Warga Tidak Percaya Vaksin Masih Tinggi di Aceh

Waktu Baca 16 Menit

Warga Tidak Percaya Vaksin Masih Tinggi di Aceh
Vaksin merek Moderna. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Presiden Joko Widodo mejadi orang pertama yang disuntik Vaksin jenis Sinovac, Rabu (13/1/2021). Hal ini menandai dimulainya proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia tahap pertama, yaitu kepada golongan orang-orang yang mendapatkan prioritas.

Berselang dua kemudian, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah juga menjadi orang perdana disuntik vaksin, Jumat (15/1/2021). Suntikan orang pertama di Serambi Makkah ini sebagai pertanda dimulainya vaksinasi.

Ikut bersama Gubernur Aceh yang ikut vaksin perdana adalah Wakapolda aceh, Sekda Aceh, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), wakil ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan beberapa pejabat Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) di Rumah Sakit Umum Zainail Abidin (RSUZA) Banda Aceh.

Saat itu Nova mengimbau seluruh Aceh untuk mengikuti seluruh proses vaksinasi. Karena, dalam konteks wabah covid-19, penyebarannya sangat masif. Harus ada upaya signifikan untuk menghentikan penyakit ini.

“Kepada seluruh rakyat Aceh, saya imbau melalui tokoh masyarakat bahwa vaksin ini aman, karenanya mari melakukan gerakan vaksinasi agar covid cepat selesai utamanya di Aceh,” kata Nova kala itu usai divaksin dikutip dari dinkes.acehprov.go.id.

Sampai Kapan Tanpa Wagub, Nova?
Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menjalani vaksinasi di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. readers.ID | Hotli Sumanjuntak

Setelah itu seluruh pemerintah provinsi hingga tingkat desa terus berpacu mempercepat perluasan vaksinasi. Semula vaksinasi diprioritaskan bagi tenaga kesehatan, lansia, petugas publik, masyarakat umum dan rentan. Kemudian diperluas sasarannya remaja usia 12 ke atas.

Perluasan usia remaja ini untuk mempercepat proses pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) untuk mengejar ketertinggalan sekitar dua tahun terpaksa harus menerapkan belajar secara daring untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus corona.

Kendati pemerintah telah mengatur strategi dan melakukan berbagai upaya. Untuk mencapai vaksinasi sebagaimana yang telah ditarget, kesadaran dan partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan. Tanpa ada kesadaran dari masyarakat pelacakan dan pencegahan penyebaran Covid-19 sulit tercapai.

Berbagai tantangan masih saja dihadapi dalam mengimplementasikan. Selain kesadaram dan prilaku masyarakat, faktor ekonomi dan sosial menjadi tantangan yang harus dihadapi untuk mengejar target vaksinasi. Karena saat ini masih saja terdapat masyarakat yang tidak percaya dengan vaksin hingga terjadi penolakan yang berdapak rendahnya capaian vaksinasi di Aceh.

Seperti kasus sejumlah warga menghancurkan lokasi vaksinasi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujong Serangga, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abda) Selasa (28/9/2021). Peristiwa ini menjadi preseden buruk bagi Aceh untuk mengejar ketertinggalan target vaksinasi yang sejak awal sudah tertinggal secara nasional.

Dikutip dari kompas.com, terkait peristiwa itu, Kapolres Abdya AKBP Muhammad Nasution menjelaskan, keributan yang terjadi akibat warga yang menolak kegiatan vaksinasi di lokasi tersebut.

Muhammad Nasution menjelaskan, ada sebagian masyarakat yang belum tercerahkan tentang pentingnya vaksinasi, sehingga timbul hal-hal yang tidak diinginkan.

"Sebenarnya, kegiatan ini sudah berlangsung beberapa hari, alhamdulillah ada warga yang mau divaksin dan tadi ada belasan warga sudah ada yang divaksin," ungkapnya, Selasa (28/9/2021).

Kendati demikian, berdasarkan data terbuka hasil survei Perilaku Masyarakat pada Masa PPKM Darurat di Provinsi Aceh oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh periode 13-20 Juli 2021. Kesadaran masyarakat dalam mengikuti program vaksinasi sudah cukup baik, mayoritas masyarakat menyadari bahwa vaksinasi penting untuk penecegahan diri dari penularan Covid-19.

Ada 57,17 persen warga menjawab dari hasil survei BPS Aceh itu mengikuti vaksinasi atas kesadaran pribadi untuk pencegahan. Sedangkan ada 38,57 persen menyebutkan karena diwajibkan atau diperintahkan oleh tempat kerja/ atasan hingga pemerintah. Hanya 4,26 persen karena ada rekomendasi tenaga kesehatan.

Meskipun demikian upaya pemerintah agar sasaran vaksinasi bisa tercapai sesuai target belum berjalan maksimal. Terutama untuk target sasaran masyarakat umum dan rentan, usia 12-17 tahun, lansia masih sangat rendah, belum mendekati 50 persen dari sasaran yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data terbuka vaksin.kemkes.go.id, target vaksinasi untuk lansia di Aceh sebanyak 339.125 jiwa, yang baru tercapai untuk dosis 1 baru 11,88 persen, angka ini seaa dengan 40.281 orang. Untuk dosis 2 baru 5,48 persen atau setara dengan 18.568 orang.

Begitu juga target masyarakat umum dan rentang total target 2.577.792 orang, baru tercapai untuk dosis 1 sebanyak 27.28 persen atau setara dengan 699.400 jiwa. Untuk dosis 2 baru 12.84 persen, angka ini setara dengan 328.214 orang.

Demikian juga target sasaran usia 12-17 tahun dengan target 577.015 orang, baru tercapai dosis 1 sebanyak 26.54 persen, untuk dosis 2 sebanyak 11.41 persen atau setara dengan 65.811 jiwa.

Sedangkan untuk petugas publik dari target 478.489 orang capaiannya sudah membaik, yaitu dosis 1 sudah mencapai 64.48 persen, angka ini setara dengan 308.533 jiwa, dosis 2 sudah 44.79 persen atau setara dengan 214.300 jiwa.

Petugas mempersiapkan dosis vaksin. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Kabar gembiranya untuk SDM Kesehatan capaian vaksinasi dosis 1 sudah melampui target, yaitu 112.45 persen,angka ini setara dengan 63.499 orang dari target 56.470 orang. Sedangkan untuk dosis 2 sebanyak 99.78 persen atau setara dengan 56.499 orang.

Secara total Aceh, capaian vaksinasi masih di bawah rata-rata nasioal. Capaian vaksinasi secara nasional untuk dosis 1 sebanyak 57.59 persen dan dosis 2 sebanyak 35.51 persen. Artinya secara nasional 58 per 100 penduduk sasaran vaksinasi sudah mendapat 1 dosis dari target total sebanyak 208.265.720 orang.

Sementara capaian vaksinasi Aceh saat ini untuk dosis 1 baru tercapai 31.49 persen, angka ini setara dnegan 1.268.747 jiwa dari total sasaran 4.028.891 orang. Untuk dosis 2 baru tercapai 17.03 persen, setara dengan 686.055 jiwa.

Berdasarkan angka capaian di atas, Aceh masih harus berkejar target untuk dapat melakukan vaksinasi di atas 50 persen dari sasaran. Terlebih Presiden Joko Widodo telah memasang target hingga akhir 2021 ada 70 persen sudah divaksin sesuai dengan target yang telah ditetapkan, baik secara nasional maupun daerah.

Di tengah pemerintah berkejar target agar capaian vaksinasi untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus corona. Masih ada sebagian masyarakat yang belum melakukan vaksinasi karena khawatir dengan efek samping dan tidak mau divaksin karena alasan tidak percaya efeksivitas vaksin mencapai 36.14 persen.

Persentase itu dijawab oleh masyarakat berdasarkan hasil survei BPS Aceh yang melibatkan 1.010 responden. Mayoritas alasan masyarakat menolak divaksin masih krisis kepercayaan dengan kemanjuran vaksin tersebut.

Padahal pemerintah maupun para ahli bidang kedokteran telah melakukan sosialisasi bahwa vaksinasi ini penting untuk bisa meningkatkan imun tubuh - agar dapat memutuskan mata rantai penyebaran virus corona.

Dikutip dari diskominfo.pangkalpinangkota.go.id,  Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Prof Cissy Rachiana Sudjana mengatakan, vaksinasi adalah cara paling efektif untuk menurunkan kesakitan, kematian dan juga kecacatan.

Meskipun tingkat efektivitas vaksin berbeda-beda satu dengan lainnya, namun satu hal yang pasti adalah, vaksin yang telah beredar pasti telah mendapatkan izin dari badan yang berwewenang dan memenuhi syarakat keamanan dan efektivitas.

Hal senada juga diutarakan dari studi teranyar yang dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat menyebut, seseorang yang tidak melakukan vaksinasi sampai dua dosis lebih rentan terkena reinfeksi atau terpapar kembali Covid-19 meski resikonya tak setinggi orang yang belum divaksin sama sekali.

Penelitian tersebut dibenarkan oleh Ines Atmosukarto, doktor molekuler dan biologi seluler dari Universitas Adelaide, Australia. Dia menyebut, ada risiko terpapar kembali Covid-19 bagi seseorang yang hanya melakukan vaksinasi dosis pertama lantaran imun di dalam tubuh belum terbentuk dengan sempurna.

Meski demikian, sistem imun di dalam tubuh telah mengenali jenis virus tersebut, sehingga saat orang yang sudah divaksin terinfeksi Covid-19, maka gejalanya akan sangat minim atau tak bergejala sama sekali.

"Sistem imun kita sudah mengenal virusnya. Maka dia sudah siap dengan senjatanya. Sehingga penyakit yang terjadi lebih ringan atau mungkin tidak bergejala," kata Ines dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (9/8/2021).

Berfoto setelah vaksinasi. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Sementara itu, Ahli virologi dari Universitas Udayana(Unud), I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyebut memang ada perbedaan yang cukup besar untuk seseorang yang telah divaksin dua kali, satu kali dan belum pernah divaksin sama sekali.

Perbedaan bagi seseorang yang hanya melakukan vaksinasi satu kali dengan yang telah divaksin dua kali ada pada kemampuan tubuh dalam memproduksi antibodi yang berguna untuk melawan virus tersebut.

"Kalau baru satu kali artinya respons sedikit dan cepat hilang, nah karena itu sekali lagi dengan divaksin dua kali resiko menderita penyakit berat jauh lebih rendah dibanding yang divaksin sekali," kata dia.

Meski begitu, Mahardika mengatakan bukan berarti vaksin dosis pertama tak berguna sama sekali. Hanya saja jika dibandingkan dengan orang yang belum mendapat vaksin, dosis pertama ini jauh lebih baik.

"Yang divaksin sekali pun juga akan lebih rendah (risiko terkena Covid-19) dibanding yang tidak divaksin. Jadi yang divaksin sekali ada gunanya, menurunkan risiko, tetapi risiko itu akan jauh lebih bagus kalau sudah divaksin dua kali," katanya.

"Yang saya tahu, dengan vaksin dua kali risiko untuk menderita infeksi berat jauh lebih rendah dibanding yang vaksin sekali," jelasnya.

Meskipun para ahli telah menyampaikan pendapat pentingnya vaksinasi Covid-19, termasuk tentang efektivitasnya dan tidak ada efek samping. Hingga sekarang masyarakat masih terdapat yang menolak karena kedua alasan tersebut.

Hasil survei BPS Aceh, masyarakat tidak mau divaksin karena tidak percaya efektivitas ada 8.81 persen, tidak mau karena khawatir efek samping 27.33 persen, jadi total yang menolak divaksin karena kedua alasan tersebut sebanyak 36.14 persen di Aceh.

Alasan lainnya masyarakat belum melakukan vaksinasi yaitu masih mencari lokasi yang menyediakan kuota vaksinasi sebanyak 15.05 persen, sudah terjadwal tetapi belum waktunya 24.75 persen dan lainnya seperti belum bisa karena faktor kesehatan, ibu hamil, sarana dan infrastruktur tidak mendukung sebanyak 24.06 persen.

Untuk mempermudah akses masyarakat melakukan vaksinasi. Pemerintah Aceh melakukan berbagai upaya, salah satunya membuat vaksinasi massal yang terpusat di satu titik.

Seperti di pelaksanaan vaksinasi di Banda Aceh Convention Hall, Blang Padang, mendatangi pesantren-pesantren hingga program vaksinasi pintu ke pintu dengan cara mendatangi tempat berkumpul orang, seperti warung kopi hingga pusat wisata.

“Kita berharap setiap kabupaten/kota melakukan akselerasi vaksinasi Covid-19 untuk  meningkatkan cakupan vaksinasi Aceh di level nasional,” kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulghani.[]

Baca Juga:

Data Statistik:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...