Banda Aceh Dinilai Tak Layak Jadi Ibu Kota Kebudayaan Indonesia

Kota Banda Aceh dinilai tidak layak menjadi Ibu kota Kebudayaan Indonesia. Sebab, Titik Nol kota Banda Aceh dan pusat Kebudayaan Gampong Pande dijadikan kawasan pembangunan Instalasi Pembuangan Akhir Limbah (IPAL) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Hal itu diutarakan Ketua Peubeudoh Sejarah Adat dan Budaya Aceh (Peusaba) Mawardi Usman. Menurutnya, Kota Banda Aceh sama sekali tidak layak menjadi Ibu kota Kebudayaan Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) beberapa hari yang lalu.
"Titik Nol Kota Banda Aceh dijadikan tempat pembuangan tinja dan sampah. Bagaimana bisa Banda Aceh ditetapkan sebagai Ibu Kota Kebudayaan Indonesia," ujar Mawardi pada readers.ID, Rabu (31/3).
Mawardi menjelaskan, Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam merupakan cikal bakal lahirnya kota Banda Aceh. Titik Nol itu bermula pada 22 April 1205 didirikan oleh Sultan Johan Syah.
"Bagaimana Banda Aceh bisa disebut kota berbudaya, sedangkan pusat budaya jadi gunung sampah dan kolam tinja," tutur Mawardi.
Karena itu, Mawardi menilai tidak layak Banda Aceh dinobatkan sebagai Ibukota kebudayaan Indonesia.
"Justru hal itu bertolak belakang dengan realita di lapangan. Ini merupakan perilaku yang jauh dari budaya yang beradab," ungkap Marwardi.
Lebih lanjut Mawardi menuturkan, secara tegas Peusaba Aceh memprotes JKPI yang telah menetapkan Banda Aceh sebagai Ibukota Kebudayaan.
"Apakah ini langkah JKPI mendukung Wali Kota Banda Aceh untuk melanjutkan proyek IPAL, serta pemusnahan makam Raja dan Ulama di Gampong Pande," pungkasnya.
Komentar