Setelah 19 Tahun: Tetap Semangat

Minggu pagi. Seperti anak-anak usia dini di Aceh pada umumnya, seorang bocah berusaia 7 tahun keluar rumah untuk bermain bola kaki bersama teman-temannya di tanah lapang.
Sedang asyik mengejar dan merebut bola, dia tiba-tiba merasakan bumi berguncang.
Tak hanya dia, pada saat itu, orang-orang di belahan Aceh lainnya, juga merasakan hal yang sama. Tanpa dia sadari tentunya.
Dia dan teman sepermainannya mulai panik. Bangunan dan pohon bergoyang tak karuan. Burung-burung beterbangan dari tepi pantai. Tak seperti biasa.
Tak begitu lama, terdengar suara orang meneriakkan "Air laut naik, air laut naik, lari!"
Dia pun berlari ke rumahnya. Didapati warga Gampong Tibang, Banda Aceh, berhamburan keluar rumah. Begitu juga bocah itu. Ia bersama ibu dan dua saudara kandungnya, juga berusaha menyelamatkan diri.
Mereka menumpangi mobil pick up tetangganya. Sementara ayahnya sedang bekerja di tambak.
Baru saja mobil bergerak, situasi naas menghadang. Gelombang raksasa menerjang. Menggulung mereka semua.

Kuasa Ilahi, dia menemukan dirinya selamat dari amukan air bah itu. Namun sudah tak ada ibu dan saudaranya.
Dia terombang-ambing sendiri di lautan, menggantungkan hidup pada sebatang kayu dan kasur. Dengan badan mengenakan kaos bola Timnas Portugal bernomor punggung 10 dengan nama Rui Costa.
Setelah 21 hari, dia terdampar di rawa-rawa dekat makam Teungku Syiah Kuala, Gampong Deah Raya, Banda Aceh.
Hari itu, tepatnya 15 Januari 2005, dia pun ditemukan warga, dan segera dilihat oleh seorang kru media asing.
Sontak saja, penemuan bocah itu, Martunis, menghebohkan dunia.
Ia menjadi seorang penyintas tsunami yang kemudian terkenal sebagai "Martunis anak angkat Cristiano Ronaldo".
Demikian kisah singkat Martunis, warga Gampong Tibang, Banda Aceh, mewakili salah satu penyintas dari bencana terdahsyat dalam sejarah kebencanaan manusia abad 21.
***
21 hari sebelumnya, Minggu pagi 26 Desember 2004, Martunis bersama seluruh warga Aceh merasakan guncangan dahsyat gempa tektonik 9,1 skala richter.
Disusul beberapa menit kemudian, gelombang tsunami setinggi pohon kelapa menerjang beberapa wilayah dari Aceh hingga Sri Lanka.
Hari itu terasa bak kiamat. Orang-orang yang sedang menikmati libur akhir pekan dan bersantai bareng keluarga, tiba-tiba melihat dan merasakan kengerian bencana. Aceh rata dengan tanah!
Pemerintah Indonesia melaporkan kepada Internasional Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) jumlah korban mencapai 173.741 jiwa meninggal dunia dan 394.539 jiwa mengungsi.
Gempa bumi tektonik hari itu berpusat di lepas pantai barat Aceh di Samudera Hindia, yang memicu gelombang tsunami yang sangat dahsyat. Meluluh-lantakkan hampir seluruh wilayah pesisir Provinsi Aceh dan sebagian Sumatera Utara.

Gelombang tsunami itu juga memorak-poranda wilayah Asia Tenggara dan Selatan seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, India, Sri Lanka, Maladewa, Bangladesh serta wilayah Afrika di Kenya, Madagaskar, Tanzania dan Afrika Selatan.
Menurut catatan TDMRC (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) USK, dampak terparah bencana gempa bumi dan tsunami di Provinsi Aceh terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Jaya, dan beberapa wilayah di Aceh bagian timur seperti, Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe.
Selain korban jiwa, tsunami Aceh juga memberikan kerugian pada sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, konstruksi, pertanian dan perkebunan, dan perikanan.
Bencana di Aceh juga mengejutkan dunia. Bantuan kemanuasiaan kemudian datang dari berbagai penjuru dunia.
Sementara di Indonesia sendiri, pemerintah menetapkan 3 hari berkabung nasional pasca bencana. Peristiwa itu seakan-akan membuat Aceh hilang dari peta dunia.
Namun, atas kehendak Ilahi, dan bantuan dari berbagai pihak serta perjuangan masyarakat Aceh itu sendiri, kini Aceh telah pulih. Warga Aceh telah bangkit dari keterpurukan.
Aceh Pasca 19 Tahun Tsunami

Hari ini, 26 Desember 2023, bencana itu 19 tahun telah berlalu.
Pemerintah dan masyarakat Aceh setiap tahunnya sejak 2005, menggelar agenda peringatan tsunami Aceh setiap tanggal 26 Desember. Hari mengenang dan refleksi.
Tahun ini, Pemerintah Aceh menaja peringatan 19 tahun tsunami Aceh di Masjid Raya Baiturrahman, salah satu situs bersejarah, bangunan yang kokoh dari hempasan gelombang tsunami.
Di peringatan kali ini, Aceh kehadiran sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden RI ke-6, yang menjadi orang nomor satu Indonesia saat Aceh dilanda gempa dan tsunami 2004 silam.
SBY datang bersama putranya AHY. Martunis yang kini sudah bertumbuh dewasa dan berkeluarga, menyempatkan diri menemui dua negarawan itu, dan berpose bersama (seperti terpantau di akun Instagram pribadinya @martunis_ronaldo).
Dan hari ini, Martunis kembali mengenang pengalaman yang menimpanya setelah 19 tahun berlalu.
Di akun Instagram pribadinya, dia menulis: "Menolak Lupa. Alfatihah untuk mamak dan kakak saya. Aku cinta keduanya. Semoga bisa bertemu di surga nanti. TETAP SEMANGAT."
Masa lalu bisa saja menjadi aset yang berharga hari ini dan untuk dinikmati hari esok. Semoga Aceh terus bangkit. Tetap Semangat, seperti pesan Martunis.[HSP]
Komentar