Menelisik Ekonomi Rasidan di Tengah Seriusnya Banjir Bandang di Aceh Tenggara

Oleh: Ulyadi*
Bencana alam tidak selalu dapat diprediksi. Perusakan alam terus terakumulasi melalui berbagai eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas dari alam yang terbatas.
Cerita ini dimulai dari seorang Kakek Rasidan (68), seorang pribumi yang tinggal di Kampung Kuning 1, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh.
Meski sudah lanjut usia, namun Rasidan masih tidak pernah teduh menekuni sendi-sendi perekonomian. Mulai dari bertani hingga berdagang untuk menafkahi keluarga yang dipimpinnya.
Namun di tengah kondisinya yang seperti itu, lantas ia pun mendapat musibah. Banjir menerjang daerah tersebut dua kali dalam waktu yang amat singkat.
Pertama, terjadi pada Selasa, 14 November 2023 melanda empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bambel, Babussalam, Semadam, dan Bukit Tusam.
Beberapa hari berlalu, banjir susulan kembali datang pada Senin, 20 November 2023. Kakek Rasidan mendapatkan musibah itu. Ia dan istri harus menjalani hari-harinya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ketiga anaknya sudah tidak lagi bersama.
Adapun Kakek Rasidan memiliki tiga anak, dua laki-laki yaitu Suardi (32) dan Arianto (30) yang kini sedang bekerja di rantau. Terakhir adalah anak perempuannya, Qariah Elvina (28), yang sudah berkeluarga.
Kakek Rasidan bersama istri tercinta Siti Khadijah (65) hidup berdua dan bertanggung jawab penuh atas kebutuhan sehari-hari.
Melihat lebih dalam lagi, pada hari-hari biasanya Kakek Rasidan dan istrinya mendapatkan penghasilan hanya bersumber dari dagangan eceran sembako. Menurut penuturannya, dalam sebulan itu mereka hanya menghasilkan Rp400.000/bulan.
Disamping sembako, Kakek Rasidan juga memiliki sawah yang kini ditanami padi. Namun, sayang padi yang ditanam belum masuk musim panen sudah habis terendam banjir. Akibatnya keduanya menambah beban ekonomi. Situasi ini menggambarkan tantangan ekonomi dan dampak serius banjir terhadap kehidupan sehari-hari di Kampung Kuning 1 khususnya bagi Rasyidan.
Kakek Rasidan menyampaikan keprihatinannya itu kepada kami, saat kami (mahasiswa) yang berkunjung ke tempat tersebut akibat banjir bandang menerjang di Aceh Tenggara.
Banjir ini rutin terjadi setiap tahunnya, namun tahun ini debit air lebih tinggi dari yang sebelumnya. Air yang turun dari gunung di belakang pemukiman warga mencapai tingkat yang lebih tinggi, merusak ketahanan rumah yang semakin rapuh tiap akhir tahun.
Beberapa rumah di sekitar pemukiman bahkan tidak dapat menahan terjangan air, terutama karena air sering membawa bebatuan dan kayu. Rutinnya banjir tidak hanya karena musim hujan, tetapi juga karena sungai yang kini dangkal dengan kedalaman hanya tersisa sekitar 70 cm, tidak sebanding dengan debit air yang tinggi.
Kondisi ini semakin diperparah oleh aktivitas penebang ilegal yang masih beroperasi. Mereka diduga memiliki perlindungan dari oknum yang memiliki relasi dengan kekuasaan, yang tentu saja memperburuk keadaan.
Kakek Rasidan menekankan perlunya ketegasan dari Aparat Penegak Hukum (APH) setempat untuk mengusut tuntas masalah ini, bukan hanya diam saja.
Kehilangan pohon yang secara alami dapat memitigasi banjir semakin meningkat, sementara upaya penanggulangan penggundulan hutan tidak sebanding.
Tindakan yang lebih serius diperlukan agar hutan dapat memadai sebagai penahan air saat terjadi banjir. Artinya hilangnya hutan berarti semakin memperparah kerusakan hutan bahkan kritis.
Melansir detik.com, Aceh Tenggara yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dengan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Berdasarkan SK 580 total luas wilayah Aceh Tenggara 414.664 hektar, 380.457 hektar di antaranya adalah KEL.

Menurut Kadiv Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Afifuddin menyebutkan bahwa berdasarkan SK 580, luas KEL di Aceh Tenggara awalnya 380,457 hektar, terus mengalami penyusutan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sisa KEL pada 2022 hanya 326,048 hektar, ada terjadi penyusutan seluas 54,409 hektar.
“Artinya 14.30 persen itu hilang tutupan hutan di KEL yang ada di Aceh Tenggara. Makanya banjir terus terjadi dan kondisi ini terus terjadi berulang kali setiap akhir tahun, pemerintah macam gak ada solusi apapun,” jelasnya.
Kehilangan Mata Pencaharian
Perputaran ekonomi di Aceh Tenggara terganggu saat banjir, menyebabkan ketidakstabilan dan kerugian yang mengancam modal petani dan pedagang komoditas pangan.
Kakek Rasidan menyoroti perlunya kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi bencana banjir. Mitigasi bencana harus menjadi fokus bukan hanya pasca banjir, tapi juga pra banjir, dengan penanganan berkelanjutan untuk mengurangi kerugian dengan probabilitas tinggi.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memiliki program yang jelas dalam hal ini. Menjaga dan merawat alam juga menjadi kewajiban masyarakat untuk meminimalkan dampak bencana.
Kakek Rasidan, berdasarkan pengalamannya di Aceh Tenggara, mengingatkan bahwa masalah banjir bukan kejadian sekali atau dua kali, melainkan berulang, bahkan berdampak pada kabupaten tetangga. Dengan curah hujan saat ini, perlu kewaspadaan terhadap peningkatan debit air yang dapat memperburuk dampak ekonomi dan menghambat proses belajar mengajar di empat kecamatan.
Meskipun dagangan Kakek Rasidan memiliki masa kadaluarsa yang terbilang panjang, jumlah pembeli yang sedikit mempengaruhi laba per item, hanya sekitar Rp500-Rp2.000 ini menciptakan tekanan pada ekonominya.
Dalam beberapa minggu terakhir, kelompok relawan memberikan bantuan sembako sebagai kebutuhan pokok selama banjir. Namun, ini hanya solusi sementara.
Masyarakat membutuhkan tindakan nyata dari pihak terkait, seperti penambahan sungai buatan dan irigasi pembuangan air untuk mengatasi masalah banjir secara berkelanjutan.
Kakek Rasidan menekankan bahwa janji tanpa tindakan konkret hanya menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat yang terus dihadapkan pada ancaman banjir.
Menteri Sosial Beri Bantuan
Bencana alam yang melanda Aceh Tenggara bukan bencana biasa, hal itu dilihat dari perhatian Pemerintah pusat untuk menyumbangkan bantuan kepada korban musibah ini.
Menteri Sosial (Mensos) RI, Tri Rismaharini juga turun langsung ke lapangan untuk berinteraksi dengan masyarakat. Ia memberikan bantuan berupa uang santunan kepada korban banjir di beberapa lokasi berbeda yang terdampak banjir.
Banjir di Aceh Tenggara melanda 15 kecamatan pada Senin, 13 November 2023 lalu akibat hujan deras yang membuat meluapnya beberapa sungai ke pemukiman warga. Risma bersama rombongan meninjau daerah Simpang Semadam.[]
*Mahasiswa Semester 5 Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Komentar