Jatuh Cinta dengan Gadis Yahudi

Mahmoud Darwish, Pahlawan Palestina yang Melawan Zionis dengan Kata-kata

Waktu Baca 11 Menit

Mahmoud Darwish, Pahlawan Palestina yang Melawan Zionis dengan Kata-kataFoto: Gil Cohen Magen-Pool/Getty Images
Mahmoud Darwish, penyair besar Palestina.

Dia berkata: “Kapan kita akan bertemu?” Aku berkata: “Setelah perang selesai.” Dia berkata: “Kapan perang berakhir?” Aku berkata: “Ketika kita bertemu.”

Percakapan di atas merupakan penggalan sebuah puisi karya penyair besar Palestina, Mahmoud Darwish. Mengungkapkan kisah cinta kepada kekasih pertamanya yang keturunan Yahudi Israel, Rita Mossad.

Dalam buku Mahmoud Darwish; Penyair Palestina dan Kekasih Yahudinya karya Dalya Cohen-Mor, menggambarkan bagaimana perjalanan cinta Mahmoud dengan kekasihnya “Rita” yang berakhir tragis.

Rita adalah seorang gadis Yahudi bernama asli Tamar Ben-Ami yang dijumpai saat mengungsi ke Haifa ketika Mahmoud berusia 20 tahun. 

Namun hubungannya dengan gadis Yahudi itu layu sebelum berkembang. Perang membuat mereka berpisah, meski sudah saling mencintai. 

Mahmoud lantas memantapkan karier sebagai penulis, sementara Rita dikabarkan “dipaksa” menjadi tentara IDF yang akan menduduki Palestina.

Diusir Sejak Kecil

Mahmoud Darwish dan kekasih Israel-nya, Rita. Foto: IST

Mahmoud Darwish lahir pada tahun 1941 di Al-Birwa, Galilea. Kampung kelahirannya kelak diduduki dan dihancurkan oleh tentara Israel. 

Nama aslinya Mahmoud Salim Husein Darwish. Dia anak kedua dari pasangan Salim dan Houreyyah Darwish.  

Kelak ketika dewasa, Mahmoud Darwish menjadi pahlawan rakyat Palestina karena “berperang” dengan kata-kata dan sebaliknya menjadi musuh bagi Zionis Israel.

Perlawanan Mahmoud dari karya sastra tidak terlepas dari kisah pilu masa kecilnya. 

Pada usia 6 tahun, sekitar tahun 1947, Mahmoud menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri tentara Israel yang merongrong masuk dan meluluh-lantakkan desanya.

Tak hanya itu, desa-desa lain di Galilea juga dibumi-hanguskan. Kondisi itu membuat keluarga besar Mahmoud mengungsi ke Lebanon, meninggalkan tanah kelahirannya yang sudah porak-poranda. 

Setahun kemudian, dari Lebanon dia mendengar, negara Zionisme Israel berdiri, tepatnya pada 14 Mei 1948. 

Israel memproklamasikan pendirian “Negara Israel” atas restu PBB pada 1947 mengenai pembagian Palestina menjadi dua negara, yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Arab.

Deklarasi negara Israel langsung menyulut perang. Negara-negara Arab di sekitarnya menolak pencaplokan Israel atas Palestina, namun negara Zionis Israel tetap menang.

"Pasca perang, keluarga besar Salim Darwish pulang ke daerah kelahirannya di Acre, dan terkaget-kaget. Karena di sana, di tanah yang telah dikuasai Israel, sudah berdiri tegak dua pemukiman Yahudi.”

Demikian tulis Erik Erfinanto dalam artikelnya “Mengenal Mahmoud Darwisah, Penyair Palestina yang Ditakuti Israel” yang diterbitkan di Alif.ID pada 4 Oktober 2019.

Melihat kondisi itu, keluarga Mahmoud mengungsi ke Deir al-Asad, masih di daerah Galilea. Sejak itulah, bocah bernama Mahmoud merasakan hidup sebagai “orang asing di tanah kelahirannya sendiri”.

Tentang masa kecilnya yang kelam itu, Mahmoud jadikan inspirasi untuk menuliskan puisi di awal kariernya.

Engkau bisa bermain di bawah matahari sesukamu
dan engkau punya mainan 
tapi aku tidak. 
Engkau punya rumah, 
dan aku tidak. 
Engkau merayakan, 
tapi aku tidak. 
Mengapa kita tidak bisa bermain bersama?

Puisi yang satir. Dan ia langsung mendapat ancaman dari Zionis: “Jika kamu menulis puisi semacam itu, aku akan memecat ayahmu dari pertambangan.”

Perkenalan pertama Mahmoud Darwish dengan puisi berawal saat dia bertemu penyanyi pengembara yang melarikan diri dari kejaran tentara Israel.

Kehadiran penyanyi pengembara itu justru memberi inspirasi pada Mahmoud, tentang seni dan sastra, ilmu yang sangat baru baginya. 

Pada usia 19, Mahmoud menerbitkan buku kumpulan puisinya untuk pertama kali. Judul bukunya Burung-Burung Pipit Tanpa Sayap.

Pahlawan Palestina

Warga Palestina meninggalkan Kota Galilea pada Oktober-November 1948 setelah meletus Perang Arab-Israel I,

membuat ratusan ribu warga Palestina tak bisa kembali ke kampung halaman mereka. Foto: Wikipedia

Puisi-puisi yang ditulisnya itu menceritakan tentang penindasan Zionis Israel terhadap Bangsa Palestina. Sontak saja, karya perdananya itu mendapat perhatian luas.

Ia kemudian merilis kumpulan puisi bertajuk Dedaunan Zaitun yang membawa nafas inspirasi bagi perjuangan rakyat Palestina. 

Mahmoud Darwish sejatinya seorang jurnalis sekaligus penyair. Melalui kata-katanya, tulisan dan puisi yang dia nukilkan menjadi ancaman yang menakutkan bagi Israel.

Karya sastra Mahmoud umumnya mengungkapkan perasaannya tentang pengasingan, kepemilikan, perjuangan, dan pendudukan Palestina oleh zionis.

Ada juga antologi puisi Mahmoud yang mendokumentasikan kisah cintanya, termasuk hubungan cinta terlarangnya dengan gadis Israel, Tamar Ben-Ami, alias Rita Mossad, seperti potongan puisi pada pembuka artikel ini.

Ironisnya. Mahmoud meniti jalan karier politik yang "aneh". Hidupnya diabdikan pada perjuangan membela Palestina, tapi diawali dengan menjadi editor sebuah majalah besutan partai Komunis Israel, yakni partai Rakha pada 1962.

Pada tahun 1971, Mahmoud kembali meninggalkan tanah Palestina. Ia hijrah ke Cairo, Beirut, Moscow, hingga Paris. 

Pada 1987, Mahmoud bergabung dalam lingkaran tinggi PLO (Palestine Liberation Organization). Darwish kemudian dengan cepat menjadi “suara rakyat Palestina”. 

Hingga akhir hayat, Mahmoud Darwish menuangkan hati dan jiwanya ke dalam puisi. Ia menerbitkan sekitar 30 antologi puisi dan prosa, yang telah diterjemahkan ke lebih dari dua puluh dua bahasa.

Ia meninggal pada tahun 2008 di Houston, AS, dan dikebumikan di Palestina.

Selama hidup, atas karya-karyanya, Mahmoud meraih sejumlah penghargaan seperti Lannan Cultural Freedom Prize dari Yayasan Lannan, The Lenin Peace Prize, dan Knight of Arts and Belles Lettres Medal.

Bersikap Humanis

Mahmoud Darwish saat membaca puisi. Foto: IST

Orang-orang Arab menyebut Mahmoud Darwish sebagai inkarnasi dari tradisi puisi politik dalam Islam, seorang yang berjuang melalui karya nyata berupa puisi.

Mahmoud sendiri mengakui hal itu. Menurutnya, sejumlah penyair Arab menjadi inspirasinya. Antara lain Abd al-Wahhab al-Bayati dan Badr Shakir al-Sayyab dari Iraq. Bahkan, ia juga mengagumi penyair Israel, Yehuda Amichai.

Puisi Mahmoud pun kerap digubah menjadi lagu yang sangat populer oleh para komposer dan penyanyi dunia Arab. Setidaknya selama dua generasi.

“Ia dibenci setengah mati oleh Israel. Padahal, cinta monyet pertama Darwish, adalah pada seorang gadis kecil Israel. Semasa dewasa, Mahmoud masuk penjara, juga atas ketokan palu seorang jaksa perempuan Israel. Dan sebuah dokumenter tentang Mahmoud Darwish, juga dibikin oleh sineas perempuan yang blasteran Prancis-Israel,” mengutip Erik.

Mahmoud Darwis dikenal sebagai penyair yang lebih mengedepankan kemanusiaan ketimbang kemarahan dan kebencian. 

Hal itu bisa dilihat saat dia memberikan pendapatnya tentang negara zionisme Israel dalam sebuah wawancara dengan New York Times (7 Maret 2000). 

“Adalah sebuah tuduhan bahwa saya membenci orang-orang Yahudi. Sangat tidak menyenangkan bahwa mereka menyebut saya sebagai setan dan seorang musuh Israel. Saya bukan penggemar Israel, tentu saja. Saya tidak punya alasan untuk menjadi penggemar Israel. Akan tetapi, saya tidak membenci orang-orang Yahudi.”

Sosok Mahmoud yang humanis juga dibeberkan Maya Jaggi, penulis Inggris dalam bukunya Poet of the Arab world yang diterbitkan di The Guardian (8 Juni 2002), dengan mengutip pernyataan Mahmoud Darwish:

“Saya akan terus memanusiawikan bahkan musuh saya sendiri. Guru pertama saya yang mengajari bahasa Hebrew adalah orang Yahudi. Cinta pertama saya adalah seorang gadis Yahudi. Jaksa yang pertama kali mengirim saya ke penjara adalah seorang perempuan Yahudi. Jadi sejak awal, saya tidak melihat orang-orang Yahudi sebagai iblis atau malaikat melainkan sebagai manusia.”[HSP]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...