Socrates Membebaskan Manusia dari Kesombongan
Penyakit jahiliah penduduk Mekah ketika itu adalah penyakit krisis spiritual, Nabi Muhammad datang membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kesyirikan pada awal perjuangan nabi dan penyakit paling tua di alam semesta ini adalah penyakit sombong yang diaktori iblis, dilanjutkan orang intelek bernama Hamman, Socrates pun hadir membebaskan manusia dari kesombongan.

Oleh: Husaini Algayoni
Penyakit jahiliah penduduk Mekah ketika itu adalah penyakit krisis spiritual, Nabi Muhammad datang membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kesyirikan pada awal perjuangan nabi dan penyakit paling tua di alam semesta ini adalah penyakit sombong yang diaktori iblis, dilanjutkan orang intelek bernama Hamman, Socrates pun hadir membebaskan manusia dari kesombongan.
Revolusi jiwa dari sifat sombong menuju kesadaran rendah hati merupakan gerakan awal yang yang dipelopori filsuf Yunani Kuno Socrates melawan orang-orang sofis yang dikenal sombong, pandai mengelabui orang banyak, dan pandai menjilat penguasa. Adapun alat paling ampuh yang digunakan golongan sofis dalam meyakinkan orang adalah dengan retorika.
Kutipan terkenal dari filsuf Socrates “Aku tidak mengerti apa-apa” dengan tidak mengerti apa-apa, maka ia pun bertanya untuk mencari kebenaran dan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk sempurna dilengkapi akal pikiran dan ilmu pengetahuan yang banyak, Socrates dijuluki dengan Gadfly of Athens ini mengajarkan kepada manusia untuk selalu rendah hati agar tidak sombong.
Orang yang mengerti dan tahu segalanya cenderung merendahkan orang lain seolah-olah orang lain tidak tahu dan hanya dirinya lah yang paling tahu dan paling benar. Sifat sombong seperti ini merupakan sifat tercela, sikap tersebut tak ubahnya seperti iblis yang merendahkan Nabi Adam.
Secara etimologi, iblis berarti mahkluk yang habis harapan untuk memperoleh rahmat Tuhan. Dalam Alquran disebutkan bahwa iblis ini merasa lebih baik dari manusia, Iblis berkata, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. al-A’raf: 12).
Iblis bukan makhluk ateis, ia percaya dan mengenal Allah dengan baik. Sikap sombong yang ada pada iblis lah berujung pada penolakannya terhadap kebenaran dan merendahkan manusia, dalam hal ini Nabi Adam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf di atas, iblis menolak sujud karena merasa lebih baik dari Nabi Adam dan akhirnya iblis pun diusir dari surga.
Sikap sombong merupakan sifat tercela dan merupakan lawan dari sifat terpuji dari sikap rendah hati (tawadhu) yang mana orang-orang yang mempunyai rasa tawadhu adalah orang yang tidak sombong. Sikap rendah hati bukan hanya disukai Allah tapi juga disenangi makhluk-makhluk Allah yang ada di muka bumi.
Rendah hati merupakan sikap adanya tenggang rasa dan mau menghargai orang lain. “Jika ingin dihargai, maka hargailah orang lain” kata mutiara hikmah yang sering didengar. Namun, dalam dunia media sosial (medsos) betapa banyak orang yang punya akal tapi tidak menghargai orang lain dengan cara merendahkan dan menghina.
Saling menghina merupakan cerminan dari sifat sombong, perbuatan tercela di antara manusia. Allah menegaskan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. an-Nisa’: 36).
Salah satu kasus yang sering merendahkan orang lain hanya karena masalah ‘perbedaan’ berbeda pandangan dengan kelompoknya maka kelompok yang lain direndahkan sedemikian rupa dan orang yang tidak mau menerima perbedaan karena merasa paling benar merupakan salah satu pikiran picik dari sempitnya cara berpikir (kedangkalan berpikir).
Pikiran picik lebih berbahaya daripada berbuat jahat, perbuatan jahat itu seperti luka bakar, ia gatal dan menggelitik dan akhirnya memecah, ia berbicara dengan jujur. Sementara pikiran picik bagaikan kanker, ia merayap dan bersembunyi dan tidak mau memperlihatkan diri di mana pun sampai ke seluruh tubuh sudah busuk. Demikian kata WF. Nietzsche dalam “Sabda Zarathustra.”
Padahal tidak semua yang berbeda itu berlawanan (kontradiktif), mematahkan pendapat lawan tidak dengan serta merta membuat pendapat yang ada dalam diri kita itu benar. Kita juga terus mencari, bertanya, dan menyusun argumen sekuat mungkin sehingga dapat menjadi pegangan bagi diri sendiri.
Masalah yang ada adalah merasa tahu dan mengerti segalanya tapi sebenarnya tidak tahu apa-apa sehingga menyalahkan dan menuduh orang lain itu salah, orang-orang seperti ini berbahaya bagi kehidupan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati adalah gerakan bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Rendah hati harus ada dalam diri kita masing-masing, sebagai manusia yang tempatnya lupa dan salah tidak selayaknya bersikap sombong dan merasa paling benar di mata manusia.
Dengan adanya sikap rendah hati yang ada dalam diri sehingga bisa melihat ke bawah dengan menunduk ke bumi setiap kaki melangkah dalam orientasi kehidupan dan alam semesta pun bisa tersenyum dan damai bersama kita.
Sejarah menjadi pelajaran bagi manusia, sejarah iblis yang sombong sehingga diusir dari surga. Ulama besar dan cerdas bernama Abdullah Alqasimi juga menjadi ateis karena sikap sombong yang ada dalam dirinya. Begitu juga dengan publik-publik figur di era modern ini, menjadi kaya dan terkenal tiba-tiba sombong. Kemudian apa yang terjadi? Jatuh juga derajatnya.
Revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati merupakan revolusi manusia dari dulu, sekarang, dan masa yang akan datang. Mutiara hikmah di bawah ini perlu direnungkan untuk menjadi manusia yang mempunyai sifat terpuji dan bebas dari sifat tercela.
Rendah hatilah! Maka engkau akan menjadi seperti bintang yang terlihat dipermukaan air, namun sebenarnya ia berada pada posisi yang tinggi. Dan janganlah seperti asap yang membumbung tinggi, dengan sendirinya ke lapisan atmosfer namun sebenarnya ia berada pada posisi rendah.
Penulis: Kolumnis Gayo.
Komentar