Fikar W Eda Akan Bahas Kesenian Didong dalam Bincang Budaya
"Melalui Bincang Budaya besok, diharapkan juga ada pemikiran, bagaimana melestarikan didong, dengan terus beradaptasi di era digital, era industri 4.0, mulainya artificial intelligence, sehingga bisa terwaris ke anak-anak milenial, generasi Z, dan post Z tentunya. Termasuk, bagaimana mengemas pertunjukan didong dalam situasi new normal, menuju endemi, saat masih berlangsungnya Covid-19 seperti sekarang," ujarnya.

BANDA ACEH, READERS – Salah seorang seniman dari dataran tinggi Gayo, Fikar W Eda yang menetap di Jakarta, akan membahas kesenian Didong Gayo dalam "Bincang Budaya" yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kebudayaan Gayo (PKKG) pada Rabu (20/4/2022).
Menurut Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo (PKKG), kegiatan yang dikemas dalam "Bincang Budaya" tersebut merupakan agenda kedua yang dibuat pada tahun ini. “Kali ini narasumbernya merupakan penyair, jurnalis, dan alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Fikar W. Eda," kata Yusradi Usman al-Gayoni, Selasa (19/4/2022).
Pelaksanaan Bincang Budaya tersebut, kata Yusradi, akan berlangsung secara daring atau virtual pada Rabu (20/4/2022), jam 10.00-11.30 WIB, melalui Zoom Meeting. Peserta nantinya dapat mengikuti melalui Meeting ID: 831 2084 9627 dan Passcode: 958327.
Yusradi juga menjelaskan, Fikar W Eda, merupakan orang Gayo sekaligus dari Aceh pertama yang lulus S-2 IKJ, akatan III (alumnus 2012). "Fikar sempat mengangkat didong, sastra lisan Gayo yang memadukan seni vokal, seni puisi, dan seni gerak dalam bus Transjakarta. Ini menarik, karena pertama dalam sejarah didong di Jakarta," sebut Yusradi.
Selain didong Transjakarta, lanjutnya, dibahas pula sejarah didong di Jakarta dengan menghadirkan langsung ceh-ceh dan kelop-kelop (grop) didong dari Gayo ke Jakarta.
"Melalui Bincang Budaya besok, diharapkan juga ada pemikiran, bagaimana melestarikan didong, dengan terus beradaptasi di era digital, era industri 4.0, mulainya artificial intelligence, sehingga bisa terwaris ke anak-anak milenial, generasi Z, dan post Z tentunya. Termasuk, bagaimana mengemas pertunjukan didong dalam situasi new normal, menuju endemi, saat masih berlangsungnya Covid-19 seperti sekarang," ujarnya.
Pasalnya, tegas penulis buku "Tutur Gayo" itu, didong adalah sastra lisan yang paling bertahan di Gayo saat ini, jadi pintu masuk untuk mengetahui tentang Gayo karena segala sesuatu tertulis dalam didong, dan sekaligus sebagai sarana efektif dalam pembelajaran, pengajaran, pelestarian, dan pewarisan seni, bahasa, budaya, adat istirahat, dan sejarah Gayo ke generasi Gayo mendatang.
Komentar