Langgam Kreasi Budaya Gelar Sosialisasi dan Edukasi Keberadaan LMK Terkait Royalty Performing

Author

Waktu Baca 7 Menit

Langgam Kreasi Budaya Gelar Sosialisasi dan Edukasi Keberadaan LMK Terkait Royalty PerformingFoto: Dok. Junaidi
Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Keberadaan LMK Terkait Royalty Performing, di Evory Coffee, Neusu, Banda Aceh, Senin (14/4/2025).

BANDA ACEH, READERS — Langgam Kreasi Budaya mengadakan kegiatan sosialisasi pendalaman pembentukan dan penguatan ekosistem musik Tradisi Nusantara melalui Lembaga Manajemenm Kolektif (LMK) yang berlangsung di Evory Caffee Neusu, Banda Aceh pada Senin (14/4/2025).

Ketua Langgam Kreasi Budaya, Satria Dharma dalam sambutannya menyampaikan keberadaan LMK ini dinilai sangat penting menyangkut Performance Royalty dalam hal kesejahteraan ekonomi melalui penggunakan musik dan karya orang lain.

Satria menyebutkan, LMK di Indonesia itu terdapat 15 dan yang pertama itu adalah KCI. Pada 15 tahun lalu berkembang sehingga muncul adanya wamin dan lain sebagainya.

“Masing-masing LMK itu punya keterbatasan SDM yang memfokuskan diri dalam mengkolek Ferforming Royalty, ” kata Satria.

Dia menyebutkan, mereka mengkolektor performing royalty dari tempat-tempat dimana anggota mereka lagu-lagunya dimainkan, salah satunya adalah musik tradisi.

“Musik tradisional ini dimainkan di event-event yang diselenggarakan dari dinas-dinas terkait, seperti ada event penyambutan tamu, Pekan Kebudayaan Nasional, itu sering diminta teman-teman main,” jelasnya.

Mereka yang main itu, lanjutnya, mendapatkan profesional finance, namun yang seringkali dilupakan itu tariannya yang dimainkan di event tersebut secara undang-undang harus dihargai, itu yang disebut performing royalty.

Lagu-lagu yang diminta EO mainkan dalam sebuah festival di publik punya nilai ekonomi yang dinilai pantastis sehingga juga harus tersentuh kepada mereka yang memainkan lagu karya orang lain untuk memberinya hak kepada penciptanya.

Dari itu, melalui LMK ini, Satria mengajak semua pihak yang punya kepentingan dan Hak Cipta khususnya musik tradisi yang dimainkan memahami prosedur ini. Disamping juga menghindarkan dari jeratan UU, juga untuk membantu peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Sementara itu, Dinas Pariwisata Aceh, melalui Bidang Bahasa dan Seni, Syahrul Arbi menyambut baik langkah LMK ini untuk diaplikasin di Aceh.

Syahrul menyebutkan,keberadaan LMK ini hadir dengan berbadan hukum dan nirlaba yang bertujuan untuk melindungi dan mengelola hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan hak lain terkait dengan musik tradisi nusantara.

“Mungkin selama ini performing royaltynya untuk di Aceh belum dilakukan. Jadi ke depan kita berharap teman-teman seniman di Aceh tidak hanya untuk para penampilnya tetapi juga didapatkan oleh pencipta lagu atau karya,” katanya.

Diketahui, sosialisasi ini dihadiri oleh sebanyak 39 orang peserta dari berbagai kalangan seniman di Aceh.[]

Langgam Kreasi Budaya Gelar Sosialisasi dan Edukasi Keberadaan LMK

BANDA ACEH, READERS – Langgam Kreasi Budaya mengadakan kegiatan sosialisasi pendalaman pembentukan dan penguatan ekosistem musik Tradisi Nusantara melalui Lembaga Manajemenm Kolektif (LMK) yang berlangsung di Evory Caffee Neusu, Banda Aceh pada Senin (14/4/2025).

Ketua Langgam Kreasi Budaya, Satria Dharma dalam sambutannya menyampaikan keberadaan LMK ini dinilai sangat penting menyangkut Performance Royalty dalam hal kesejahteraan ekonomi melalui penggunakan musik dan karya orang lain.

Satria menyebutkan, LMK di Indonesia itu terdapat 15 dan yang pertama itu adalah KCI. Pada 15 tahun lalu berkembang sehingga muncul adanya wamin dan lain sebagainya.

“Masing-masing LMK itu punya keterbatasan SDM yang memfokuskan diri dalam mengkolek Ferforming Royalty, ” kata Satria.

Dia menyebutkan, mereka mengkolektor performing royalty dari tempat-tempat dimana anggota mereka lagu-lagunya dimainkan, salah satunya adalah musik tradisi.

“Musik tradisional ini dimainkan di event-event yang diselenggarakan dari dinas-dinas terkait, seperti ada event penyambutan tamu, Pekan Kebudayaan Nasional, itu sering diminta teman-teman main,” jelasnya.

Mereka yang main itu, lanjutnya, mendapatkan profesional finance, namun yang seringkali dilupakan itu tariannya yang dimainkan di event tersebut secara undang-undang harus dihargai, itu yang disebut performing royalty.

Lagu-lagu yang diminta EO mainkan dalam sebuah festival di publik punya nilai ekonomi yang dinilai pantastis sehingga juga harus tersentuh kepada mereka yang memainkan lagu karya orang lain untuk memberinya hak kepada penciptanya.

Dari itu, melalui LMK ini, Satria mengajak semua pihak yang punya kepentingan dan Hak Cipta khususnya musik tradisi yang dimainkan memahami prosedur ini. Disamping juga menghindarkan dari jeratan UU, juga untuk membantu peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Sementara itu, Dinas Pariwisata Aceh, melalui Bidang Bahasa dan Seni, Syahrul Arbi menyambut baik langkah LMK ini untuk diaplikasin di Aceh.

Syahrul menyebutkan,keberadaan LMK ini hadir dengan berbadan hukum dan nirlaba yang bertujuan untuk melindungi dan mengelola hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan hak lain terkait dengan musik tradisi nusantara.

“Mungkin selama ini performing royaltynya untuk di Aceh belum dilakukan. Jadi ke depan kita berharap teman-teman seniman di Aceh tidak hanya untuk para penampilnya tetapi juga didapatkan oleh pencipta lagu atau karya,” katanya.

Diketahui, sosialisasi ini dihadiri oleh sebanyak 39 orang peserta dari berbagai kalangan seniman di Aceh.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...