Penyelesaian Konflik Gajah di Aceh Harus Ditangani Serius

Waktu Baca 4 Menit

Penyelesaian Konflik Gajah di Aceh Harus Ditangani Serius
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh, TA Khalid (Foto: Hendri)

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh, TA Khalid menyampaikan, konflik gajah dengan manusia didesak perlu adanya penyelesaian.

Hal itu disampaikan mengingat konflik satwa liar, Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatrensis) di Aceh terjadi sangat masif.

"Tujuannya, agar populasi gajah terselamatkan dan manusia bisa beraktivitas secara produktif," kata Khalid, dalam peningkatan kapasitas anggota Forum Jlurnalis Lingkungan Aceh, Rabu (5/5/2021) di Banda Aceh.

Ia meminta para pihak di Aceh dan di pusat untuk serius menangani konflik satwa lindung, terutama gajah.

“Pembuatan parit pembatas atau barrier menjadi salah satu solusi selain pemulihan habitat,” ujarnya.

Ketua Gerindra Aceh itu menambahkan konflik satwa tidak terlepas dari kerusakan hutan. Informasi yang dia himpun kerusakan hutan Aceh dalam setahun mencapai 684 ribu hektar.

"Saya akan mengadakan rapat koordinasi dengan para pihak di Aceh mendiskusikan persoalan konflik gajah," tambah Khalid.

Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh sejak 2016 hingga 2020 konflik gajah terjadi sebanyak 429 kali.

Adapun kematian gajah selama 5 tahun sebanyak 43 individu. Penyebab kematian sebesar 57 persen karena konflik, 33 persen mati alami, dan 10 persen karena perburuan.

TA Khalid mengatakan gajah sumatera harus diselamatkan sebab ini tergolong satwa langka di dunia. Gajah juga menjadi penebar benih alami dalam menjaga tutupan hutan.

Oleh karena itu, ia berharap ada solusi terbaik dari para pihak agar hutan terselamatkan, populasi gajah terlindungi, dan warga di kawasan hutan bisa beraktivitas secara produktif.

Ketua Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh Zulkarnaini Masry menuturkan, FJL adalah tempat para jurnalis mendiskusikan isu lingkungan, peningkatan kapasitas anggota, kampanye, dan melakukan edukasi lingkungan bagi generasi muda.

“Pelatihan meliput isu lingkungan ini untuk meningkatkan kemampuan anggota menyajikan laporan lebih komprehensif,” ujar Zoelmasry, panggilan akrabnya.

Di sela-sela pelatihan tersebut anggota FJL menyusun resolusi gerakan 2021-2024. Secara garis besar FJL tetap konsisten mengawal pengelolaan hutan Aceh, satwa lindung, lingkungan perkotaan, dan kelautan.

“Isu lingkungan perkotaan dan kelautan jarang kami sentuh, namun ke depan dua isu ini menjadi fokus kerja FJL,” kata Zoelmasry yang juga jurnalis Harian Kompas.

FJL juga akan tetap melakukan kaderisasi generasi sadar lingkungan bagi siswa dan mahasiswa.

Kaderisasi dilakukan dalam bentuk pelatihan “kemah jurnalistik lingkungan”.

Kegiatan tersebut bekerja sama antara Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera), Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), dan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...