Gelar Pertemuan, Wali Nanggroe dan Majelis Rakyat Papua Bakal Buat MoU Kekhususan

Lembaga Wali Nanggroe beserta beberapa tokoh politik Aceh menggelar pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP), di Hotel Horizon, di kawasan Kotaraja, distrik Abepura, Jayapura, Papua, pada Minggu (3/10/2021) malam.
Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri, yang ikut dalam rombongan mengatakan, pertemuan digelar sekitar pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 Waktu Indonesia Timur (WIT).
“Hasil pertemuan tersebut, kedua bersepakat membuat nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Wali Nanggroe dan Majelis Rakyat Papua (MRP),” kata Nurzahri, pada Senin (4/10/2021).
Latar belakang pertemuan itu dikatakan Nurzahri, berawal dari tindak lanjut setelah pihak MRP meminta dirinya untuk menjadi saksi ahli dalam gugatan MRP terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua di Mahkamah Konstitusi.
Dikarenakan bersamaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua yang juga dihadiri Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Al Haytar dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), maka pertemuan itu berlanjut menjadi pertemuan resmi.
Selama pertemuan, kedua belah pihak juga menyampaikan pengalaman masing-masing dalam menghadapi pemerintah pusat. Terutama terkait undang-undang kekhususan yang dimiliki kedua daerah tersebut.
Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib menganggap, selama ini Pemerintah Pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan ke khususan ke Papua dari 16 kewenangan ke khususan yang diatur dalam UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
“Hanya empat kewenangan yang dijalankan,” kata Timotius.
Aturan tersebut kini dikatakannya telah direvisi, Akan tetapi, kewenangan Papua dikurangi oleh Pemerintah Pusat. Salah satunya adalah tentang dana otsus (otonomi khusus).
“Walau jumlah ditambah menjadi 2,5 persen tetapi pengelolaan ditarik ke pusat atau tidak lagi masuk ke APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang nantinya akan dikelola oleh lembaga di bawah kontrol wakil presiden,” ujarnya.
Sementara itu, Malik Mahmud menyampaikan hal serupa juga dialmi Provinsi Aceh. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh (UUPA) telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
“Tapi sampai saat ini Aceh belum melihat draft revisi tersebut dan beum ada konsultasi serta pertimbangan DPRA dan ada kemungkinan revisi UUPA akan bernasib sama dengan UU Papua,” kata Malik Mahmud.
Terkait penandatanganan MoU antara Wali Nanggroe dan Majelis Rakyat Papua, dikatakan Nurzahri, rencananya akan dilaksanakan di Aceh saat lembaga asal Papua itu berkunjung ke provinsi paling barat Indonesia tersebut.
“Isi MoU tersebut direncanakan akan berisi beberapa poin tentang kerjasama Aceh dan Papua dalam berjuang bersama serta saling dukung agar keinginan rakyat Aceh dan Papua dapat diberikan oleh pemerintah pusat,” tambahnya.
Adapun yang hadir dalam pertemuan itu, dari Pimpinan Majelis Rakyat Papua terdiri Ketua MRP Timotius Murib; Wakil Ketua I, Yoel Luiz Mulait; Wakil Ketua II, Debora Mote; dan tujuh anggota MRP lainnya.
Sedangkan dari Lembaga Wali Nanggroe, terdiri Kamaruddin Abubakar (Abu Razak); Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri; serta anggota DPRA seperti Tarmizi, Iskandar Usman Al Farlaky, dan Falevi Kirani.
Komentar