau nelayan, peternakan, perkebunan rakyat serta sektor UMKM, informal, industri rumah tangga, manufaktur yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum dan mampu menggerakkan perekonomian.

"Belum lagi kita bicara uang yang dikorupsi oleh pejabat atau elit Aceh, sehingga berdampak pada kesengsaraan, kesusahan bagi kehidupan rakyat Aceh," ungkap Taufiq.

Selama ini, menurutnya rakyat Aceh hidup dalam kesengsaraan di tengah anggaran belanja publik APBA yang banyak, tetapi tidak mampu dihabiskan sesuai dengan prinsip balance budget atau anggaran belanja seimbang.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi triwulan III akhir tahun ini menunjukkan kondisi, iklim dan dampak ekonomi secara realitas Pemerintah Aceh tidak mampu mengurus rakyatnya. Demikian juga legislatif tidak berperan sebagaimana mestinya menjalankan fungsi legislasi, budgeting (anggaran) dan kontrol.

Ia melanjutkan, aktivitas ekonomi politik dan kapitalisasi politik lebih berperan antara eksekutif, legislatif dan birokrasi yang lebih memikirkan rent seeking atau fee proyek dengan mengejar proyek tahun jamak (multiyears).

"Kapitalisasi politik lebih berperan memberikan keuntungan dalam bentuk fee proyek yang dikendalikan oleh mafia proyek, serta oligarki politik yang sudah sangat masif," pungkasnya. [acl]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...