Peristiwa Pemicu Luka dan Trauma: Tragedi Jambo Keupok di Aceh Selatan

Oleh: Putri Rizki Sukma*
Tepat pada 17 Mei 2023 lalu, merupakan tepat peristiwa 20 tahun setelah terjadinya tragedi Jambo Keupok di Aceh Selatan, Aceh. Mengulas sejarah ini, tentu merupakan tragedi yang tidak lepas dari ingatan masyarakat di desa tersebut.
Peristiwa Desa Jambo Keupok di Aceh Selatan ini merupakan peristiwa bersejarah di bumi selatan Aceh. Penulis memaparkan sekilas, pada saat itu Aceh sedang dilanda konflik antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Tepat pada pagi hari tanggal 17 Mei 2003 lalu, pasukan keamanan Indonesia atau TNI melancarkan serangan ke Desa Jambo Keupok. Pihak RI melalui TNI ini melakukan penumpasan terhadap anggota GAM di desa ini.
Waktu itu kemudian diduga sebagai pertempuran ini sendiri disebabkan karena adanya informasi intelijen yang menyebutkan adanya keberadaan markas GAM di daerah Jambo Keupok.
Tidak menunggu lama aparat keamanan langsung melakukan razia terhadap warga dan melakukan interogasi sehingga siapapun yang menjawab tidak tahu mengenai GAM itu. Pasukan tersebut akan memukul dan menendang tanpa memandang usia dan gender mereka. Pada proses ini para aparat keamanan kerap melakukan tindak kekerasan seperti penyiksaan, dan perampasan harta benda.
Senjata api dan ledakan juga menguncang Desa Jambo Keupok selama beberapa jam. Tragedi ini mengakibatkan banyak memakan korban, termasuk korban tewas dan luka-luka baik itu dari pasukan keamanan dan juga penduduk sipil yang tak berdosa itu.
Tragedi Jambo Keupok ini menjadi salah satu contoh konflik dan penderitaan yang dialami masyarakat sipil selama konflik Aceh yang berkepanjangan. Dan peristiwa ini juga menjadi titik penting dalam hal upaya rekonsiliasi dan pencarian perdamain di bumi Aceh sendiri, yang mana pada tahun 2005, pemerintah Indonesia dan GAM mencapai perjanjian damai yang disebut dengan perjanjian Helsinki.
Tragedi Jambo Keupok ini merupakan salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat karena di dalamnya mengandung kekerasan yang tidak proporsional, menargetkan warga sipil, melakukan penyiksaan, bahkan tindakan kekerasan lainnya terhadap warga sipil yang seharusnya tidak terlibat dalam konflik.
Di samping itu efek dari tragedi ini bukan hanya dari luka fisik nya saja, tetapi juga pada dampak psikologis mereka yang serius akibat kekerasan dan kehilangan, trauma atas kejadian ini akan terus membekas dan menghantui pada ingatan mereka terutama pada anak anak yang mungkin akan sulit mengatasi kecemasan mereka pasca tragedi. Efek lainnya seperti kehilangan tempat tinggal akibat pertempuran dan kerusakan, juga akses terhadap air bersih, makanan, sumber pendapatan, perawatan medis, pendidikan, juga terutama fasilitas publik yang terhambat akibat situasi keamanan yang saat itu tidak stabil.
Kejadian ini tepat pada saat Megawati Soekarno putri menjabat sebagai presiden Indonesia, dimana dua hari setelah tragedi ini Megawati mengeluarkan kebijakan Keppres 28/2003 yang menetapkan Darurat Militer di Aceh. Keppres ini dikatakan sebagai bagian dari upaya pemerintah sendiri untuk mengatasi konflik yang terjadi di Aceh dan untuk memulihkan keamanan di wilayah Aceh.
Adapun peran pemerintah terhadap korban konflik ini sudah lumayan memberikan perlindungan hukum, seperti pengungkapan pelaku yang terlibat pada tragedi, kemudian walaupun belum maksimal terpenuhinya hak hak korban tetapi pemerintah telah berkontribusi dan bertanggung jawab atas konflik Jambo Keupok sendiri.
Adapun bisa kita lihat dan menilai sendiri banyak sekali konflik yang terjadi di Aceh yang hingga saat ini tidak terselesaikan, penyebabnya apakah pemerintah sendiri yang hanya Cuma membungkam tidak memerdulikan atas banyak kejadian berdarah yang memilu dan menyayat hati pada masa lalu ataukah konflik itu sendiri yang susah diselesaikan?
Merujuk pada sebab tindakan kekerasan dan pembunuhan itu sendiri menjadi salah satu cara menyelesaikan masalah, disitulah terletak pembenaran semacam pembunuhan itu dianggap sebagai tindakan yang sah dan diperbolehkan.
Penting untuk dipahami bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) mengakui hak setiap individu untuk hidup, bahkan untuk sekedar nyaman dan bebas menghirup oksigen, tetapi penggunaan kekerasan atau pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan pelanggaran yang serius.
Konflik bersenjata dan kekerasan mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu, kita semua menginginkan dan berharap Aceh, Indonesia bahkan dunia yang bebas dar konflik. Alfatihah untuk para korban tragedi Jambo Keupok.
*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Komentar