Memburu Celah di Balik Tangsi

Waktu Baca 12 Menit

Memburu Celah di Balik Tangsi
Suspected drugs dealer. Photo: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Aksi penyelundupan narkoba jenis sabu ke lembaga pemasyarakatan (lapas), sudah jamak terungkap di Aceh. Setidaknya sepanjang awal tahun 2021 ini, sudah tiga kali narkoba jenis sabu ditemukan di dalam penjara.

Praktis, tempat yang seharusnya ditakuti para bandar narkoba itu, kini seakan tak punya marwah lagi.

Terakhir, penyelundupan sabu terjadi pada Kamis lalu (1/4/2021). Sejumlah barang bukti berupa 79 paket sabu seberat 148,30 gram, 1 bungkus plastik klip berisikan plastik tembus pandang serta 3 kaca pirek ditemukan di kamar mandi Lapas Kelas II B Langsa. Dalam penggeledahan itu, diamankan seorang napi bernama Dedi Satria.

Berdasarkan pengakuannya, sabu-sabu dibeli dari temannya berinisial B seharga Rp45 juta dengan tujuan untuk diedarkan di dalam lapas.

Sebelumnya, kasus serupa telah terjadi di Lapas Kelas II A Banda Aceh, pada Sabtu (27/3/2021). Sedikitnya 10 paket sabu seberat 49 gram dipasok melalui dua cup jus alpukat ke Lapas IIA Banda Aceh. Penyelundupan itu berhasil digagalkan oleh dua sipir perempuan yang semula curiga dengan warna paket yang terlalu kental.

Usut punya usut, sabu itu diantar oleh pengunjung bernama Zulfahmi kepada napi bernama Khairul. Total sabu itu senilai Rp25 juta. Andai berjalan mulus, ia akan meraup untung sekitar Rp10 juta dari bisnis sabu di dalam lapas tersebut.

Mundur lagi ke belakang, penyelundupan sabu juga pernah terungkap di awal tahun, tepatnya pada Minggu (31/1/2021). Kepala Lapas Meulaboh, Sayid Syahrul saat itu mengonfirmasi pihaknya mendapati pelaku NR mengonsumsi sabu di dalam ruang tahanan dan menyita barang bukti seberat 0,5 gram beserta alat isap.

Mengutip Antara, Syahrul mengatakan, sabu diduga diperoleh pelaku dengan cara dilempar dari luar komplek lapas.

Singkat cerita, seluruh napi tadi sudah diproses kembali oleh Polres di wilayah masing-masing untuk pengembangan lebih lanjut. Terutama, perihal dugaan peredaran bisnis sabu di lapas tempat tersangka diciduk.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Inspirasi Keluarga Anti Narkoba (DPP IKAN), Syahrul Maulidi mengatakan, penyebab berjalannya dugaan bisnis sabu di lapas dipicu oleh berbagai masalah.

"Salah satunya disebabkan oleh overload (kelebihan beban) kapasitas di lapas," kata Syahrul Maulidi saat dihubungi readers.ID, Kamis (8/4/2021).

Hal ini dibenarkan oleh data Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh. Hingga tulisan ini diturunkan, sudah 8.200-an napi yang menghuni lapas di Aceh, jauh melebihi kapasitas seharusnya yang hanya mampu menampung 4.300 napi.

"Rumitnya lagi, sudah kelebihan kapasitas, napi dengan kasus narkoba ini mendominasi. Dari semua penghuni lapas di Aceh, sebanyak 70-80 persen merupakan napi kasus narkoba. Bisa dibayangkan penghuni lapas didominasi oleh kasus narkoba, berarti para bandar, kurir, berkumpul semua di situ," jelas Syahrul.

Kian bertahannya peredaran sabu di lapas, tambahnya, juga disebabkan oleh dugaan adanya relasi pertemanan antara napi dan petugas.

"Para napi dihukum antara empat hingga 20 tahun penjara, tentu ini akan menimbulkan rasa pertemanan antara napi dan petugas, sebab mereka bertemu setiap hari di sana," ungkap Syahrul. Seharusnya setiap petugas lapas dirotasi dalam periode tertentu, agar peluang negatif itu bisa dicegah.

Syahrul mengumpamakan, pertemanan itu bisa saja diawali adanya oknum petugas yang bermasalah dengan keuangan atau keluarganya sendiri. Hal itu kemudian terdengar oleh para bandar di dalam lapas.

"Bandar itu kemudian memberikan tawaran, lalu timbullah kerja sama. Sehingga ketika mereka memasukkan narkoba atau melakukan kejahatan narkotika dalam lapas, mungkin bisa saja ada terjadi hal semacam itu. Kemungkinan seperti itu," ungkap Syahrul.

...selanjutnya



Lebih lanjut Syahrul mengatakan, tak semua napi kasus narkoba harus dijebloskan ke lapas. Sebab untuk mereka yang berstatus pemakai, cukup ditempatkan di panti-panti rehabilitasi saja. Hal ini untuk mencegah overload kapasitas lapas sekaligus menumpuknya para napi yang tersandung kasus narkotika.

"Lapas ini sebenarnya hasil akhir, artinya ketika seseorang ditangkap dan sudah diputuskan di pengadilan, lapas tidak bisa menolak. Jadi dari penegakan pertama kasus narkoba ini sebenarnya juga harus benar, kalau memang dia tidak perlu dipenjara, ya direhabilitasi saja," jelas Syahrul.

Kemudian lanjutnya, penting juga memastikan tim asesmen terpadu yang bekerja mengadvokasi mereka yang tertangkap. Di situlah nanti bakal ditentukan, apakah terdakwa memang pengedar atau hanya pemakai biasa. Menurut Syahrul, kedua dakwaan itu tidak bisa disamakan perlakuan hukumnya.

"Harusnya tim asesmen ini yang bekerja. Ketika nanti hakim memutuskan dia divonis rehabilitasi, ini harus bekerja sama dengan panti-panti rehabilitasi. Jangan cuma tangkap, jeblos penjara. Kita duga sepertinya tim terpadu ini tidak berjalan," ungkapnya.

Selanjutnya, guna mencegah potensi penyelundupan narkoba, Ketua Umum DPP IKAN itu menyarankan agar memperketat jalur masuk tamu yang berkunjung. Pemeriksaan secara keseluruhan pada anggota tubuh pengunjung perlu dilakukan, terlepas adanya informasi pasti atau tidak dari atasan.

"Menurut pantauan kita, karena banyaknya penghuni lapas itu mayoritas para pelaku kejahatan narkotika, sehingga mereka dengan mudah melakukan berbagai modus kejahatan tersebut, mereka pintar bahkan memasukkan, misal sabu, ke dalam kemaluannya supaya lolos," ungkap Syahrul.

Ia menyayangkan, terkadang petugas lapas sungkan menggeledah tamu kalau tidak ada informasi A1 dari atasan mereka.

“Makanya, terlepas ada informasi atau tidak, saya rasa harus dijadikan SOP, tamu yang berkunjung harus diperiksa seluruh tubuhnya," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh, Heri Azhari mengatakan, pihaknya masih menunggu pengembangan dari kepolisian terkait dugaan bisnis sabu di sejumlah lapas di Aceh.

"Namun demikian, kalau ada barang-barang seperti narkoba ke lapas, pasti ditindak cepat. Oleh karena itu, kemarin ada razia serentak, hal ini untuk mengantisipasi masuknya narkoba, itu salah satunya. Artinya kita tidak pernah tinggal diam," kata Heri kepada readers.ID, Jumat (9/4/2021).

Untuk mengantisipasi keterlibatan petugas lapas terhadap peredaran narkoba, pihak Kadivpas bekerja sama dengan Kalapas se-Aceh merazia secara rutin per periode yang tidak ditentukan waktunya, di samping tetap menggelar tes urine kepada petugas per triwulan.

"Kemudian ada Satuan Operasi Kepatuhan Internal Pemasyarakatan, itu bergerak selalu, mulai mendeteksi dini petugas, melakukan razia seperti kemarin di pintu dan dalam lapas, begitu ada sesuatu yang mencurigakan pasti dia turun ke sana," jelas Heri.

Pihaknya juga menerima informasi dari masyarakat melalui iklan pengaduan yang ditempel di UPT-UPT, email, Instagram, Facebook, dan WhatsApp serta berbagai platform medis sosial lainnya.

"Nah terkadang yang seperti itulah kerap masuk informasi yang bisa diterima oleh kami, kemudian kami tindak lanjuti. Informasi ini tentunya selain dari aparat penegak hukum (APH) seperti pihak kepolisian," jelas Heri.

Selain itu, petugas lapas juga digulir (rolling) dari satu regu ke regu lainnya per tiga hingga enam bulan sekali. Hal ini dilakukan agar tidak menciptakan pertemanan yang bersifat negatif antara petugas dan napi.

Heri memastikan pihaknya akan turun langsung ke lapangan bila ada petugas yang terlibat memakai atau membantu napi mengedarkan sabu di lapas.

"Informasi awal bisa dari Kalapas, pegawai lapas, masyarakat sipil dan wartawan, kami akan tindaklanjuti," ungkap Heri.

Hal yang sama disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, Brigjen Pol Heru Pranoto. Ia dengan tegas akan memproses siapa pun yang terlibat narkotika, termasuk petugas lapas di mata hukum.

"Tidak ada istilah petugas atau siapa pun juga yang terlibat, semuanya akan kita proses," tandasnya.[]

Editor: Fuadi Mardhatillah

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...