Senator Fachrul Razi: Anggaran Pilkada 2022 Sudah Cukup dari APBA

Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi mengatakan, mengenai anggaran Pilkada Aceh 2022 cukup berasal dari dana APBA, tidak perlu dari pusat. Bahkan dalam pelaksanaannya Aceh sendiri dapat menggunakan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA).
"Pilkada 2022 dapat menggunakan UUPA dan sumber anggaran Aceh cukup berasal dari APBA, tidak perlu dari pusat, serta penyelenggaranya adalah KIP Aceh bukan KPU. Anggaran Pilkada 200 miliar kenapa tidak dialokasikan oleh Pemerintah Aceh, bukannya Aceh punya Rp17 triliun per tahun," ujar Fachrul, pada Sabtu (3/3/2021).
Menurutnya, jika Pilkada dilaksanakan pada tahun 2024, maka selama hampir dua tahun Provinsi Aceh akan dipimpin oleh pejabat gubernur. Hal tersebut akan menjadi masalah dalam konteks efektivitas manajemen pemerintahan daerah.
Lanjutnya, lantaran pemilu dilakukan serentak pada 2024 masyarakat juga tidak bisa melakukan evaluasi terhadap pemerintah, baik kepada pemerintahan nasional maupun pemerintahan daerah. Sebab, rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak melakukan evaluasi dan memastikan pilihan yang terbaik.
"Kami di DPD RI dalam paripurna telah menyampaikan dukungan Pilkada Aceh dilaksanakan tahun 2022. Kita boleh saja menjalankan Pilkada 2022, tidak perlu ikut Pilkada serentak 2024 yang merupakan domain pilkada nasional. Pilkada Aceh adalah Pilkada asimetris, bukan pilkada umum yang bersifat nasional," sebutnya.
Pelaksanaan pilkada yang bersamaan dengan pemilu nasional menurutnya juga akan menambah beban kerja penyelenggara pemilu. Beban yang besar tersebut akan mengancam kualitas pemilihan.
"Terkait penundaan Pilkada Aceh 2022 ada dua pilihan, bangai that atau bangai that-thaat," kata Fachrul.
Menurut Fachrul, Pilkada 2022 berdampak bagus untuk pendidikan politik rakyat. Namun, jika bersamaan dengan Pilpres dan Pemilihan Legislatif, maka masyarakat menjadi bingung karena ada banyak pilihan yang harus mereka pilih.
"Normalisasi Pilkada pada tahun 2022 dan tahun 2023, baik dalam rangka konsolidasi dan perbaikan kualitas demokrasi bisa membuat rakyat Aceh mencerna dan memahami program calon-calon kepala daerah karena isu spesifik daerah tidak tenggelam oleh isu nasional," jelasnya.
Ia meminta semua pihak mencermati kembali prinsip dari desentralisasi, yang melahirkan adanya desentralisasi asimetris, khususnya adanya otonomi khusus bagi beberapa daerah, termasuk Provinsi Aceh.
“Demokrasi yang melahirkan adanya sistem multi partai termasuk partai lokal, pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah secara langsung," ucapnya.[]
Komentar