Banleg DPR RI Kecewa Nova Tidak Hadir pada Sosialisasi Prolegnas

Waktu Baca 10 Menit

Banleg DPR RI Kecewa Nova Tidak Hadir pada Sosialisasi Prolegnas
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya. Foto by @adityawilly

Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR RI, Willy Aditya mengaku kecewa saat kunjungan ke Aceh untuk sosilisasi Progam Legislasi Nasional (Prolegnas), Gubernur Aceh tidak hadir dalam pertemuan tersebut Kamis (30/4/2021).

Kekecawaan politisi Partai NasDem ini sempat ditumpahkan di akun twitter pribadinya. Padahal kali ini sengaja memprioritaskan Aceh menggelar sosialisasi Prolegnas setelah banyak mendapatkan masukan dari masyarakat.

Dalam akun twitter pribadinya dia menulis "Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menyampaikan sosialisasi Prolegnas kali ini sengaja memprioritaskan Provinsi Aceh karena mendapat banyak masukan, terutama berkaitan dengan eksistensi UUPA. Namun, Willy menyesalkan ketidakhadiran Gubernur Aceh dalam pertemuan tsb!".

http://twitter.com/adityawilly/status/1388049155788918784

Kemudian readers.ID menghubunginya langsung melalui panggilan telepon genggamnya. Di balik telepon dia mengaku baru kali ini pihaknya diterima oleh pejabat setingkat Asisten I Sekda Aceh.

Willy mengaku kedatangannya ke Aceh berdasarkan aspirasi yang berkembang selama ini. Khususnya tentang implementasi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang meminta diperpanjang hingga menyangkut dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh hingga angka pengangguran dan kemiskinan masih tinggi di Aceh.

Faktanya kondisi kemiskinan dan angka pengangguran di Aceh masih saja belum dapat diatasi. Data terbaru yang dirilis BPS Aceh, Senin (15/2/2021). Jumlah penduduk miskin di Aceh hingga September 2020 bertambah sebanyak 19 ribu orang. Sehingga, saat ini menjadi 833,91 ribu orang, atau secara persentase menjadi 15,43 persen.

Penambahan ini menjadikan Aceh kembali menjadi provinsi termiskin di Sumatera (15,43 persen), disusul Bengkulu (15,30 persen) dan Sumatera Selatan (12,98 persen). Dibandingkan sebelumnya, pada bulan Maret 2020, jumlah orang miskin di Aceh 814,91 ribu orang atau 14,99 persen.

Pada 2017 silam Aceh juga pernah menjadi termiskin di Sumatera, artinya selama 4 tahun terakhir sudah dua kali menjadi ‘juara’ termiskin.

Fakta lainnya, berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Bappeda Aceh. Pada tahun 2000 lalu angka kemiskinan berada pada posisi 15,20 persen dan saat itu Aceh sedang berkecamuk konflik antara GAM dan Pemerintah Indonesia.

Bandingkan sekarang dalam kondisi damai dan dana yang mengalir ke Aceh cukup fantastis dari DOKA dan belum lagi Pendapatan Asli Aceh (PAD) dengan total Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020 mencapai Rp 17,2 triliun. Namun mirisnya angka kemiskinan terjun bebas dan nyaris sama dengan 20 tahun lalu.

Tak dinafikan Aceh pernah mengalami puncak angka kemiskinan cukup tinggi mencapai 32,60 persen pada 2005 silam. Tetapi saat itu Aceh dalam kondisi titik nol. Selain masih berkonflik antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, Aceh baru saja dilanda musibah tsunami dan gempa pada 26 Desember 2004.

Setelah itu angka kemiskinan berhasil terus diturunkan paska tsunami dan gempa yang memporak-poranda Aceh dengan hadirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR).

Kucuran dana untuk rehab-rekon Aceh saat itu mencapai Rp 106 triliun lebih yang dikelola oleh BRR. Angka kemiskinan pun perlahan dapat ditekan dan turun hingga 2008 sebesar 23,53 persen,dari sebelumnya 32,60 persen.

Lalu pada 15 Agustus 2005 – GAM dan Pemerintah Indonesia berdamai di bawah perjanjian MoU Helsinki. Kemudian Pemerintah Pusat memberikan kewenangan penuh kepada Aceh mengelola pemerintah sendiri di bawah payung hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau lebih dikenal dengan sebutan UUPA.

Kompensasi dari MoU Helsinki tersebut, sejak 2008 Aceh mendapat kucuran Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) sebesar Rp 3,5 triliuan lebih dan terus mengalami peningkatan hingga 2020 mencapai Rp 8 triliun lebih, dengan total yang telah diterima sebanyak Rp 81,402 triliun.

Mirisnya, kucuran dana sebesar itu belum sebanding dengan pengentasan angka kemiskinan dan penangguran di Tanah Rencong. Bahkan hingga September 2020 angka kemiskinan hampir sama dengan angka pada 2000 lalu sebesar 15,20 persen dan sekarang berdasarkan data dari BPS Aceh 15,43 persen – hanya selisih 0,23 persen dengan angka 20 tahun lalu.

Padahal bila dibandingkan dana yang dimiliki Aceh antara 2000 dan 2020 cukup timpang. Begitu juga situasi keamanan, sekarang jauh lebih baik dibandingkan 20 tahun lalu itu.

Belum lagi bila dibandingkan DOKA yang dikucurkan 2008 lalu hanya Rp 3,5 triliun, angka kemiskinan saat itu sebesar Rp 23,53 persen. Lalu dibandingkan dengan jumlah DOKA 2020 sebesar Rp 8 triliun lebih, tetapi angka kemiskinan menempatkan Aceh termiskin se-Sumatera.

Sementara DOKA akan berakhir pada 2027 mendatang, hanya tersisa 7 tahun lagi Aceh mendapat kucuran dana khusus dari Pemerintah Pusat dengan total yang tersisa Rp 41,177 triliun lebih. Sementara angka kemiskinan dan penangguran di Aceh tidak lebih baik dibandingkan tahun 2000 lalu.

Menjadi wajar saat BPS Aceh merilis data Senin (15/2/2021) menempatkan Aceh termiskin se-Sumatera menuai kritik dari berbagai elemen. Sampai-sampai ada karangan bunga menghiasi depan Kantor Gubernur Aceh, Rabu (17/2/2021) memberikan ucapan selamat atas “prestasi” Aceh termiskin di Sumatera.

Baca Juga:

Untuk menyerap aspirasi yang berkembang selama ini, Banleg DPR RI memprioritaskan datang ke Aceh untuk mendengar langsung aspirasi tersebut. Termasuk bertemu dengan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk membahas banyak hal tentang Aceh.

Namun Banleg DPR RI saat melakukan kunjungan Kamis (29/4/2021) hanya diterima oleh Asisten I Sekda Aceh, M.Jafar. Hal inilah yang membuat delegasi Banleg DPR RI kecewa, padahal kedatangan mereka ke Aceh semua fraksi datang kecuali Fraksi Partai Demokrat.

"Sebenarnya banyak hal yang harus didiskusikan. Maka butuh dialog serius. Semua fraksi datang kecuali Demokrat kemarin," kata Willy, Jumat (30/4/2021).

Pertimbangan Banleg DPR RI datang ke Aceh, sebut Willy ada dua orang anggota Banleg berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh, yaitu Illiza Sa'aduddin Djamal dan TA Khalid.

"Itu menjadi pertimbangan kami untuk datang ke Aceh. Aceh padahal kami prioritaskan dan pertama kali kami datang sosialisasi Prolegnas," tegasnya.

Menurut Willy, penting kepala pemerintah Aceh, Nova Iriansyah hadir dalam pertemuan tersebut, karena butuh konsultasi dan dialog persoalan yang sedang dihadapi provinsi Aceh. Baik itu tentang UUPA, Dana Otsus, angka kemiskinan hingga pelaksanaan Pilkada.

Willy mengaku sudah jauh hari menyampaikan kepada Gubernur Aceh Banleg DPR RI akan berkunjung ke Aceh. Saat itu, Illiza Sa'aduddin Djamal menyampaikan Nova Iriansyah akan hadir dalam pertemuan tersebut.

"Kenyataannya saat kami datang, Gubernur Aceh tidak datang, Sekda juga tidak datang, hanya diwakili oleh Asisten I Sekda Aceh, M.Jafar," jelasnya.

Kata Willy, ini kemudian menjadi kekecewaannya. Padahal mereka datang dengan niat baik dan rombongan besar dan ini kunjungan pertama Banleg datang dalam menyosialisasi Prolegnas 2021.

Sekitar satu dua bulan lalu, kata Willy, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin datang bertemu dirinya di Jakarta untuk menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang Aceh.

Atas dasar itu juga, kata Willy, Banleg DPR RI memprioritas datang ke Aceh untuk menyerap aspirasi tersebut. Tetapi sesampai di Aceh seluruh delegasi menyesalkan tidak disambut baik oleh Gubernur Aceh.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...