Anggota DPRA Minta PJ Gubernur Ganti Sekda Aceh

Salah satu penghambat harmonisasi komunikasi antara DPRA dan eksekutif Aceh adalah Sekda Taqwallah. Ia tidak peduli pada pembangunan Aceh. Baginya yang penting serapan anggaran semata, tanpa peduli sejauh mana efektivitas anggaran itu berdampak positif kepada rakyat.

Waktu Baca 2 Menit

Anggota DPRA Minta PJ Gubernur Ganti Sekda Aceh
Anggota DPR Aceh, Zulfadhli. Foto: Ist.

BANDA ACEH, READERS – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Zulfadhli, meminta Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Mayjend TNI Achmad Marzuki, agar segera mengganti Taqwallah dari posisi Sekda Aceh. Ia menilai Taqwallah hanya menjadi penghambat selama menjabat sebagai Sekda.

Menurut Zulfadhli Sekda saat ini merupakan salah satu penghambat serius dalam jalinan komunikasi antara eksekutif dan legislatif di Serambi Mekkah.

“Salah satu penghambat harmonisasi komunikasi antara DPRA dan eksekutif Aceh adalah Sekda Taqwallah. Ia tidak peduli pada pembangunan Aceh. Baginya yang penting serapan anggaran semata, tanpa peduli sejauh mana efektivitas anggaran itu berdampak positif kepada rakyat,” kata Zulfadhli, Sabtu (9/7/2022).

Sekretaris Komisi IV DPR Aceh itu menyebutkan pihak wakil rakyat sangat kesulitan membangun komunikasi dengan Pemerintah Aceh karena Taqwallah yang gagal menjadi penghubung. Ia justru menjadi penghambat, sehingga berdampak pada banyaknya perencanaan pembangunan yang tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Politikus Partai Aceh (PA) itu mengatakan, untuk mencapai target pembangunan agar sesuai dengan RPJMA, seharusnya DPRA dan Pemerintah Aceh dapat membahasnya secara resmi. Namun, selama Nova Iriansyah menjadi Gubernur, hal tersebut tidak berjalan dengan yang diharapkan.

Sehingga, kata Zulfadhli, APBA yang digelontorkan tidak berdampak besar untuk rakyat Aceh. Menurutnya, selama ini pola komunikasi dilakukan secara tertutup oleh Gubernur dan personal Pimpinan DPRA. Tidak dibahas resmi dalam kapasitas kelembagaan.

“Pj Achmad Marzuki jangan sampai mengulang hal tersebut. Perilaku itu buruk dan hanya menguntungkan satu, dua atau tiga orang. Sedangkan rakyat Aceh selalu buntung,” katanya.

Ia menambahkan, hal lainnya yang harus dihormati ialah semua perencanaan pembangunan, termasuk investasi, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan yang mengatur kekhususan Aceh.

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...