PPI Aceh Sesalkan Putusan Hukum Terhadap Nelayan "Penolong" Rohingya

Beberapa hari lalu, Majelis Hakim PN Lhoksukon, Aceh Utara menggelar sidang kasus penjemputan puluhan warga etnis Rohingya di tengah laut pada tahun 2020 lalu.
Agenda sidang tersebut merupakan pembacaan amar putusan terhadap tiga terdakwa. Di mana ketiganya dihukum masing-masing 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsidair satu bulan kurungan.
Menanggapi hal itu, Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Aceh, M Fauzan Febriansyah mengaku sangat menyesalkan putusan vonis yang diberikan kepada tiga para nelayan tersebut.
"Kalau bisa proses hukumnya banding. Banyak sisi yang disayangkan, seperti kehidupan keluarga yang ia tinggal nantinya," kata Fauzan, Jumat (18/6/2021).
Fauzan menilai, seharusnya perbuatan mulia yang dilakukan oleh para nelayan yang menolong etnis Rohingya itu tidak mendapat hukuman pidana seperti yang diputuskan oleh Majelis Hakim PN Aceh Utara.
"Ini sebenarnya suatu bentuk usaha amal kemanusiaan yang seharusnya diberi apresiasi, tapi sayangnya hal ini justru berujung hukuman pidana," ujar Fauzan.
Menurut Fauzan, putusan hakim tersebut dinilai menindas ketiga nelayan itu. Sebab jika pihak hakim melihat dari sisi lain, sebenarnya tidak ada niat jahat yang dilakukan oleh ketiga nelayan itu. Melainkan sikap membantu sesama umat manusia.
"Jika hakim melihat sisi lain, tidak ada niat jahat dari nelayan tersebut, harusnya hakim berani menvonis bebas mereka," sebut Fauzan.
Sementara itu Humas Pengadilan Negeri Lhoksukon, Juliadi Lingga menyebutkan, ketiga warga Aceh tersebut dijatuhi hukuman oleh hakim, karena terbukti telah melanggar Pasal 120 ayat (1) UU RI No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam berkas terpisah, mereka masing-masing dituntut 6 tahun penjara. Tetapi atas berbagai pertimbangan majelis hakim diketuai Fauzi dan hakim anggota Annisa Sitawati dan Nurul Hikmah, menjatuhkan pidana penjara kepada mereka selama 5 tahun.
Begitu juga satu orang warga Rohingya bernama Shaha Deen, awalnya dituntut 7 tahun penjara. Namun hakim menjatuhkan hukuman kepadanya selama 5 tahun. Persidangan Shaha Deen berlangsung pada Rabu (16/6/2021) kemarin.
"Di dalam persidangan terbukti Shahad Deen bersama Adi Jawa (warga Aceh kini DPO) dan Anwar (warga Rohingya kini DPO) menyuruh Faisal, Abdul Aziz dan Afrizal alias Raja menyelundupkan rombongan etnis Rohingya dari tengah laut ke Kuala Idi, Aceh Timur," kata Juliadi, Kamis (17/6/2021) dikutip dari merdeka.com.
Juliadi menuturkan, mereka bertiga dijanjikan upah per satu kepala etnis Rohingya yang diselundupkan itu sebesar 1,6 juta rupiah.
Setelah menyepakati upah, Faisal lantas menyewa sebuah kapal dari Toke Rani senilai 10 juta rupiah. Biaya sewa kapal ditransfer Anwar 5 juta, sementara sisanya diberikan seusai kapal dibawa tiba kembali ke daratan.
Faisal, Abdul Aziz, dan Afrijal alias Raja menggunakan kapal sewa itu berangkat ke tengah laut menuju titik koordinat yang diberikan Anwar. Pada Minggu 21 Juni 2020.
Mereka mengangkut rombongan 99 pengungsi Rohingya yang terdiri dari 16 laki-laki dewasa, 32 perempuan, dan 51. Namun kapal mereka mengalami rusak mesin di perairan laut Aceh Utara sehingga terombang-ambing di lautan.
Keesokan harinya, Senin 22 Juni 2020, Faisal meminta bantuan kepada kapal pancing ikan milik nelayan yang melintas untuk ditarik sampai ke bibir pantai. Mereka tiba dibibir pantai Aceh Utara pada Selasa 23 Juni 2020.
"Kemudian kapal tersebut ditarik oleh kapal bantuan pemerintah ke pantai Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara. Sebanyak 99 pengungsi Rohingya itu kemudian diturunkan ke darat dan ditangani pemerintah dan lembaga terkait pengungsi lainnya," pungkas Juliadi Lingga.[acl]
Komentar