Desember Kopi Gayo Diwarnai Konser Seni di Gua Prasejarah

TAKENGON, READERS – Panitia Desember Kopi Gayo 2023 turut mewarnai serangkaian kegiatan tersebut dengan menggelar konser seni di situs gua prasejarah yang berlokasi di tepi Danau Lut Tawar, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Minggu (11/12/2023).
Founder Desember Kopi Gayo, Fikar W Eda, mengatakan, pertunjukan seni itu bertajuk “Konser Bunyi Frekuensi 432 Swara Purba dan Dialog Gayo Prasejarah” yang dilangsungkan di situs Loyang Puteri Pukes – Loyang Mendale dengan mengangkat tema Menyusur Jejak Gayo Prasejarah.
"Sebuah konser yang memanfaatkan ruang prasejarah sebagai bentuk dukungan pembangunan pariwisata Tanah Gayo,” kata Fikar W Eda kepada READERS.ID, Rabu (13/12/2023).
Dia menambahkan, konser tersebut digelar sebagai salah satu dorongan dan dukungan pembangunan pariwisata di Gayo. Pertunjukan melibatkan 120 personil, tergabung dalam berbagai kelompok dan sanggar, termasuk seniman nasional.
“Konser ini juga melibatkan seniman nasional diantaranya penyair utusan dari DKI Jakarta Muhammad Octavianus Masheka, Tatan Daniel, Minta Katoyo,” sebutnya.
Selanjutnya, sambung Fikar, dari Bener Meriah ada Azzam Pegayon bersama Sanggar Pegayon Buntul Sarana Ine. Kemudian Donang Banan Pegayon, Sanggar Nayu Aceh Tengah, seniman Rangkaian Bunga Kopi, Yoppi Andri, Ceh Rama, Devie Matahari, dan Fikar W Eda.
Sedianya seniman Rangkaian Bunga Kopi lainnya, Yoyok Harness yang bermukim di Bali hadir dan memimpin konser ini, namun karena alasan kesehatan, kedatangannya ke Tanah Gayo tertunda.
Pertunjukan diawali dengan permintaan izin secara adat Gayo oleh Aman Rike, kepada pengelola Loyang Pukes, Cik Bahri dan Azhari. Kemudian dilanjutkan pertunjukan "munalo" oleh dua seniman Pegayon Buntul Sara Ine.
Konser kemudian dilanjutkan Saman dengan latar Loyang Pukes. Penonton menyaksikan itu dengan rileks dan terbuka. Para pemain Saman tidak terganggu dengan keadaaan yang serba sederhana dan sesuai kondisi alam. Mereka memainkan Saman begitu intens.
Para seniman, dipandu Azhar lalu beralih ke dalam gua. Mula-mula dijelaskan tentang legenda Pukes yang menjadi batu, dan memperlihatkan batu berbentuk manusia, kemudian lesung batu.
“Puncaknya, penjelasan tentang sebongkah batu, yang dideteksi mengeluarkan frekuensi bunyi 432 Hertz. Frekuensi ini dideteksi oleh seniman Rangkaian Bunga Kopi Yoyok Harness, dan mengaharapkan frekuensi ini mendapat perhatian karena frekuensi bersifat organik,” jelas Fikar.
Pertunjukan diakhiri Donang Banan Pegayon dan Sanggar Nayu memainkan musikalisasi puisi dan pembacaan puisi oleh Ulan. Kisah tentang puteri menjadi batu.
Mengenai adegan itu, Fikar W Eda mengurainya sebagai berikut.
Awalnya terdengar dari dalam Loyang Puteri Pukes nyaring bunyi ketukan batu satu demi satu. Kemudian suling, jangin, puisi dan tari. Juga ada tepok didong, gumam dan petikan gitar.
“Semuanya bersatu dalam ruang gua yang terus menitiskan air dari celah batu. Pengantin Pukes terdiam, lesung ternganga, sumur tua kering,” ujarnya.
Suara-suara dari dalam gua terus bersahutan, saling tindih. Ada jangin merayapi dinding gua, memantul dari dari batu ke batu. Sesekali terdengar suara gerantung, kalung kerbau.
Setelah sayatan, jerit, dan bunyi-bunyian yang menghipnotis, lalu senyap. Loyang atau gua itu perlahan sepi. Hanya tersisa suara ketukan batu menusuk jantung.
Sampai benar-benar senyap. Pengantin Pukes kembali sendiri. Lesung sendiri. Ular yang menjadi batu juga sendiri.
Azhar, sang pemandu, keluar paling akhir dan menutup pintu sempit, setelah menjelaskan segala hal Ikhwal pengantin batu yang melanggar amanat: jangan menoleh ke belakang.[HSP]
Komentar