Pemerintah Aceh Dinilai Gagal Tangani Covid-19

Waktu Baca 4 Menit

Pemerintah Aceh Dinilai Gagal Tangani Covid-19
Seorang vaksinator sedang mempersiapkan untuk menyuntik vaksin Sinovac untuk sejumlah tenaga kesehatan di RSUZA, Banda Ace, Senin (15/2/2021). Hotli Simanjuntak | readers.ID

Koordinator Lingkar Publik Strategis, Rizki Ardial menyampaikan, meningkatnya angka penularan Covid-19 di Aceh dinilai karena gagalnya Pemerintah Aceh dalam menciptakan sebuah skema pencegahan yang efektif dan mampu meminimalisir resiko penularan Covid-19.

"Hampir tidak kita jumpai skema khusus untuk meminimalisir angka penularan Covid-19 di lapangan. Bahkan kondisi lapangan hampir seakan-akan sedang tidak terjadi apa-apa, kapan kita tahu bahwa sedang covid, saat membaca berita laporan dari jubir satgas covid yang selalu setia melaporkan peningkatan jumlah angka penularan," kata Rizki kepada readers.Id, Rabu (2/6/2021).

Rizki menuturkan, langkah Pemerintah Aceh hari ini hanya melakukan pembatasan jam malam untuk warung kopi dan menuntup sejumlah objek wisata, karena dianggap dapat mendatangkan kerumunan.

Padahal menurutnya, langkah tersebut malah mematikan sumber perkonomian masyarakat kecil. Di mana Pemerintah Aceh sebenarnya harus paham bahwa pelaku usaha di tempat wisata dan warung kopi itu bukanlah pegawai pemerintah, walaupun mereka tidak bekerja tetapi tetap mendapatkan gaji setiap bulannya.

"Beda halnya dengan usaha warung kopi, yang mungkin saja mereka mereka baru mengeluarkan modal untuk sewa toko yang bisa mencapai puluhan juta, darimana mereka bisa mengembalikan modalnya jika kondisinya seperti ini. Belum lagi dengan karyawan yang di pekerjakan," tuturnya.

Rizki mengatakan, pihaknya sepakat atas alasan bahwa tidak boleh ada kerumunan untuk meminimalisir angka penularan Civid-19, tetapi ekonomi masyarakat tidak boleh dimatikan juga, karena hanya akan mengundang masalah baru.

Ia menyarankan, untuk usaha warung kopi pemerintah dapat menciptakan skema khusus, pembatasan jumlah pembeli di tempat, tempat duduk diatur jaga jarak, dan hal lainnya sesuai prokes.

Jika hal itu dilakukan justru akan terjadi pemerataan ekonomi, di mana penikmat kopi tidak akan menumpuk pada satu warung saja, akan ada penyebaran pembeli ke warung kopi lain yang mungkin selama ini relatif sepi. Dan ini akan menunjang pertumbuhan ekonomi baru.

Lanjutnya, begitu juga dengan objek wisata, pemerintah cukup melakukan pembatasan pengunjung dan penerapan prokes yang ketat. Tidak perlu adanya aturan pemerintah mengenai penutupan objek wisata, karena juga akan membunuh perekonomian masyarakat kecil.

Sebab itu, ia berharap Pemerintah Aceh agar lebih bijak dalam menangani sebuah permasalah, sehingga saat sedang menyelesaikan sebuah masalah tidak akan lagi menimbulkan masalah baru.

"Begitu juga dengan pencegahan penularan Covid-19, pemerintah harus menciptakan skema khusus untuk meminimalisir resiko penularan tanpa mematikan masyarakat bawah, skema yang serius bukan hanya sebatas seremonial," pungkasnya.[acl]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...